Senin, 15 Februari 2010

UU LLAJ: Pidananya Berat, Siapkah Kita? (4)

PENYELENGGARAAN lalu lintas dan angkutan jalan juga menuntut peran serta masyarakat. Peran serta masyarakat dalam bentuk pemantauan dan penjagaan keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas dan angkutan jalan. Peran serta itu juga dalam bentuk masukan kepada instansi pembina dan penyelenggara lalu lintas dan angkutan jalan di tingkat pusat dan daerah dalam penyempurnaan peraturan, pedoman, dan standar teknis di bidang lalu lintas dan angkutan jalan.
Peran serta masyarakat dapat dilakukan secara perseorangan, kelompok, organisasi profesi, badan usaha, atau organisasi kemasyarakatan lain sesuai dengan prinsip keterbukaan dan kemitraan. Tidak hanya dalam bentuk menyumbangkan pikiran. Masyarakat juga wajib berperan serta dalam pemeliharaan sarana dan prasarana jalan, pengembangan disiplin dan etika berlalu lintas, dan berpartisipasi dalam pemeliharaan keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas dan angkutan jalan.
Jika terjadi pelanggaran lalu lintas dan angkutan jalan, pihak kepolisian wajib melakukan penyidikan. Selain oleh pihak kepolisian, penyidikan juga dapat dilakukan oleh penyidik PNS tertentu yang diberi wewenang khusus. Kewenangan penyidik PNS ini antara lain melakukan pemeriksaan atas pelanggaran persyaratan teknis dan laik jalan kendaraan bermotor, melakukan pemeriksaan atas pelanggaran perizinan angkutan orang atau barang, melakukan pemeriksaan atas pelanggaran muatan atau dimensi kendaraan bermotor, melarang atau menunda pengoperasian kendaraan yang tidak memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan.
Setiap pelanggaran di bidang lalu lintas dan angkutan jalan yang diperiksa dan dapat dikenai pidana denda berdasarkan penetapan pengadilan. Pelanggar yang tidak dapat hadir dapat menitipkan denda kepada bank yang ditunjuk oleh pemerintah. Bukti penitipan uang denda wajib dilampirkan dalam berkas bukti pelanggaran. Dalam hal putusan pengadilan menetapkan pidana denda lebih kecil daripada uang denda yang dititipkan, sisa uang denda harus diberitahukan kepada pelanggar untuk diambil. Uang denda yang ditetapkan pengadilan disetorkan ke kas negara sebagai penerimaan negara bukan pajak.
***
ADA hal baru yang diatur dalam UU 22/2009 ini yang belum diatur dalam UU Nomor 14 Tahun 1992. Jika dalam UU 14/1992 hanya mengatur tentang ketentuan pidana bagi para pengemudi kendaraan bermotor, dalam UU 22/2009 tidak hanya mengatur tentang pengemudi, tapi juga penyelenggara jalan.
Celakanya, ketentuan pidana bagi penyelenggara jalan ini sangat berat. Pasal 24 (1) berbunyi: penyelenggara jalan wajib segera dan patut untuk memperbaiki jalan rusak yang dapat mengakibatkan kecelakaan lalu lintas. Kemudian ayat (2): dalam hal belum dapat dilakukan perbaikan jalan yang rusak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyelenggara jalan wajib memberi tanda atau rambu pada jalan yang rusak untuk mencegah terjadinya kecelakaan lalu lintas.
Ketentuan pidana bagi penyelenggara jalan ini diatur dalam pasal 273. Ayat (1) berbunyi: Setiap penyelenggara jalan yang tidak dengan segera dan patut memperbaiki jalan rusak yang mengakibatkan kecelakaan lalu lintas sebagaimana dimaksud pasal 24 (1) sehingga menimbulkan korban luka ringan dan/atau kerusakan kendaraan dan/atau barang dipidana dengan penjara paling lama enam bulan atau denda paling banyak Rp12.000.000,00. Ayat (2) berbunyi: ....jika luka berat, dipidana dengan pidana penjara paling lama satu tahun atau denda paling banyak Rp 24.000.000,00. Dan, ayat (3) berbunyi: ....jika meninggal dunia dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak Rp 120.000.000,00.
Tidak hanya itu. Pada pasal 273 ayat (4) berbunyi: penyelenggara jalan yang tidak memberi tanda atau rambu pada jalan yang rusak dan belum diperbaiki sebagaimana dimaksud pada pasal 24 (2) dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama enam bulan atau denda paling banyak Rp 1.500.000,00.
Pertanyaannya, sudah siapkah kita -- terutama di NTT -- melaksanakan ketentuan pidana sesuai yang diatur dalam UU ini? Siapkah kita mematuhi aturan-aturannya? Jawabannya tentu kita melihat kondisi riil di NTT saat ini.
Ketentuan pidana yang termuat dalam pasal 273 tentu saja terasa memberatkan bagi institusi Departemen Pekerjaan Umum (DPU) sebagai lembaga penyelenggara jalan. Itu sebabnya, para pimpinan lembaga ini mulai dari tingkat pusat hingga tingkat kabupaten/kota menyatakan keberatan jika UU 22/2009 ini dipaksakan untuk dilaksanakan saat ini, karena sanksi hukumnya berat.
Penolakan ini sangat beralasan. Sebab, kondisi jalan hampir di semua daerah saat ini belum siap. Jalan rusak dan berlubang dimana-mana. Jika UU ini dipaksakan dilaksanakan, artinya penyelenggara jalan (terutama DPU) harus sudah menyiapkan dana lagi untuk membayar para korban kecelakaan akibat kerusakan jalan. Sementara di sisi lain, saat ini pemerintah belum menyiapkan dana untuk itu.
Saban tahun, DPU selaku penyelenggara jalan selalu mengeluhkan minimnya dana untuk pengerjaan atau perbaikan jalan. Dana yang dialokasikan atau tersedia selalu kurang dan tidak sesuai dengan yang diusulkan dan tidak sesuai dengan kondisi kerusakan di lapangan. Kondisi NTT saat ini, dari panjang 1.734 km jalan propinsi, dalam kondisi baik tidak sampai 20 persen, sedangkan dalam kondisi rusak lebih dari 80 persen.
"Kalau jalannya rusak karena ketidakcukupan dana untuk perbaikan lalu ada yang celaka, apakah PU yang harus bertanggung jawab? Jangan kami disalahkan. Dana tak cukup untuk denda. Pemerintah pusat harus memikirkan dana untuk denda buat kecelakaan lalu lintas. Dana kita di propinsi terbatas," kata Kepala Dinas PU NTT, Ir. Andre W Koreh, MT beberapa waktu lalu.
Tak hanya institusi PU. Masyarakat pengemudi kendaraan bermotor juga menyatakan keberatan dengan UU ini. Empat orang tukang ojek di Kota Kupang, yakni Sonny Ndolu, Iron, John Pandie, dan Yacob Leti menyatakan, ketentuan pidana UU ini cukup berat. "Bayar denda Rp 50 ribu saja kita sudah rasa berat, apalagi kalau bayar Rp 250 ribu sampai Rp 1 juta, kita mau ambil uang darimana?" kata para tukang ojek. "UU ini tidak berpihak pada rakyat kecil. Sebaiknya pemerintah meninjau kembali UU ini," kata mereka. (habis)

