Senin, 26 Oktober 2009

Menuju Indonesia Bebas Narkoba: Orang Sakit Kok Dipenjara? (3)

Oleh: Kanis Jehola

LAIN Tarman Azzam, lain Bambi Abimayu dan Sumirat Dwiyanto. Prof. Dr. dr. Luh Ketut Suryani, SpKJ (K) yang membawakan materi tentang Terapi dan Rehabilitasi bagi Pasien Ketergantungan Narkoba tampil beda dari narasumber lainnya. Mengawali pemaparannya, ia mengkritik sikap dan pola pemberitaan pers selama ini serta sikap pemerintah terhadap para pecandu dan pengedar narkoba.
Direktris Yayasan Suryani Institute for Mental Health, Denpasar-Bali ini lalu beringsut dari tempat duduknya. "Maaf Pak, saya lebih baik berdiri saja," katanya memohon izin peserta. Setelah membacakan curriculum vitae-nya, ia pun mulai melancarkan kritikannya.
Menurutnya, pers belum begitu memberikan perhatian yang serius terhadap masalah narkoba selama ini. Berita narkoba sering dinilai sebagai berita yang tidak seksi, kurang laku dijual, dan terlebih tidak ada uangnya.
Suryani kemudian menceritakan pengalamannya selama memimpin lembaganya. Selama ini ia sering mengundang wartawan untuk meliput dan menulis tentang kegiatan mereka dalam mendampingi para pecandu narkoba. Tapi tidak banyak wartawan yang datang dan mau menulis. "Saya maklumi karena menulis kegiatan kami (narkoba) tidak ada uangnya. Beda dengan pemerintah atau lembaga lainnya, ada kegiatan berarti ada uang," katanya sinis.
Kalaupun masih ada satu dua orang wartawan yang mau menulis meskipun tidak ada uangnya, kata Suryani, namun judul tulisannya pun menyeramkan, menakutkan. Misalnya, polisi membekuk pecandu narkoba, pecandu narkoba dihukum sekian tahun. "Wah, judul itu sangat menakutkan, tapi bukan untuk membuat orang menjadi jera dan menjauhi narkoba," katanya.
Selain mengritik pers, Suryani juga mengritik pemerintah. Dikatakannya, perhatian pemerintah terhadap masalah narkoba, khususnya para pecandu narkoba selama ini masih kurang. "Selama ini, pemerintah hanya memikirkan pembangunan fisik. Pemerintah tidak pernah memikirkan kesehatan mental," katanya.
***
LALU, bagaimana pola penanganan terhadap pecandu narkoba sesuai pandangan Suryani? Suryani yang mendirikan yayasannya tahun 2005 dengan visi: Menyehatkan Masyarakat Sehat dengan Pendekatan Biopsikospirit-Sosiobudaya, mengatakan, berdasarkan hasil identifikasi selama pendampingan mereka selama ini, para pemakai narkoba itu umumnya berasal dari keluarga broken home. Mereka memakai narkoba sebagai salah satu bentuk pelarian dari masalah, dan ingin mendapat tantangan. Para pemakai ini ada yang berasal dari golongan menengah ke atas. Ada dari golongan menengah ke bawah, dan ada anak kurang pandai dan tidak terpelajar. Mereka umumnya masih berusia remaja.
Menurutnya, ada beberapa alasan yang mendorong mereka memakai narkoba. Antara lain remaja ingin menentang atau berontak terhadap peraturan dan lingkungan, ingin mendapatkan kedamaian, kebutuhan hidup yang tidak terpenuhi, serta stres yang tidak bisa diatasi.
"Jadi, faktor yang mendorong orang memakai narkoba bukan karena ada pengedarnya, lingkungannya atau orangtuanya menggunakan narkoba, tapi karena adanya keinginan dari dalam diri pengguna itu sendiri. Keinginan dari dalam diri itu dipicu oleh rasa keingintahuan, dan adanya masalah yang ada padanya.
Remaja menggunakan narkoba karena dia ingin menentang apa yang tidak boleh dia lakukan, karena stress, ingin mencari kedamaian, dan berbagai sebab lainnya. Karena itu, pada usia 10 tahun pertama, anak-anak harus diberikan kenyamanan, diberikan kasih sayang dan kebutuhan hidupnya harus terpenuhi," kata Suryani.
Itu sebabnya Suryani tidak setuju kalau para pecandu narkoba itu dihukum atau dipenjara. Menghukum atau memenjarakan para pecandu narkoba dinilainya tidak akan memecahkan masalah. "Orang sakit kok dipenjara," katanya.
Menurutnya, cara terbaik yang dilakukan untuk mencegah para pecandu narkoba ialah dengan cara persuasif. Para pecandu narkoba harus dipulihkan di panti terapi dan rehabilitasi. "Dipenjara tidak akan membuat pecandu kembali sehat dan meninggalkan kebiasaan-kebiasaannya," katanya.
Pola penanganan saat pecandu masuk panti rehabilitasi dilakukan dengan pendekatan Re-Frame Memory, yakni mengembalikan memori para pecandu agar kembali sehat dan baik seperti semula. Sehat dalam konteks ini adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
Re-Frame Memory itu dilakukan dengan mengikutsertakan para pecandu narkoba dalam berbagai kegiatan. Misalnya kegiatan olahraga, rekreasi ke tempat-tempat wisata, ke hutan lindung, menikmati keindahan alam, kegiatan organisasi, kegiatan seni dan budaya, meditasi dua kali sehari, relaksasi dan kegiatan- kegiatan positif lainnya. Dengan kegiatan-kegiatan tersebut, para pecandu diharapkan dapat menemukan jati dirinya sehingga bisa kembali ke jalan yang benar.
Kalakhar (Kepala Pelaksana Harian) BNN, Komjen Drs. Gories Mere, mengatakan, pemikiran Ny. Suryani itu sejalan dengan keinginan BNN. Itu sebabnya, pada tanggal 18 Februari 2009, para petinggi BNN yang dipimpinnya bertemu dengan Mahkamah Agung (MA), Harifin A Tumpa, untuk membicarakan masalah ini. Perjuangan BNN ini membuahkan hasil. Tanggal 17 Maret 2009, Ketua MA meminta agar para hakim di tingkat pengadilan tinggi dan negeri tidak buru-buru memvonis hukuman penjara bagi terpidana pemakai narkoba, melainkan bisa dikirim ke panti terapi dan rehabilitasi.
Menurut Tumpa, dalam Surat Edaran Nomor 07 Tahun 2009, sebagian besar dari narapidana dan tahanan kasus narkoba adalah termasuk kategori pemakai atau bahkan sebagai korban. Jika dilihat dari aspek kesehatan, mereka sesungguhnya orang- orang sakit. Karena itu, memenjarakan yang bersangkutan bukanlah langkah yang tepat karena telah mengabaikan kepentingan perawatan dan pengobatan.
"Sejatinya pengguna narkoba itu adalah korban. Mereka harus direhabilitasi dan dipulihkan, bukan dipenjara. Kalau dipenjara, mereka malah tak akan sembuh-sembuh," kata Kepala Pusat Pencegahan BNN, Brigjen Polisi Anang Iskandar. (habis)