Pasal 276: Mengemudikan kendaraan bermotor umum dalam trayek tidak singgah di terminal dipidana dengan pidana kurungan paling lama satu bulan atau denda paling banyak Rp 250.000,00.

Pasal 285 (1): Mengemudikan sepeda motor di jalan tidak memiliki kaca spion, klakson, lampu utama, lampu rem, lampu penunjuk arah, alat pemantul cahaya, alat pengukur kecepatan, knalpot, dipidana dengan pidana kurungan paling lama satu bulan atau denda paling banyak Rp 250.000,00.
Ayat (2): ....untuk kendaraan roda empat dipidana dengan pidana kurungan paling lama dua bulan atau denda paling banyak Rp 500.000,00.

Pasal 291 (1): Mengemudikan sepeda motor tidak mengenakan helm standar dipidana dengan pidana kurungan paling lama satu
bulan atau denda paling banyak Rp 250.000,00.
Ayat (2): Mengemudikan sepeda motor membiarkan penumpangnya tidak mengenakan helm dipidana dengan pidana kurungan paling lama satu bulan atau denda paling banyak Rp 250.000,00.

Pasal 297: Mengemudikan kendaraan bermotor berbalapan di jalan dipidana dengan pidana kurungan paling lama satu tahun atau denda paling banyak Rp 3.000.000,00.

UU LLAJ: Awak Kendaraan Wajib Diasuransikan (3)

PERUSAHAAN angkutan umum yang menyelenggarakan angkutan orang atau barang wajib memiliki izin penyelenggaraan angkutan orang dalam trayek, izin penyelenggaraan angkutan orang tidak dalam trayek, dan izin penyelenggaraan angkutan barang khusus atau alat berat. Kecuali pengangkutan orang sakit dengan menggunakan ambulans atau pengangkutan jenazah.
Perusahaan angkutan umum juga wajib mengangkut orang atau barang setelah disepakati perjanjian angkutan atau dilakukan pembayaran biaya angkutan oleh penumpang atau pengirim barang. Juga wajib mengembalikan biaya angkutan yang telah dibayar oleh penumpang atau pengirim barang jika terjadi pembatalan pemberangkatan, mengganti kerugian yang diderita oleh penumpang atau pengirim barang karena lalai dalam melaksanakan pelayanan angkutan.
Perusahaan angkutan umum juga bertanggung jawab atas kerugian yang diakibatkan oleh segala perbuatan orang yang dipekerjakan dalam kegiatan penyelenggaraan angkutan, bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh penumpang yang meninggal dunia atau luka akibat penyelenggaraan angkutan. Kecuali disebabkan oleh suatu kejadian yang tidak dapat dicegah atau dihindari atau karena kesalahan penumpang. Kerugian dihitung berdasarkan kerugian yang nyata-nyata dialami atau bagian biaya pelayanan.
Kecuali itu, pengangkut tidak bertanggung jawab atas kerugian barang bawaan penumpang, kecuali jika penumpang dapat membuktikan bahwa kerugian tersebut disebabkan oleh kesalahan atau kelalaian pengangkut. Hak untuk mengajukan keberatan dan permintaan ganti kerugian pihak ketiga kepada perusahaan angkutan umum disampaikan selambat- lambatnya 30 hari terhitung mulai tanggal terjadinya kerugian.
***
Dalam hal terjadi kecelakaan lalu lintas, petugas kepolisian wajib melakukan penanganan. Penanganan dilakukan dengan cara mendatangi tempat kejadian dengan segera, menolong korban, melakukan tindakan pertama di tempat kejadian perkara, mengolah tempat kejadian perkara, mengatur kelancaran arus lalu lintas, mengamankan barang bukti dan melakukan penyidikan perkara. Perkara kecelakaan lalu lintas diproses dengan acara peradilan pidana.
Pengemudi kendaraan bermotor yang terlibat kecelakaan lalu lintas wajib menghentikan kendaraan yang dikemudikannya, memberikan pertolongan kepada korban, melaporkan kecelakaan kepada kepolisian terdekat dan memberikan keterangan yang terkait dengan kejadian kecelakaan. Pengemudi kendaraan bermotor yang karena keadaan memaksa tidak dapat melaksanakan ketentuan tersebut segera melaporkan diri kepada kepolisian terdekat.
Pengemudi, pemilik kendaraan bermotor dan perusahaan angkutan umum bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh penumpang atau pemilik barang atau pihak ketiga karena kelalaian pengemudi. Setiap pengemudi, pemilik kendaraan bermotor, dan perusahaan angkutan umum bertanggung jawab atas kerusakan jalan atau perlengkapan jalan karena kelalaian atau kesalahan pengemudi. Kecuali jika adanya keadaan memaksa yang tidak dapat dielakkan atau di luar kemampuan pengemudi, disebabkan oleh perilaku korban sendiri atau pihak ketiga. Atau disebabkan gerakan orang atau hewan walaupun telah diambil tindakan pencegahan.
Jika korban meninggal dunia akibat kecelakaan lalu lintas, pengemudi, pemilik, atau perusahaan angkutan umum wajib memberikan bantuan kepada ahli waris korban berupa biaya pengobatan atau biaya pemakaman dengan tidak menggugurkan tuntutan perkara pidana (Pasal 235 aya1).
Jika terjadi cedera terhadap badan atau kesehatan korban akibat kecelakaan lalu lintas, pengemudi, pemilik, atau perusahaan angkutan umum wajib memberikan bantuan kepada korban berupa biaya pengobatan dengan tidak menggugurkan tuntutan perkara pidana (ayat 2).
Perusahaan angkutan umum wajib mengikuti program asuransi kecelakaan sebagai wujud tanggung jawabnya atas jaminan asuransi bagi korban kecelakaan. Perusahaan juga wajib mengasuransikan orang yang dipekerjakan sebagai awak kendaraan. Kecuali itu, pemerintah menyediakan alokasi dana untuk pencegahan dan penanganan kecelakaan lalu lintas.
Pemerintah, pemerintah daerah, atau perusahaan angkutan umum wajib memberikan perlakuan khusus di bidang lalu lintas dan angkutan jalan kepada penyandang cacat, manusia usia lanjut, anak-anak, wanita hamil, dan orang sakit (pasal 242 ayat 1). Perlakuan khusus itu meliputi aksesibilitas, prioritas pelayanan dan fasilitas pelayanan.
Bahkan, masyarakat secara kelompok dapat mengajukan gugatan kepada pemerintah atau pemerintah daerah mengenai pemenuhan perlakuan khusus sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan (pasal 243). Perusahaan angkutan umum yang tidak memenuhi kewajiban menyediakan sarana dan prasarana pelayanan kepada penyandang cacat, manusia usia lanjut, anak-anak, wanita hamil, dan orang sakit dapat dikenai sanksi administratif. (bersambung)


Pasal 312: Pengemudi kendaraan bermotor yang terlibat kecelakaan lalu lintas dan dengan sengaja tidak menghentikan kendaraannya, tidak memberikan pertolongan, atau tidak melaporkan kecelakaan lalu lintas kepada kepolisian terdekat tanpa alasan yang patut dipidana dengan pidana penjara paling lama tiga tahun atau denda paling banyak Rp 75.000.000,00.

Pasal 274 (1): Melakukan perbuatan yang mengakibatkan kerusakan dan/atau gangguan fungsi jalan dipidana dengan pidana penjara paling lama satu tahun atau denda paling banyak Rp 24.000.000,00 .

Pasal 275 (1): Melakukan perbuatan yang mengakibatkan gangguan pada fungsi rambu lalu lintas, marka jalan, alat pemberi isyarat lalu lintas, fasilitas pejalan kaki, dan alat pengaman pengguna jalan dipidana dengan pidana kurungan paling lama satu bulan atau denda paling banyak Rp 250.000,00.
Ayat (2): Merusak rambu lalu lintas, marka jalan, alat pemberi isyarat lalu lintas, fasilitas pejalan kaki, dan alat pengaman pengguna jalan sehingga tidak berfungsi dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun atau denda paling banyak Rp 50.000.000,00.

UU LLAJ: Nyalakan Lampu Utama Siang Hari (2)

APABILA kita menelusuri jalan-jalan di Kota Kupang belakangan ini, kita akan menemukan di setiap tikungan, lampu merah (traffic light) tertulis Belok Kiri Mengikuti Isyarat Lampu. Tulisan itu mulai terlihat sejak awal Januari 2010 ini. Tidak hanya itu, di Jalan El Tari I juga sudah pernah terlihat ada pipa pembatas jalan, tempat kendaraan bermotor roda dua lewat dan menyalakan lampu di siang hari.
Apa yang sudah dilakukan pihak kepolisian tersebut merupakan perintah UU. Pasal 102 ayat 1 UU 22/2009 menyebutkan, alat pemberi isyarat lalu lintas, rambu lalu lintas, dan/atau marka jalan yang bersifat perintah, larangan, peringatan, atau petunjuk pada jaringan atau ruas jalan pemasangannya harus diselesaikan paling lama 60 hari sejak tanggal pemberlakuan peraturan menteri yang membidangi sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan atau peraturan daerah (pasal 95 ayat 1). Kemudian pada ayat 2 berbunyi: alat pemberi isyarat lalu lintas, rambu lalu lintas, dan/atau marka jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai kekuatan hukum yang berlaku mengikat 30 hari setelah tanggal pemasangan.
Jika merujuk pada ketentuan tersebut berarti pada bulan Februari ini alat pemberi isyarat lalu lintas itu sudah mulai berlaku. Artinya, para pengendara kendaraan bermotor saat ini harus sudah mulai mematuhi rambu-rambu yang sudah disiapkan tersebut.
Aspek keamanan, kenyamanan dan keselamatan dalam berlalu lintas merupakan suatu yang mutlak. Hal itu tidak perlu menunggu adanya rambu lalu lintas, tapi merupakan kewajiban setiap orang yang menggunakan jalan. UU ini juga mewajibkan setiap orang yang menggunakan jalan untuk berperilaku tertib dan mencegah hal-hal yang dapat merintangi, membahayakan keamanan dan keselamatan LLAJ yang dapat menimbulkan kerusakan jalan.
Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan wajib mengemudikan kendaraannya dengan wajar dan penuh konsentrasi, wajib mengutamakan keselamatan pejalan kaki dan pesepeda, serta wajib mematuhi ketentuan kecepatan maksimal atau minimal.
Pengemudi kendaraan bermotor juga wajib menyalakan lampu utama kendaraan bermotor yang digunakan di jalan pada malam hari dan pada kondisi tertentu. Selain mematuhi ketentuan tersebut di atas, pengemudi sepeda motor juga wajib menyalakan lampu utama pada siang hari.
Pengemudi kendaraan bermotor yang akan melewati kendaraan lain harus menggunakan lajur atau jalur jalan sebelah kanan dari kendaraan yang akan dilewati, mempunyai jarak pandang yang bebas, dan tersedia ruang yang cukup. Jika kendaraan yang akan dilewati telah memberi isyarat akan menggunakan lajur atau jalur jalan sebelah kanan, pengemudi dilarang melewati kendaraan tersebut. Pada jalan yang menanjak atau menurun yang tidak memungkinkan bagi kendaraan untuk saling berpapasan, pengemudi kendaraan yang arahnya menurun wajib memberi kesempatan jalan kepada kendaraan yang mendaki.
Pengemudi kendaraan bermotor di jalan juga dilarang mengemudikan kendaraan melebihi batas kecepatan paling tinggi yang diperbolehkan, atau berbalapan dengan kendaran bermotor lain. Pengemudi harus memperlambat kendaraannya jika akan melewati kendaraan bermotor umum yang sedang menurunkan dan menaikkan penumpang, cuaca hujan atau genangan air, memasuki pusat kegiatan masyarakat yang belum dinyatakan dengan rambu lalu lintas, serta melihat dan mengetahui ada pejalan kaki yang akan menyeberang. Pengemudi kendaraan bermotor umum atau mobil bus sekolah yang sedang berhenti untuk menurunkan atau menaikkan penumpang wajib memberi isyarat tanda berhenti.
Pengemudi kendaraan bermotor umum untuk angkutan orang dalam trayek wajib mengangkut penumpang yang membayar sesuai dengan tarif yang telah ditetapkan. Juga memindahkan penumpang dalam perjalanan ke kendaraan lain yang sejenis dalam trayek yang sama tanpa dipungut biaya tambahan jika kendaraan mogok, rusak, kecelakaan, atau atas perintah petugas.
Pejalan kaki berhak atas ketersediaan fasilitas pendukung berupa trotoar, tempat penyeberangan, dan fasilitas lain; berhak mendapatkan prioritas pada saat menyeberang jalan di tempat penyeberangan. Dalam hal belum tersedia fasilitas, pejalan kaki berhak menyeberang di tempat yang dipilih dengan memperhatikan keselamatan dirinya.