Minggu, 25 Oktober 2009

Menuju Indonesia Bebas Narkoba: Bongkar dan Putuskan Rantai Peredarannya (2)

Laporan Kanis Jehola

BAHAYA narkoba saat ini tidak bisa dianggap sebagai masalah sepele. Makin hari makin banyak warga bangsa ini yang menjadi pecandu narkoba. Masalah ini tidak lagi hanya menjadi masalah bagi masyarakat yang tinggal di daerah perkotaan. Tapi kini sudah menyebar sampai ke semua kabupaten/kota di Indonesia. Bahkan telah sampai di tingkat rumah tangga.
Dana yang dihabiskan untuk mengurus masalah ini pun terus bertambah. Itu sebabnya Sekretaris BNN, Bambi Abimayu ketika menjadi moderator dalam diskusi panel Forum Silaturahmi Media Massa Anti Narkoba di Puri Saron Hotel, Seminyak, Kuta-Bali, Senin (5/10/2009), menyatakan bahaya narkoba merupakan salah satu musuh besar bangsa ini. Karena itu, kita semua, termasuk pers, harus bersama-sama memeranginya.
Mengapa bahaya narkoba menjadi musuh besar bangsa? Bambi Abimayu tentu punya alasan. Narkoba ternyata tak hanya menyebabkan 40 orang meninggal secara sia-sia setiap harinya atau 15.000 orang pertahun. Tapi peredaran barang haram yang kian gencar dan marak ini telah membuat bangsa ini mengalami kerugian ekonomi yang begitu besar. Setiap tahun nilai kerugian yang harus ditanggung bangsa ini akibat peredaran dan penyalahgunaan narkoba terus melonjak.
Berdasarkan Laporan Survai Penyalahgunaan Narkoba di Indonesia: Studi Kerugian Ekonomi dan Sosial Akibat Narkoba Tahun 2008 yang dilakukan BNN dengan Pusat Penelitian Kesehatan UI, kerugian biaya ekonomi akibat narkoba pada tahun 2008 mencapai Rp 32,4 triliun. Sementara Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) memperkirakan angka kerugian akibat narkoba pada tahun 2008 mencapai Rp 39 triliun. Kerugian tersebut termasuk kerugian pribadi sebesar Rp 34,8 triliun dan kerugian sosial yang diderita negara sebesar Rp 4,6 triliun.
Masih menurut hasil studi BNN dan UI, angka kerugian akibat narkoba pada tahun 2013 (dengan prediksi tingkat inflasi sebesar enam persen) diperkirakan akan melonjak hampir dua kali lipat, yakni Rp 57 triliun. PPATK malah memprediksi, kerugian ekonomi akibat narkoba pada 2013 mendatang bisa menyentuh angka Rp 60 triliun. Jika penanganan dan penanggulangan masalah ini tidak ditangani secara serius, maka potensi kerugian ekonomi yang terjadi akan jauh lebih besar dari yang diperkirakan.
Guna mencegah berkembangnya masalah narkoba dan mewujudkan cita-cita Indonesia Bebas Narkoba Tahun 2015, BNN kini tidak hanya melakukan kebijakan dengan pendekatan berbasis media massa.
Saat ini BNN telah membangun sebuah strategi berupa memperluas jaringan komunikasi yang berbasis masyarakat. BNN juga merangkul serta melakukan kerja sama dengan elemen-elemen lain yang dinilai potensial dalam melaksanakan P4GN ini. Kerja sama dengan elemen-elemen lain itu dilakukan dengan membangun jaringan berbasis keluarga, berbasis sekolah, berbasis tempat kerja, berbasis institusi, berbasis organisasi dan berbasis masyarakat. Juga menggelar lomba kampung bebas narkoba di Surabaya Jawa Timur. Sedikitnya 200 kampung ikut dalam lomba ini.
Upaya nyata lainnya yang telah dilakukan BNN saat ini ialah dengan menggandeng pihak Kepolisian Republik Indonesia (Polri) membongkar dan memutus rantai peredaran narkoba di tanah air. Berbagai operasi telah digelar dengan melibatkan berbagai pihak di dalam negeri dan luar negeri. Meski diakui bahwa tindakan tegas itu tak serta merta menurunkan angka kasus narkoba di Indonesia.
***
SELAIN operasi yang tak kenal lelah, bersama dengan negara ASEAN lainnya melalui gerakan Drug Free ASEAN (ASEAN Bebas Narkoba 2015) , Indonesia telah mengikrarkan diri untuk bebas dari narkoba pada tahun 2015. Ikrar itu telah dideklarasikan dalam rapat pejabat tingkat tinggi ASEAN untuk Narkoba pada 1-2 Agustus 2006 di Chiang Mai Thailand.
Ikrar bebas narkoba itu bukan hanya sebuah slogan tanpa aksi. Karena masalah narkoba juga berkaitan dengan jaringan internasional/antarnegara, maka pihak BNN juga telah melakukan upaya kerja sama dengan negara lain. Implementasinya, baru-baru ini BNN telah mensponsori pertemuan dengan para Kepala Badan Penegak Hukum Anti Narkoba se Asia dan Pasifik (Heads of National Drugs Law Enforcement Agencies Asia And The Pasific/Honlap) di Hotel Kartika Discovery, Kuta-Bali, 6-9 Oktober 2009. Honlap merupakan forum pertemuan yang bertujuan untuk saling menukar informasi serta memajukan kerja sama penegakan hukum dalam mencegah dan memberantas perdagangan gelap narkoba di kawasan Asia dan Pasifik.
Dalam pertemuan empat hari yang dihadiri delegasi 21 negara dengan tiga organisasi internasional (dari 53 negara anggota, sembilan negara asosiasi dan sejumlah negara peninjau dan organisasi internasional), dilaksanakan diskusi kelompok kerja dengan tiga tema utama, yakni tren perdagangan narkotika di kawasan Asia dan Pasifik, upaya memberantas produksi narkotika jenis amphetamine-type stimulantas (ATS), dan upaya menghilangkan keuntungan perdagangan narkotika.
Diskusi tiga tim itu bermuara pada kesimpulan dan rekomendasi, antara lain pentingnya peningkatan kerja sama antarnegara di kawasan Asia dan Pasifik, serta penyelarasan prosedur standar operasi yang terkait dengan pemberantasan pergerakan narkotika yang melintasi batas negara.
Rekomendasi lain yang dihasilkan adalah peningkatan pertukaran informasi antarnegara dan perhatian khusus terhadap sindikasi pengedar narkotika yang berasal dari kawasan Afrika Barat. Sindikasi asal Afrika Barat ini beroperasi melintasi batas negara sehingga untuk menanganinya diperlukan kerja sama, pertukaran data, dan komunikasi yang intensif antaraparat penegak hukum anti narkotika dari tiap negara di kawasan Asia dan Pasifik.
Terkait upaya meningkatkan kerja sama dalam penanggulangan produksi gelap ATS, negara-negara se Asia dan Pasifik sepakat untuk memperketat upaya pengawasan prekursor, mengantisipasi peningkatan penyitaan prekursor dan cara penanganannya. Sedangkan untuk menghilangkan keuntungan dari perdagangan gelap narkoba, disepakati untuk meningkatkan legislasi dan regulasi terkait perampasan aset tanpa adanya tuntutan pidana. (bersambung)

Jumat, 23 Oktober 2009

Menuju Indonesia Bebas Narkoba: Pers Harus Dirangsang (1)

Oleh Kanis Jehola



HARI Senin, 5 Oktober 2009 pukul 09.30 Wita. Mentari di Kuta-Bali panas menyengat, membakar kulit. Lima meter dari tempat kami melaksanakan kegiatan, para bule dengan pakaian seadanya terlihat asyik merendam badan di kolam renang. Ada yang duduk-duduk di kursi bersama anak. Ada yang tidur terlentang bersama pasangan di atas bale-bale yang sudah disediakan pengelola hotel di pinggir kolam itu. Mereka tampak santai menikmati minuman kaleng sambil memandang gulungan ombak Pantai Kuta.
Di ruang Mawar lantai II yang ada di salah satu dari tujuh bangunan megah Puri Saron Hotel, Seminyak, Kuta-Bali, berkumpul sekitar 40 orang wartawan. Mereka dari media cetak dan media elektronik. Para wartawan ini mengitari beberapa meja yang sudah disediakan panitia di ruang berukuran sekitar 9 x 10 meter itu. Satu meja untuk empat orang peserta.
Kehadiran para wartawan di tempat ini adalah atas undangan Badan Narkotika Nasional (BNN) yang mensponsori kegiatan Forum Silaturahmi Media Massa Anti Narkoba. Pertemuan di Bali ini merupakan yang kedua. Pertama dilakukan di Jakarta, Juli 2008 lalu.
Pertemuan kedua yang mengusung tema: "Pemberdayaan Media Massa dalam Mewujudkan Indonesia Bebas Narkoba 2015" itu sangat berbeda dengan pertemuan pertama di Hotel Sahid Jakarta tahun lalu. Perbedaan itu tidak hanya suasananya. Tapi juga jumlah peserta yang hadir.
Jika pada pertemuan pertama dihadiri artis, sejumlah duta anti narkoba dan para petinggi BNN, pertemuan kali ini sedikit lain. Tak satu pun duta narkoba yang hadir. Para petinggi BNN pun hanya diwakili Sekretaris BNN, Bambi Abimayu, dan Kabag Humas merangkap Ketua Panitia Penyelenggara, Drs. Sumirat Dwiyanto, M.Si, yang membawakan materi Kalakhar BNN, Drs. Gories Mere, serta dua orang staf sekretariat, Yessy, dan seorang rekannya. Juga hadir dua nara sumber dari luar BNN, yakni Drs. Tarman Azzam, dan Prof. Dr. dr. Luh Ketut Suryani, SpKJ (K). Jumlah wartawan peserta pun lebih sedikit dibanding pada pertemuan pertama.
Pertemuan kali ini lebih banyak menceritakan atau mensosialisasikan program kerja yang telah, sedang dan akan dilakukan BNN dalam rangka P4GN guna terwujudnya Indonesia Bebas Narkoba pada tahun 2015. Lantas, mengapa para pekerja pers ini diundang untuk menghadiri acara ini?
***
SAMA seperti pada pertemuan pertama di Jakarta tahun lalu, dalam pertemuan kedua ini BNN ingin menegaskan kembali harapannya agar media massa terus meningkatkan komitmennya dalam upaya pencegahan, pemberantasan, penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba (P4GN) guna terwujudnya cita-cita besar itu. Harapan meningkatkan komitmen ini makin terus digelorakan karena jumlah kasus narkoba saat ini terus meningkat.
Sekadar contoh, pada tahun 2003 tercatat 7.140 kasus narkoba dengan jumlah tersangka 9.717 orang. Namun, pada tahun 2008 jumlahnya melonjak menjadi 29.359 kasus dengan jumlah tersangka 44.694 orang. Dan, khusus Januari sampai Juni 2009 telah terungkap 13.958 kasus dengan jumlah tersangka 17.910 orang. Kelompok usia yang menjadi penyalahguna terbesar adalah kelompok di atas 29 tahun, yakni sebanyak 82.338 orang pada periode 2003-Juni 2009.
Meningkatnya jumlah kasus ini ditengarai karena tingkat pengetahuan sebagian besar masyarakat Indonesia akan bahaya narkoba masih tergolong rendah. Akses masyarakat dalam memperoleh informasi tentang bahaya narkoba masih sangat terbatas. Kondisi ini sangat dirasakan oleh masyarakat yang tinggal di daerah pedesaan/pelosok. Selain karena terbatasnya fasilitas teknologi, juga kurangnya komitmen pemerintah daerah serta elemen-elemen masyarakat yang ada.
Dalam konteks inilah peran media massa sangat penting. Media massa yang memiliki potensi untuk menyebarluaskan informasi dan pengetahuan mempunyai peran yang sangat penting dalam memberikan pemahaman kepada masyarakat dalam pencegahan bahaya penyalahgunaan narkoba. Lebih dari itu, media massa dinilai mampu mengarahkan pola pikir dan pandangan masyarakat dalam memahami bahaya narkoba, dan mampu mempengaruhi kebijakan pemerintah.
"Melalui forum ini, kami berharap dapat terbangun komitmen dan konsistensi serta social responsibility media massa terhadap masalah narkoba guna menyelamatkan anak-anak bangsa kita dari kehancuran akibat penyalahgunaan narkoba," kata Kalakhar BNN, Gories Mere, dalam materinya yang dipaparkan Sumirat Dwiyanto.
Ketua Dewan Kehormatan PWI, Drs. Tarman Azzam, yang membawakan materi tentang "Partisipasi Pers dalam P4GN Sebagai Bentuk Tanggung jawab Sosial" mengatakan, selama ini pers telah aktif dalam memerangi narkoba dengan aktif meliput berita anti narkoba. Namun diakuinya, peran pers belum maksimal karena pers sendiri mempunyai keterbatasan dalam melawan bahaya universal ini.
Tarman mengatakan, untuk mewujudkan cita-cita besar itu maka potensi pers harus dimanfaatkan. Ketidakmampuan memanfaatkan potensi pers, apalagi salah menggunakannya, bukan hanya merugikan pemerintah dan kegagalan anti narkoba, tapi dapat menjadi bumerang yang dapat merusak kehidupan nasional.
Agar bisa memanfaatkan potensi pers, maka pemerintah dan publik, termasuk BNN, harus mampu bersinergi dengan pers. "Tidak ada alasan bagi siapa pun untuk tidak membangun sinergi dengan pers, apalagi jika sampai bersikap takut dan tidak bersahabat dengan pers," katanya.
Tak hanya bersinergi. Menurut Tarman, pers juga harus dirangsang agar mau meliput dan menulis berita anti narkoba sebanyak mungkin. Untuk merangsang pers, Tarman mengusulkan beberapa cara, antara lain melakukan dialog atau melakukan kunjungan ke berbagai obyek, menggelar diskusi, seminar, lokakarya, dan sarasehan, penyebarluasan buku, brosur, buletin dan online, serta menggelar lomba karya jurnalistik. Juga memberi penghargaan kepada media/publik yang berjasa/berprestasi. (bersambung)

Jumat, 02 Oktober 2009

Lahirnya BLUD Air Minum: Masyarakat Wajib Mengawas (3)