***
UU 22/2009 juga mengatur secara khusus tentang angkutan orang dan barang. Angkutan barang dengan kendaraan bermotor wajib menggunakan mobil barang. Sementara mobil barang dilarang digunakan untuk angkutan orang, kecuali rasio kendaraan bermotor untuk angkutan orang, kondisi geografis, dan prasarana jalan di provinsi/kabupaten/kota belum memadai.
Dalam konteks ini, pemerintah berkewajiban atau bertanggung jawab untuk menyediakan angkutan umum untuk jasa angkutan orang atau barang antarkota, antarprovinsi serta lintas batas negara. Perusahaan angkutan umum wajib memenuhi standar pelayanan minimal, meliputi keamanan, keselamatan, kenyamanan, keterjangkauan, dan keteraturan.
Khusus bagi kendaraan bermotor umum yang mengangkut alat berat dengan dimensi yang melebihi dimensi yang ditetapkan harus mendapat pengawalan dari pihak kepolisian. Pengemudi dan pembantu pengemudi kendaraan bermotor umum yang mengangkut barang khusus wajib memiliki kompetensi tertentu sesuai dengan sifat dan bentuk barang khusus yang diangkut. (bersambung)

Pasal 294: Mengemudikan kendaraan bermotor yang akan membelok atau berbalik arah, tanpa memberikan isyarat dengan lampu penunjuk arah atau isyarat tangan dipidana dengan pidana kurungan paling lama satu bulan atau denda paling banyak Rp 250.000,00.

Pasal 284: Mengemudikan kendaraan bermotor dengan tidak mengutamakan keselamatan pejalan kaki atau pesepeda dipidana dengan pidana kurungan paling lama dua bulan atau denda paling banyak Rp 500.000,00.

Pasal 293 (1): Mengemudikan kendaraan bermotor di jalan tanpa menyalakan lampu utama pada malam hari dan kondisi tertentu dipidana dengan pidana kurungan paling lama satu bulan atau denda paling banyak Rp 250.000,00.
Ayat (2): Mengemudikan sepeda motor di jalan tanpa menyalakan lampu utama pada siang hari dipidana dengan pidana kurungan paling lama 15 hari atau denda paling banyak Rp 100.000,00.

UU LLAJ: Polisi Wajib Terbitkan Informasi Penerbitan SIM (1)

PENGANTAR -- Hari Senin, 22 Juni 2009, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengesahkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ). Lahirnya UU tersebut dengan pertimbangan UU Nomor 14 Tahun 1992 tentang LLAJ sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi, kebutuhan dan perkembangan saat ini. Tapi berlakunya UU 22/2009 ini masih pro-kontra karena dinilai belum cocok dengan kondisi saat ini. Hal-hal apa saja yang diatur dalam UU ini? Ikuti laporannya mulai hari ini.

SEJAK akhir tahun 2009 lalu, aparat Kepolisian Republik Indonesia bersama pihak terkait lainnya seperti Departemen Perhubungan dan Jasa Raharja gencar melakukan sosialisasi Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ). Sosialisasi ini dipandang penting karena banyak hal baru yang ada dalam UU ini yang belum masuk dalam UU 14/1992.
Kehadiran UU 22/2009 yang terdiri dari 22 Bab dan 326 pasal ini sesungguhnya bukan untuk membatasi ruang gerak bagi para pemakai jalan raya. UU ini lahir dari adanya keinginan dari para penyelenggara negara agar tercipta keamanan, kenyamanan, keselamatan dan ketertiban dalam berlalu lintas sesuai dengan perkembangan kemajuan saat ini.
Keinginan itu tercermin dari adanya ketentuan yang mengatur tentang berbagai aspek yang berkaitan dengan lalu lintas dan angkutan jalan. Tidak hanya menyangkut sarana dan prasarana, tapi juga menyangkut para penyelenggara dan sumber daya manusia dari para pengguna jalan. Tidak tanggung-tanggung, sanksi yang diberikan bagi para pelanggarnya cukup berat. Tujuannya untuk menimbulkan rasa jera bagi para pihak yang melanggarnya. Dengan demikian akan terwujud rasa aman, nyaman dan tertib bagi para pemakai jalan.
Dalam UU ini diatur secara khusus tentang pengemudi kendaraan bermotor. Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan wajib memiliki surat izin mengemudi (SIM) sesuai jenis kendaraan yang dikemudikan. Untuk mendapatkan SIM, calon pengemudi harus memiliki kompetensi mengemudi. Kompetensi ini dapat diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan atau belajar sendiri.
Selain punya kompetensi, mendapatkan SIM juga harus memenuhi persyaratan usia, administratif, kesehatan, dan lulus ujian. Khusus usia, untuk SIM A, C dan D, calon pengemudi harus sudah berusia paling rendah 17 tahun; SIM B1 paling rendah 20 tahun dan SIM B II paling rendah 21 tahun. Selain itu harus lulus ujian, baik teori, praktik maupun ujian keterampilan.
Kepemilikan SIM tidak hanya sebagai bukti kompetensi tapi juga sebagai registrasi pengemudi yang dapat digunakan untuk mendukung kegiatan penyelidikan, penyidikan, dan identifikasi forensik kepolisian. Untuk maksud tersebut, pihak kepolisian yang berkompeten mengeluarkannya wajib menyelenggarakan sistem informasi penerbitan SIM. Setiap petugas kepolisian yang bertugas di bidang penerbitan SIM wajib menaati prosedur penerbitan SIM yang berlaku (pasal 87 ayat 4). Petugas kepolisian di bidang penerbitan SIM yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 ayat (4) dikenai sanksi administratif berupa sanksi disiplin dan/atau etika profesi kepolisian (pasal 91 ayat1).