Oleh Kanis Jehola

MESKI kewenangan pengambilalihan pelayanan berada di tangan BLUD, namun penggunaan kewenangan itu merupakan sesuatu yang tidak diharapkan. Kewenangan itu merupakan pilihan akhir yang mau tidak mau, suka atau tidak suka, harus 'dieksekusi' tatkala pihak operator atau perusahaan daerah sudah tidak bisa lagi memperbaiki kinerja pelayanannya.
Secara normatif, kriteria penilaian kinerja pelayanan PDAM untuk menentukan apakah perusahaan itu sehat atau tidak sehat, bisa dilihat dari cakupan pelayanannya. Makin besar pelayanan perusahaan daerah makin besar kinerjanya.
Aspek lainnya yang dinilai adalah berkaitan dengan upaya manajemen perusahaan dalam mengoptimalkan kinerja perusahaan. Juga dilihat dari neraca penjualan dan penerimaan hasil penjualan air, serta tingkat kebocoran yang ditoleransi. "Tingkat kebocoran yang ditoleransi di bawah 20 persen, lebih dari itu berarti tidak baik," kata Kepala Dinas PU NTT, Ir. Andre W Koreh, MT, kepada Pos Kupang, pertengahan September lalu.
Untuk memantau dan pengawasi kerja pihak operator, secara informal di setiap PDAM nantinya akan dibentuk badan pengawas. Personel badan pengawas ini akan diambil dari perusahaan sendiri dan juga dari tokoh masyarakat. Tugasnya mengawasi dan mengevaluasi kinerja perusahaan dalam memberikan pelayanan kepada para pelanggan air minum. Hasil evaluasi badan pengawas disampaikan ke BLUD. Bahan evaluasi badan pengawas itu akan dijadikan dasar bagi BLUD dalam melakukan evaluasi terhadap kinerja PDAM.
Selain pengawas informal, juga ada pengawas independen dari masyarakat. "Jadi, pengawasan terhadap kerja perusahaan daerah tidak hanya dilakukan oleh pengawas informal, tapi juga oleh masyarakat. Masyarakat yang independen juga wajib mengawasi perusahaan daerah dan pengawasan masyarakat ini sangat perlu," kata Andre.
Dibentuknya badan pengawas informal ini tidak untuk menakut-nakuti para pengelola perusahaan daerah. Sasaran utamanya untuk memperbaiki kinerja pelayanan perusahaan daerah kepada para pelanggan sehingga masyarakat pelanggan yang mendapat pelayanan perusahaan memperoleh kepuasan. Lebih dari itu, target pencapaian Millenium Development Goals (MDG's) agar pada tahun 2013 sekitar 80 persen masyarakat Kota Kupang bisa dilayani air minum bisa terpenuhi.
***
BAGAIMANA respons dari dua perusahaan daerah (PDAM) di Kota Kupang terhadap pembentukan BLUD ini. "Pada prinsipnya solusi yang dibuat Pemprop NTT itu kami dukung. Namun hal itu perlu disosialisasikan kepada kami, terutama mengenai hak dan kewajiban," kata Kabag Humas dan Pelanggan PDAM Kabupaten Kupang, Yusuf K Nope, kepada Pos Kupang, Rabu (16/9/2009).
Sebagai respons atas tantangan tersebut, dua perusahaan daerah (PDAM) di Kota Kupang tidak tinggal diam. Kini, dua perusahaan itu dengan caranya masing-masing sedang berusaha memperbaiki pelayanan kepada para pelanggan.
Khusus untuk PDAM Kabupaten Kupang, beberapa bulan lalu pihak perusahaan gencar melakukan sensus pelanggan dan mendata kebocoran. Tindak lanjut dari sensus itu, saat ini pihak manajemen sudah mulai secara bertahap memperbaiki jaringan pipa yang bocor. Tidak hanya itu, pihak perusahaan juga mengganti alat ukur/meteran pelanggan yang rusak. "Khusus untuk pergantian meteran pelanggan, kami lakukan secara cuma-cuma tanpa dipungut biaya," kata Nope berpromosi.
Selain memperbaiki jaringan pipa yang bocor, pihak manajemen juga sedang gencar membuka loket-loket pelayanan pembayaran rekening air di setiap kelurahan. Baru- baru ini PDAM Kabupaten Kupang telah membuka satu loket pelayanan di Kantor Kelurahan Bakunase yang akan mulai beroperasi tanggal 6 Oktober ini. Sekarang juga sedang dijajaki untuk membuka loket pelayanan pembayaran rekening air di bundaran PU.
Hingga saat ini pihak PDAM Kabupaten Kupang sudah membuka delapan loket pelayanan pembayaran rekening air pelanggan di Kota Kupang. Pembukaan loket pelayanan itu merupakan bagian dari upaya perusahaan untuk mendekatkan dan meningkatkan pelayanan kepada para pelanggan.
Lain dengan PDAM Kota Kupang. Untuk meningkatkan pelayanan kepada para pelanggan, perusahaan yang dinakhodai Noldy P Mumu, ST, ini kini sedang menjajaki kerja sama dengan PT Telkomsel. Kerja sama ini terkait kemungkinan pelanggan bisa mengetahui biaya pemakaian airnya melalui layanan short message service (SMS). Tujuannya agar pelanggan dapat mengetahui biaya yang disiapkan sebelum mendatangi loket pembayaran air.
Layanan SMS ini tidak hanya berkaitan dengan biaya pemakaian air, tapi juga meliputi pengaduan tentang kerusakan pipa, meteran ataupun layanan air minum yang kurang baik. Untuk layanan pengaduan, petugas PDAM membuka layanan melalui on line. Setiap pengaduan yang disampaikan melalui layanan SMS maupun on line langsung ditindaklanjuti dengan melakukan langkah perbaikan.
Saat ini, aset PDAM Kota Kupang mencapai Rp 20.605.695.772. Dana tersebut dialokasikan untuk lima jenis investasi, yakni investasi sumber air dan instalasi pipa, instalasi transmisi dan distribusi, pengadaan peralatan dan sarana, kendaraan bermotor dan kegiatan perencanaan, pengawasan dan pengembangan sarana. Langkah konkrit dari investasi tersebut, saat ini juga telah dibangun beberapa reservoir dan pembenahan jaringan pipa distribusi. Semua itu dilakukan dalam rangka perbaikan pelayanan kepada para pelanggan. (habis)

Rabu, 30 September 2009

Lahirnya BLUD Air Minum: Bukan Lembaga Tandingan (2)

Oleh Kanis Jehola

HADIRNYA BLUD Pengelolaan Air Minum memunculkan pertanyaan. Bagaimana peran dua lembaga PDAM yang ada di Kota Kupang saat ini? Apakah pembentukan BLUD Air Minum oleh Pemprop NTT ini merupakan lembaga tandingan bagi dua perusahaan air minum yang sudah ada di Kota Kupang?
"Saya perlu tegaskan bahwa BLUD itu bukan lembaga tandingan. Juga tidak tumpang tindih dengan tugas yang dijalankan dua PDAM yang sudah ada di Kota Kupang. Lembaga yang ada ini akan menjalankan tugasnya masing-masing. Posisi BLUD adalah mengatur dua operator ini," tegas Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) NTT, Ir. Andre W Koreh, MT, kepada Pos Kupang, Jumat (14/8/2009) lalu.
Hasil kajian Dinas PU NTT, ada dua persoalan dalam menangani masalah air minum di Kota Kupang selama ini. Pertama, masalah teknis, berkaitan dengan ketersediaan air, sistem jaringan dan pengelolaan air. Kedua, berkaitan dengan kelembagaan. Saat ini ada dua pengelola air minum di Kota Kupang. PDAM Kota Kupang melayani hampir 2.000 pelanggan dan PDAM Kabupaten Kupang melayani sekitar 26.000 lebih pelanggan.
"Berkaitan dengan masalah teknis ini telah dialokasikan dana APBN untuk me-review kembali desain air di Kota Kupang dengan indikator air mengalir 24 jam untuk pelanggan. Hasil review desain ini mulai dilaksanakan tahun 2010 mendatang. Diharapkan, pada tahun 2013, sekitar 80 persen penduduk Kota Kupang atau sekitar 60.000 pelanggan bisa dilayani," kata Andre.
Kembali ke soal tugas, antara BLUD dengan dua PDAM di Kota Kupang mempunyai tugas masing-masing. BLUD dengan kantornya di Jalan Tratai Naikoten I- Kupang/kantor lama Gubernur NTT nantinya akan dipimpin oleh orang-orang yang benar-benar profesional di bidangnya. Artinya, kepala BLUD harus mengerti betul manajemen dan pengelolaan air minum. Tidak dipersoalkan, apakah orang-orang tersebut berasal dari kalangan birokrat (pemerintah) atau dari swasta.
BLUD ini akan bertanggung jawab menyuplai air dari sumber mata air sampai ke operator atau reservoir (jaringan transmisi). Sedangkan distribusi air dari jaringan transmisi ke para pelanggan akan tetap menjadi tanggung jawab dari masing-masing PDAM, tentunya sesuai jumlah pelanggan yang sudah dilayani selama ini.
Demi memenuhi kebutuhan air warga Kota Kupang, pihak BLUD akan mengoptimalkan pemanfaatan air dari sumber mata air Tilong berkapasitas 150 liter/detik, dari mata air Baumata dan beberapa sumber mata air lainnya. Air yang diambil dari beberapa sumber mata air tersebut ditampung di beberapa reservoir yang sudah disiapkan atau yang sudah dibangun. Di reservoir tersebut nantinya akan dipasang meteran sebelum disambung ke pipa distribusi menuju ke rumah-rumah para pelanggan.
Saat ini, pihak BLUD sedang melakukan pembenahan dengan memasang jaringan perpipaan dari sumber mata air Tilong dan Baumata ke Kota Kupang. Untuk menampung air dari sumber mata air tersebut, di Kota Kupang akan segera dibangun reservoir.
Menurut Kasatker P3P, Ir. Teguh Budijono, yang dihubungi melalui layanan short message service (SMS) pada 18 September 2009, ada tiga reservoir baru yang dibutuhkan saat ini, yakni reservoir Patung Kirab berkapasitas 500 m3, reservoir Penfui berkapasitas 500 m3, dan reservoir Amabi berkapasitas 700 m3.
Pihak PDAM yang menggunakan air dari reservoir yang disiapkan BLUD untuk melayani para pelanggannya akan membayar ke BLUD sesuai banyaknya air yang dipakai PDAM untuk didistribusikan kepada para pelanggan. Tentunya sesuai jumlah pemakaian yang tertera dalam meteran yang dipasang di reservoir. Sementara PDAM selaku operator akan menarik retribusi pemakaian air dari para pelanggan sesuai pemakaiannya.
***
TAK hanya dalam hal menyiapkan dan mendistribusikan air kepada para pelanggan. Pihak BLUD juga bertanggung jawab untuk menangani semua jaringan mulai dari sumber mata air sampai pada reservoir. Perawatan dan perbaikan kerusakan jaringan pipa mulai dari sumber mata air sampai pada reservoir, bahkan terhadap pemeliharaan reservoir itu sendiri menjadi tanggung jawab BLUD. Sedangkan pihak PDAM akan bertanggung jawab terhadap seluruh jaringan distribusi mulai dari reservoar sampai ke rumah-rumah penduduk. Semua kerusakan jaringan mulai dari reservoir sampai ke rumah pelanggan akan menjadi tanggung jawab operator/PDAM.
Meski tugas dari masing-masing lembaga itu sudah diatur secara jelas, namun pihak BLUD akan tetap mengevaluasi tugas pengelolaan dan pelayanan yang dilakukan pihak PDAM. Evaluasi itu akan dilakukan setiap tahun. Jika dalam evaluasi ternyata pelayanan pihak PDAM kepada para pelanggan memuaskan, maka pihak BLUD akan terus menyerahkan pelayanan itu kepada pihak PDAM.
Sebaliknya jika dalam evaluasi ditemukan ada masalah, baik dalam hal pelayanan maupun jaringan distribusinya, maka tidak tertutup kemungkinan pihak BLUD melakukan intervensi terhadap masalah yang dihadapi, baik soal jaringan distribusinya maupun pelayanan kepada para pelanggannya. Termasuk jaringan air tanah yang mengganggu pelayanan kepada masyarakat.
Jika masalah seperti itu akan terus terjadi pada operator (PDAM), maka pihak BLUD bisa membuat langkah yang lebih ekstrim lagi, yakni pengelolaan bisa diserahkan kepada operator atau PDAM yang dinilai berkinerja baik dari segi pelayanannya. Atau BLUD bisa mengambilalih seluruh pelayanan dan pembenahan jaringan distribusi. Kewenangan mengambilalih itu merupakan salah satu butir hasil MoU antara Pemprop (Gubernur) NTT dengan Bupati Kupang dan Walikota Kupang, 3 Mei 2009 lalu. (bersambung)