***
TAK hanya mengatur pengemudi. Setiap perusahaan angkutan umum juga wajib mematuhi dan memberlakukan ketentuan mengenai waktu kerja, waktu istirahat, dan pergantian pengemudi kendaraan bermotor umum. Waktu kerja bagi pengemudi kendaraan bermotor umum paling lama delapan jam sehari. Pengemudi kendaraan bermotor setelah mengemudikan kendaraan selama empat jam berturut- turut wajib beristirahat paling singkat setengah jam. Setiap perusahaan angkutan umum yang tidak mematuhi dan memberlakukan ketentuan mengenai waktu kerja, waktu istirahat, dan pergantian pengemudi kendaraan umum dikenai sanksi.
UU 22/2009 juga mengatur tentang kondisi kendaraan. Pasal 48 UU ini menegaskan agar kendaraan bermotor yang dioperasikan harus memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan. Persyaratan laik jalan ditentukan oleh kinerja minimal kendaraan bermotor sesuai dengan ukuran yang ditentukan, seperti kelengkapan-kelengkapan kendaraan dan spesifikasi lainnya.
Agar tetap laik jalan, setiap kendaraan juga diwajibkan mengikuti pengujian yang dilakukan secara berkala. Ujian meliputi pemeriksaan dan pengujian fisik kendaraan dan pengesahan hasil uji di lembaga resmi penguji. Hasil ujian ini akan ditandai dengan pemberian kartu uji dan tanda uji oleh pihak yang berkompeten.
Selain itu, kendaraan bermotor yang dioperasikan di jalan juga wajib dilengkapi dengan perlengkapan kendaraan bermotor. Perlengkapan dimaksud, selain helem berstandar nasional Indonesia bagi pengendara sepeda motor, juga sabuk pengaman, ban cadangan, segitiga pengaman dan berbagai perlengkapan lainnya bagi kendaraan bermotor roda empat. Setiap kendaraan bermotor, baik yang dioperasikan maupun yang tidak wajib diregistrasi, dilengkapi dengan surat-surat dan perlengkapan kendaraan.
Kecuali itu, kendaraan bermotor yang belum diregistrasi dapat dioperasikan di jalan untuk kepentingan tertentu dengan dilengkapi surat tanda coba kendaraan bermotor dan tanda coba nomor kendaraan bermotor yang diberikan oleh pihak kepolisian kepada badan usaha di bidang penjualan, pembuatan, perakitan, atau impor kendaraan bermotor.
Pelanggaran terhadap berbagai ketentuan tersebut dapat dikenai sanksi administratif berupa peringatan tertulis, pembayaran denda, pembekuan izin; dan/atau pencabutan izin. Atau sanksi administratif bagi petugas penguji atau pengesah uji berkala yang melanggar ketentuan tersebut. (bersambung)

Pasal 280: Mengemudikan kendaraan bermotor di jalan yang tidak dipasangi Tanda Nomor Kendaraan Bermotor yang ditetapkan oleh kepolisian dipidana dengan pidana kurungan paling lama dua bulan atau denda paling banyak Rp 500.000,00.

Pasal 281: Mengemudikan kendaraan bermotor di jalan yang tidak memiliki SIM dipidana dengan pidana kurungan paling lama empat bulan atau denda paling banyak Rp 1.000.000,00.

Pasal 288 (1): Mengemudikan kendaraan bermotor di jalan yang tidak dilengkapi dengan Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor atau Surat Tanda Coba Kendaraan Bermotor yang ditetapkan oleh kepolisian dipidana dengan pidana kurungan paling lama dua bulan atau denda paling banyak Rp 500.000,00.
Ayat (2): Mengemudikan kendaraan bermotor di jalan yang tidak dapat menunjukkan SIM yang sah dipidana dengan pidana kurungan paling lama satu bulan dan/atau denda paling banyak Rp 250.000,00.

Senin, 26 Oktober 2009

Menuju Indonesia Bebas Narkoba: Orang Sakit Kok Dipenjara? (3)