Lahirnya BLUD Air Minum: Basah 24 Jam (1)

Oleh Kanis Jehola

PENGANTAR--Krisis air bersih di Kota Kupang saban tahun terjadi. Seperti penyakit kronis, sulit diatasi. Masyarakat kota mengeluh, berteriak. Tak ada yang dengar, tak ada yang gubris. Pasalnya? Yang melayani air bersih pemerintah daerah lain, sementara pemkot memakai jurus walahualam saja. Kini, wadah baru lahir, Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Pengelolaan Air Minum Propinsi NTT. Apa dan bagaimana kiprah BLUD? Penyelamat? Ikuti laporannya mulai hari ini.


HARI Jumat, 7 April 2006, sekitar pukul 11.00 Wita. Saat itu di ruang kerja Kepala Sub Dinas Permukiman dan Tata Ruang Dinas Kimpraswil NTT (Kini ruang Kabid Cipta Karya Dinas PU NTT, Red) di Jalan Soekarno-Fontein-Kupang. Di sana dilakukan rapat koordinasi antara wakil dari Pemerintah Propinsi (Pemprop) NTT dengan wakil dari Pemerintah Kota (Pemkot) Kupang.
Pemprop NTT diwakili beberapa pejabat dari Dinas Kimpraswil NTT saat itu, antara lain Kepala Dinas, Ir. Piter Djami Rebo, M.Si, Kasubdin Kimtar, Ir. Andre W Koreh, Ir. Fredik Allo, serta Satker P3P, Ir. Frans Pangalinan. Sedangkan pihak Pemkot Kupang dihadiri, antara lain Sekot Kupang, Jonas Salean, S.H, M.Si, Kepala Bappeda Kota Kupang, Ir. Nicky Ully, dan Kadis Kimpraswil Kota Kupang, Ir. Lay Jaranjoera, M.Si.
Rapat koordinasi itu membahas penanganan infrastruktur perkotaan, terutama yang berkaitan dengan peningkatan pelayanan dan pengembangan prasarana di Kota Kupang. Tujuannya, mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan perkotaan serta peningkatan infrastruktur menuju Kota Kupang yang baik, sesuai moto Kota KASIH.
"Dalam rapat ini, kita akan rumuskan bersama langkah-langkah yang akan kita buat, baik jangka pendek maupun jangka menengah, dalam rangka menuju Kota Kupang sebagai Kota KASIH," kata Djami Rebo saat itu.
Tak selesai dengan rapat yang berlangsung sekitar dua jam itu. Selesai rapat itu dilanjutkan dengan pembentukan tim kelompok kerja (Pokja). Unsur-unsur dari tim pokja ini berasal dari Dinas Kimpraswil NTT dan Pemkot Kupang. Tugas tim ini, yakni mengidentifikasi kondisi-kondisi fisik serta fungsi pelayanan dari prasarana- prasarana yang ada di Kota Kupang. Setelah diidentifikasi akan dilakukan analisa pemecahan masalah untuk penanganannya.
Aspek kajian dari analisis tim ini menyangkut dua hal pokok. Pertama, berkaitan dengan masalah teknis/kondisi tingkat pelayanan dan pengembangan. Kedua, berkaitan dengan kewenangan propinsi dan kota serta apa-apa yang perlu ditangani bersama. Kewenangan ini berkaitan masalah pendanaan.
Beberapa program prioritas yang harus segera dijalankan, yakni berkaitan dengan rencana tata ruang; berkaitan dengan prasarana kota, meliputi jalan kota, drainase kota, bangunan pengendalian banjir dan pengamanan pantai, sanitasi, air bersih, perumahan dan pemukiman, persampahan dan kebersihan/keindahan kota.
Pemprop NTT merasa berkepentingan untuk memikirkan penanganan masalah infrastruktur di Kota Kupang, karena Kota Kupang juga merupakan Ibu kota Propinsi NTT. Sebagai Ibu kota Propinsi NTT, peran propinsi juga harus ada dalam pembenahan kota ini. Tentunya lewat tindakan operasionalnya.