Oleh: Kanis Jehola

LAIN Tarman Azzam, lain Bambi Abimayu dan Sumirat Dwiyanto. Prof. Dr. dr. Luh Ketut Suryani, SpKJ (K) yang membawakan materi tentang Terapi dan Rehabilitasi bagi Pasien Ketergantungan Narkoba tampil beda dari narasumber lainnya. Mengawali pemaparannya, ia mengkritik sikap dan pola pemberitaan pers selama ini serta sikap pemerintah terhadap para pecandu dan pengedar narkoba.
Direktris Yayasan Suryani Institute for Mental Health, Denpasar-Bali ini lalu beringsut dari tempat duduknya. "Maaf Pak, saya lebih baik berdiri saja," katanya memohon izin peserta. Setelah membacakan curriculum vitae-nya, ia pun mulai melancarkan kritikannya.
Menurutnya, pers belum begitu memberikan perhatian yang serius terhadap masalah narkoba selama ini. Berita narkoba sering dinilai sebagai berita yang tidak seksi, kurang laku dijual, dan terlebih tidak ada uangnya.
Suryani kemudian menceritakan pengalamannya selama memimpin lembaganya. Selama ini ia sering mengundang wartawan untuk meliput dan menulis tentang kegiatan mereka dalam mendampingi para pecandu narkoba. Tapi tidak banyak wartawan yang datang dan mau menulis. "Saya maklumi karena menulis kegiatan kami (narkoba) tidak ada uangnya. Beda dengan pemerintah atau lembaga lainnya, ada kegiatan berarti ada uang," katanya sinis.
Kalaupun masih ada satu dua orang wartawan yang mau menulis meskipun tidak ada uangnya, kata Suryani, namun judul tulisannya pun menyeramkan, menakutkan. Misalnya, polisi membekuk pecandu narkoba, pecandu narkoba dihukum sekian tahun. "Wah, judul itu sangat menakutkan, tapi bukan untuk membuat orang menjadi jera dan menjauhi narkoba," katanya.
Selain mengritik pers, Suryani juga mengritik pemerintah. Dikatakannya, perhatian pemerintah terhadap masalah narkoba, khususnya para pecandu narkoba selama ini masih kurang. "Selama ini, pemerintah hanya memikirkan pembangunan fisik. Pemerintah tidak pernah memikirkan kesehatan mental," katanya.
***
LALU, bagaimana pola penanganan terhadap pecandu narkoba sesuai pandangan Suryani? Suryani yang mendirikan yayasannya tahun 2005 dengan visi: Menyehatkan Masyarakat Sehat dengan Pendekatan Biopsikospirit-Sosiobudaya, mengatakan, berdasarkan hasil identifikasi selama pendampingan mereka selama ini, para pemakai narkoba itu umumnya berasal dari keluarga broken home. Mereka memakai narkoba sebagai salah satu bentuk pelarian dari masalah, dan ingin mendapat tantangan. Para pemakai ini ada yang berasal dari golongan menengah ke atas. Ada dari golongan menengah ke bawah, dan ada anak kurang pandai dan tidak terpelajar. Mereka umumnya masih berusia remaja.
Menurutnya, ada beberapa alasan yang mendorong mereka memakai narkoba. Antara lain remaja ingin menentang atau berontak terhadap peraturan dan lingkungan, ingin mendapatkan kedamaian, kebutuhan hidup yang tidak terpenuhi, serta stres yang tidak bisa diatasi.
"Jadi, faktor yang mendorong orang memakai narkoba bukan karena ada pengedarnya, lingkungannya atau orangtuanya menggunakan narkoba, tapi karena adanya keinginan dari dalam diri pengguna itu sendiri. Keinginan dari dalam diri itu dipicu oleh rasa keingintahuan, dan adanya masalah yang ada padanya.
Remaja menggunakan narkoba karena dia ingin menentang apa yang tidak boleh dia lakukan, karena stress, ingin mencari kedamaian, dan berbagai sebab lainnya. Karena itu, pada usia 10 tahun pertama, anak-anak harus diberikan kenyamanan, diberikan kasih sayang dan kebutuhan hidupnya harus terpenuhi," kata Suryani.
Itu sebabnya Suryani tidak setuju kalau para pecandu narkoba itu dihukum atau dipenjara. Menghukum atau memenjarakan para pecandu narkoba dinilainya tidak akan memecahkan masalah. "Orang sakit kok dipenjara," katanya.
Menurutnya, cara terbaik yang dilakukan untuk mencegah para pecandu narkoba ialah dengan cara persuasif. Para pecandu narkoba harus dipulihkan di panti terapi dan rehabilitasi. "Dipenjara tidak akan membuat pecandu kembali sehat dan meninggalkan kebiasaan-kebiasaannya," katanya.
Pola penanganan saat pecandu masuk panti rehabilitasi dilakukan dengan pendekatan Re-Frame Memory, yakni mengembalikan memori para pecandu agar kembali sehat dan baik seperti semula. Sehat dalam konteks ini adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
Re-Frame Memory itu dilakukan dengan mengikutsertakan para pecandu narkoba dalam berbagai kegiatan. Misalnya kegiatan olahraga, rekreasi ke tempat-tempat wisata, ke hutan lindung, menikmati keindahan alam, kegiatan organisasi, kegiatan seni dan budaya, meditasi dua kali sehari, relaksasi dan kegiatan- kegiatan positif lainnya. Dengan kegiatan-kegiatan tersebut, para pecandu diharapkan dapat menemukan jati dirinya sehingga bisa kembali ke jalan yang benar.
Kalakhar (Kepala Pelaksana Harian) BNN, Komjen Drs. Gories Mere, mengatakan, pemikiran Ny. Suryani itu sejalan dengan keinginan BNN. Itu sebabnya, pada tanggal 18 Februari 2009, para petinggi BNN yang dipimpinnya bertemu dengan Mahkamah Agung (MA), Harifin A Tumpa, untuk membicarakan masalah ini. Perjuangan BNN ini membuahkan hasil. Tanggal 17 Maret 2009, Ketua MA meminta agar para hakim di tingkat pengadilan tinggi dan negeri tidak buru-buru memvonis hukuman penjara bagi terpidana pemakai narkoba, melainkan bisa dikirim ke panti terapi dan rehabilitasi.
Menurut Tumpa, dalam Surat Edaran Nomor 07 Tahun 2009, sebagian besar dari narapidana dan tahanan kasus narkoba adalah termasuk kategori pemakai atau bahkan sebagai korban. Jika dilihat dari aspek kesehatan, mereka sesungguhnya orang- orang sakit. Karena itu, memenjarakan yang bersangkutan bukanlah langkah yang tepat karena telah mengabaikan kepentingan perawatan dan pengobatan.
"Sejatinya pengguna narkoba itu adalah korban. Mereka harus direhabilitasi dan dipulihkan, bukan dipenjara. Kalau dipenjara, mereka malah tak akan sembuh-sembuh," kata Kepala Pusat Pencegahan BNN, Brigjen Polisi Anang Iskandar. (habis)

Minggu, 25 Oktober 2009

Menuju Indonesia Bebas Narkoba: Bongkar dan Putuskan Rantai Peredarannya (2)