***
MESKI rapat koordinasi itu sudah berlangsung lama, tapi kenyataannya masih begitu banyak masalah yang terus membelit kehidupan masyarakat di Kota Kupang. Berbagai masalah tersebut hingga saat ini belum bisa diselesaikan. Salah satu masalah serius yang masih terus terjadi hingga saat ini ialah masalah air bersih atau air minum.
Masalah air minum ini merupakan masalah yang sering dikeluhkan dan hampir sulit terpecahkan. Saban tahun, masyarakat di kota ini selalu dililit masalah ini. Jaringan atau pipa PDAM ada, tapi kering karena airnya tidak mengalir berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun. Untuk memenuhi kebutuhan air sehari-hari, warga kota ini terpaksa membeli air dari mobil tangki. Selain harganya mahal, juga belum tentu terjamin dari segi higienisnya.
Berlarut-larutnya penyelesaian masalah air minum ini terjadi karena air minum yang digunakan oleh masyarakat di Kota Kupang adalah air yang disuplai atau didistribusikan oleh PDAM Kabupaten Kupang. Singkat kata, masyarakat di kota ini dilayani oleh pemerintah dari kabupaten lain. Airnya juga dari kabupaten lain. Kondisi ini mengakibatkan saluran komunikasi antara penyedia jasa dan pelanggan tersumbat. Ketika terjadi masalah, para pelanggan air minum sulit mengkomplain penyedianya.
Pemerintah Kota Kupang sejak setahun lalu berupaya mengatasi persoalan air minum yang dialami warganya dengan membentuk PDAM sendiri. Tapi upaya ini tampaknya juga belum maksimal dan belum bisa memecahkan persoalan yang dihadapi warga Kota Kupang. Sebab, pelanggan air minum yang ditangani PDAM Kota Kupang hingga saat ini belum sampai 2.000 pelanggan, jauh di bawah jumlah pelanggan yang dilayani PDAM Kabupaten Kupang sekitar 26.000 lebih pelanggan.
Selain masih sedikitnya jumlah pelanggan yang ditangani Pemkot Kupang melalui PDAM yang telah dibentuknya, belum terpecahkannya masalah air minum ini juga karena masih terbatasnya sumber mata air yang digunakan. Juga jaringan distribusi yang digunakan oleh PDAM Kota Kupang untuk para pelanggannya belum dibenahi secara baik.
Awal September lalu, warga perumahan Puri Indah Oebufu mengeluh karena sudah enam bulan lebih mereka tidak mendapat pelayanan air minum dari PDAM Kota Kupang. Masalah yang terjadi, sebagaimana diakui Direktur PDAM Kota Kupang, karena jaringan distribusi menuju perumahan itu belum dibenahi. Selama ini, pemasangan jaringan distribusi itu terkesan asal jadi.
Belum terpecahkannya masalah air minum yang dihadapi masyarakat Kota Kupang oleh dua PDAM yang ada di kota ini memaksa Pemprop NTT harus turun tangan menanganinya. Upaya itu dilakukan dengan membentuk Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Pengelolaan Air Minum berdasarkan Surat Keputusan (SK) Gubernur NTT tanggal 28 Juni 2009. Pembentukan BLUD ini diharapkan dapat meningkatkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat pelanggan air minum di Kota Kupang. Cita-cita agar air mengalir dan membasah selama 24 jam bisa terwujud. "Pemprop NTT merasa berkepentingan menangani masalah air bersih ini karena masalah ini sangat vital. Selain itu, air yang dipakai untuk melayani masyarakat Kota Kupang ini adalah lintas kabupaten," kata Kepala Dinas PU NTT, Ir. Andre W Koreh, MT. (bersambung)