Laporan Kanis Jehola

BAHAYA narkoba saat ini tidak bisa dianggap sebagai masalah sepele. Makin hari makin banyak warga bangsa ini yang menjadi pecandu narkoba. Masalah ini tidak lagi hanya menjadi masalah bagi masyarakat yang tinggal di daerah perkotaan. Tapi kini sudah menyebar sampai ke semua kabupaten/kota di Indonesia. Bahkan telah sampai di tingkat rumah tangga.
Dana yang dihabiskan untuk mengurus masalah ini pun terus bertambah. Itu sebabnya Sekretaris BNN, Bambi Abimayu ketika menjadi moderator dalam diskusi panel Forum Silaturahmi Media Massa Anti Narkoba di Puri Saron Hotel, Seminyak, Kuta-Bali, Senin (5/10/2009), menyatakan bahaya narkoba merupakan salah satu musuh besar bangsa ini. Karena itu, kita semua, termasuk pers, harus bersama-sama memeranginya.
Mengapa bahaya narkoba menjadi musuh besar bangsa? Bambi Abimayu tentu punya alasan. Narkoba ternyata tak hanya menyebabkan 40 orang meninggal secara sia-sia setiap harinya atau 15.000 orang pertahun. Tapi peredaran barang haram yang kian gencar dan marak ini telah membuat bangsa ini mengalami kerugian ekonomi yang begitu besar. Setiap tahun nilai kerugian yang harus ditanggung bangsa ini akibat peredaran dan penyalahgunaan narkoba terus melonjak.
Berdasarkan Laporan Survai Penyalahgunaan Narkoba di Indonesia: Studi Kerugian Ekonomi dan Sosial Akibat Narkoba Tahun 2008 yang dilakukan BNN dengan Pusat Penelitian Kesehatan UI, kerugian biaya ekonomi akibat narkoba pada tahun 2008 mencapai Rp 32,4 triliun. Sementara Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) memperkirakan angka kerugian akibat narkoba pada tahun 2008 mencapai Rp 39 triliun. Kerugian tersebut termasuk kerugian pribadi sebesar Rp 34,8 triliun dan kerugian sosial yang diderita negara sebesar Rp 4,6 triliun.
Masih menurut hasil studi BNN dan UI, angka kerugian akibat narkoba pada tahun 2013 (dengan prediksi tingkat inflasi sebesar enam persen) diperkirakan akan melonjak hampir dua kali lipat, yakni Rp 57 triliun. PPATK malah memprediksi, kerugian ekonomi akibat narkoba pada 2013 mendatang bisa menyentuh angka Rp 60 triliun. Jika penanganan dan penanggulangan masalah ini tidak ditangani secara serius, maka potensi kerugian ekonomi yang terjadi akan jauh lebih besar dari yang diperkirakan.
Guna mencegah berkembangnya masalah narkoba dan mewujudkan cita-cita Indonesia Bebas Narkoba Tahun 2015, BNN kini tidak hanya melakukan kebijakan dengan pendekatan berbasis media massa.
Saat ini BNN telah membangun sebuah strategi berupa memperluas jaringan komunikasi yang berbasis masyarakat. BNN juga merangkul serta melakukan kerja sama dengan elemen-elemen lain yang dinilai potensial dalam melaksanakan P4GN ini. Kerja sama dengan elemen-elemen lain itu dilakukan dengan membangun jaringan berbasis keluarga, berbasis sekolah, berbasis tempat kerja, berbasis institusi, berbasis organisasi dan berbasis masyarakat. Juga menggelar lomba kampung bebas narkoba di Surabaya Jawa Timur. Sedikitnya 200 kampung ikut dalam lomba ini.
Upaya nyata lainnya yang telah dilakukan BNN saat ini ialah dengan menggandeng pihak Kepolisian Republik Indonesia (Polri) membongkar dan memutus rantai peredaran narkoba di tanah air. Berbagai operasi telah digelar dengan melibatkan berbagai pihak di dalam negeri dan luar negeri. Meski diakui bahwa tindakan tegas itu tak serta merta menurunkan angka kasus narkoba di Indonesia.
***
SELAIN operasi yang tak kenal lelah, bersama dengan negara ASEAN lainnya melalui gerakan Drug Free ASEAN (ASEAN Bebas Narkoba 2015) , Indonesia telah mengikrarkan diri untuk bebas dari narkoba pada tahun 2015. Ikrar itu telah dideklarasikan dalam rapat pejabat tingkat tinggi ASEAN untuk Narkoba pada 1-2 Agustus 2006 di Chiang Mai Thailand.
Ikrar bebas narkoba itu bukan hanya sebuah slogan tanpa aksi. Karena masalah narkoba juga berkaitan dengan jaringan internasional/antarnegara, maka pihak BNN juga telah melakukan upaya kerja sama dengan negara lain. Implementasinya, baru-baru ini BNN telah mensponsori pertemuan dengan para Kepala Badan Penegak Hukum Anti Narkoba se Asia dan Pasifik (Heads of National Drugs Law Enforcement Agencies Asia And The Pasific/Honlap) di Hotel Kartika Discovery, Kuta-Bali, 6-9 Oktober 2009. Honlap merupakan forum pertemuan yang bertujuan untuk saling menukar informasi serta memajukan kerja sama penegakan hukum dalam mencegah dan memberantas perdagangan gelap narkoba di kawasan Asia dan Pasifik.
Dalam pertemuan empat hari yang dihadiri delegasi 21 negara dengan tiga organisasi internasional (dari 53 negara anggota, sembilan negara asosiasi dan sejumlah negara peninjau dan organisasi internasional), dilaksanakan diskusi kelompok kerja dengan tiga tema utama, yakni tren perdagangan narkotika di kawasan Asia dan Pasifik, upaya memberantas produksi narkotika jenis amphetamine-type stimulantas (ATS), dan upaya menghilangkan keuntungan perdagangan narkotika.
Diskusi tiga tim itu bermuara pada kesimpulan dan rekomendasi, antara lain pentingnya peningkatan kerja sama antarnegara di kawasan Asia dan Pasifik, serta penyelarasan prosedur standar operasi yang terkait dengan pemberantasan pergerakan narkotika yang melintasi batas negara.
Rekomendasi lain yang dihasilkan adalah peningkatan pertukaran informasi antarnegara dan perhatian khusus terhadap sindikasi pengedar narkotika yang berasal dari kawasan Afrika Barat. Sindikasi asal Afrika Barat ini beroperasi melintasi batas negara sehingga untuk menanganinya diperlukan kerja sama, pertukaran data, dan komunikasi yang intensif antaraparat penegak hukum anti narkotika dari tiap negara di kawasan Asia dan Pasifik.
Terkait upaya meningkatkan kerja sama dalam penanggulangan produksi gelap ATS, negara-negara se Asia dan Pasifik sepakat untuk memperketat upaya pengawasan prekursor, mengantisipasi peningkatan penyitaan prekursor dan cara penanganannya. Sedangkan untuk menghilangkan keuntungan dari perdagangan gelap narkoba, disepakati untuk meningkatkan legislasi dan regulasi terkait perampasan aset tanpa adanya tuntutan pidana. (bersambung)

Jumat, 23 Oktober 2009

Menuju Indonesia Bebas Narkoba: Pers Harus Dirangsang (1)

Oleh Kanis Jehola



HARI Senin, 5 Oktober 2009 pukul 09.30 Wita. Mentari di Kuta-Bali panas menyengat, membakar kulit. Lima meter dari tempat kami melaksanakan kegiatan, para bule dengan pakaian seadanya terlihat asyik merendam badan di kolam renang. Ada yang duduk-duduk di kursi bersama anak. Ada yang tidur terlentang bersama pasangan di atas bale-bale yang sudah disediakan pengelola hotel di pinggir kolam itu. Mereka tampak santai menikmati minuman kaleng sambil memandang gulungan ombak Pantai Kuta.
Di ruang Mawar lantai II yang ada di salah satu dari tujuh bangunan megah Puri Saron Hotel, Seminyak, Kuta-Bali, berkumpul sekitar 40 orang wartawan. Mereka dari media cetak dan media elektronik. Para wartawan ini mengitari beberapa meja yang sudah disediakan panitia di ruang berukuran sekitar 9 x 10 meter itu. Satu meja untuk empat orang peserta.
Kehadiran para wartawan di tempat ini adalah atas undangan Badan Narkotika Nasional (BNN) yang mensponsori kegiatan Forum Silaturahmi Media Massa Anti Narkoba. Pertemuan di Bali ini merupakan yang kedua. Pertama dilakukan di Jakarta, Juli 2008 lalu.
Pertemuan kedua yang mengusung tema: "Pemberdayaan Media Massa dalam Mewujudkan Indonesia Bebas Narkoba 2015" itu sangat berbeda dengan pertemuan pertama di Hotel Sahid Jakarta tahun lalu. Perbedaan itu tidak hanya suasananya. Tapi juga jumlah peserta yang hadir.
Jika pada pertemuan pertama dihadiri artis, sejumlah duta anti narkoba dan para petinggi BNN, pertemuan kali ini sedikit lain. Tak satu pun duta narkoba yang hadir. Para petinggi BNN pun hanya diwakili Sekretaris BNN, Bambi Abimayu, dan Kabag Humas merangkap Ketua Panitia Penyelenggara, Drs. Sumirat Dwiyanto, M.Si, yang membawakan materi Kalakhar BNN, Drs. Gories Mere, serta dua orang staf sekretariat, Yessy, dan seorang rekannya. Juga hadir dua nara sumber dari luar BNN, yakni Drs. Tarman Azzam, dan Prof. Dr. dr. Luh Ketut Suryani, SpKJ (K). Jumlah wartawan peserta pun lebih sedikit dibanding pada pertemuan pertama.
Pertemuan kali ini lebih banyak menceritakan atau mensosialisasikan program kerja yang telah, sedang dan akan dilakukan BNN dalam rangka P4GN guna terwujudnya Indonesia Bebas Narkoba pada tahun 2015. Lantas, mengapa para pekerja pers ini diundang untuk menghadiri acara ini?
***
SAMA seperti pada pertemuan pertama di Jakarta tahun lalu, dalam pertemuan kedua ini BNN ingin menegaskan kembali harapannya agar media massa terus meningkatkan komitmennya dalam upaya pencegahan, pemberantasan, penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba (P4GN) guna terwujudnya cita-cita besar itu. Harapan meningkatkan komitmen ini makin terus digelorakan karena jumlah kasus narkoba saat ini terus meningkat.
Sekadar contoh, pada tahun 2003 tercatat 7.140 kasus narkoba dengan jumlah tersangka 9.717 orang. Namun, pada tahun 2008 jumlahnya melonjak menjadi 29.359 kasus dengan jumlah tersangka 44.694 orang. Dan, khusus Januari sampai Juni 2009 telah terungkap 13.958 kasus dengan jumlah tersangka 17.910 orang. Kelompok usia yang menjadi penyalahguna terbesar adalah kelompok di atas 29 tahun, yakni sebanyak 82.338 orang pada periode 2003-Juni 2009.
Meningkatnya jumlah kasus ini ditengarai karena tingkat pengetahuan sebagian besar masyarakat Indonesia akan bahaya narkoba masih tergolong rendah. Akses masyarakat dalam memperoleh informasi tentang bahaya narkoba masih sangat terbatas. Kondisi ini sangat dirasakan oleh masyarakat yang tinggal di daerah pedesaan/pelosok. Selain karena terbatasnya fasilitas teknologi, juga kurangnya komitmen pemerintah daerah serta elemen-elemen masyarakat yang ada.
Dalam konteks inilah peran media massa sangat penting. Media massa yang memiliki potensi untuk menyebarluaskan informasi dan pengetahuan mempunyai peran yang sangat penting dalam memberikan pemahaman kepada masyarakat dalam pencegahan bahaya penyalahgunaan narkoba. Lebih dari itu, media massa dinilai mampu mengarahkan pola pikir dan pandangan masyarakat dalam memahami bahaya narkoba, dan mampu mempengaruhi kebijakan pemerintah.
"Melalui forum ini, kami berharap dapat terbangun komitmen dan konsistensi serta social responsibility media massa terhadap masalah narkoba guna menyelamatkan anak-anak bangsa kita dari kehancuran akibat penyalahgunaan narkoba," kata Kalakhar BNN, Gories Mere, dalam materinya yang dipaparkan Sumirat Dwiyanto.
Ketua Dewan Kehormatan PWI, Drs. Tarman Azzam, yang membawakan materi tentang "Partisipasi Pers dalam P4GN Sebagai Bentuk Tanggung jawab Sosial" mengatakan, selama ini pers telah aktif dalam memerangi narkoba dengan aktif meliput berita anti narkoba. Namun diakuinya, peran pers belum maksimal karena pers sendiri mempunyai keterbatasan dalam melawan bahaya universal ini.
Tarman mengatakan, untuk mewujudkan cita-cita besar itu maka potensi pers harus dimanfaatkan. Ketidakmampuan memanfaatkan potensi pers, apalagi salah menggunakannya, bukan hanya merugikan pemerintah dan kegagalan anti narkoba, tapi dapat menjadi bumerang yang dapat merusak kehidupan nasional.
Agar bisa memanfaatkan potensi pers, maka pemerintah dan publik, termasuk BNN, harus mampu bersinergi dengan pers. "Tidak ada alasan bagi siapa pun untuk tidak membangun sinergi dengan pers, apalagi jika sampai bersikap takut dan tidak bersahabat dengan pers," katanya.
Tak hanya bersinergi. Menurut Tarman, pers juga harus dirangsang agar mau meliput dan menulis berita anti narkoba sebanyak mungkin. Untuk merangsang pers, Tarman mengusulkan beberapa cara, antara lain melakukan dialog atau melakukan kunjungan ke berbagai obyek, menggelar diskusi, seminar, lokakarya, dan sarasehan, penyebarluasan buku, brosur, buletin dan online, serta menggelar lomba karya jurnalistik. Juga memberi penghargaan kepada media/publik yang berjasa/berprestasi. (bersambung)