Senin, 16 Maret 2009

Dunia Kehilangan 70 Juta Hektar Hutan dalam 15 Tahun

ROMA, PK -- Dunia kehilangan 70 juta hektar hutan dalam 15 tahun antara 1990-2005. Demikian laporan Organisasi Pertanian dan Pangan PBB (FAO) yang disiarkan, Senin (16/3/2009).
Menurut laporan berjudul "State of the World's Forest", kebanyakan penggundulan hutan terjadi di Amerika Selatan, Afrika, dan Karibia. Faktor pemicu pengurangan luas hutan terutama didorong tingginya harga pangan dan bahan bakar akan mendorong kegiatan pembersihan hutan bagi produksi hewan ternak dan lahan pertanian untuk menghasilkan makanan, sumber nafkah, dan bahan bakar bio.
Dari 1990 sampai 2005, Amerika Latin kehilangan 64 juta hektar hutan. Luasan ini mewakili sebanyak tujuh persen dari seluruh jumlah hutan di dunia, kata laporan tersebut.
Afrika kehilangan delapan juta hektar hutan dari 1990 sampai 2005. Di Afrika, kehilangan hutan tampaknya akan berlanjut dengan kebijakan saat ini. Laporan tersebut menegaskan bahwa kemarau yang kian sering terjadi, turunnya pasokan air, dan banjir akan merusak upaya guna mengelola hutan Afrika secara berkelanjutan.
"Di Asia dan Pasifik, tempat lebih dari separuh penduduk dunia dan sebagian negara yang berpenduduk paling padat di dunia, tuntutan akan kayu dan produk kayu diperkirakan terus naik sejalan dengan pertumbuhan penduduk dan penghasilan," kata laporan itu.
FAO menyatakan langkah penggurunan di negara berkembang tampaknya tak akan turun dalam waktu dekat. (kompas.com)

Kamis, 05 Maret 2009

Perampokan di Dikbud TTS: Uang Habis Sebelum Dirampok

Laporan Muhlis Al Alawi


SOE, PK--Penyidikan kasus hilangnya uang senilai Rp 878.067.994 di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), kini mulai ada titik terang. Penyidik Polres TTS mendapat fakta bahwa uang senilai Rp 878 juta lebih itu sudah habis dipakai empat hari sebelum 'digasak' para perampok.
Kepala Kepolisian Resor (Kapolres) TTS, AKBP Suprianto, menyampaikan itu kepada Pos Kupang, saat ia meninjau lokasi pelantikan Bupati dan Wakil Bupati TTS, Kamis (5/3/2009) siang.
"Tiga hari lalu polisi mendapat keterangan berharga dari saksi kunci bahwa uang yang diklaim hilang itu sudah habis tanggal 15 Februari. Soal siapa saja orang yang memakai dan menghabiskan uang, itulah yang masih didalami oleh penyidik Polres TTS. Polisi menemukan adanya indikasi tindak pidana yang lebih besar di balik skenario perampokan uang di Dinas Dikbud TTS," kata Suprianto.
Ia menjelaskan, polisi mendapatkan fakta itu setelah memeriksa salah seorang saksi kunci. Untuk sementara, tegas Suprianto, identitas saksi kunci belum bisa dipublikasikan untuk kepentingan keamanan saksi.
Kendati demikian, lanjut Suprianto, saksi kunci itu menjadi titik terang bagi penyidik Polres TTS untuk mengungkap motif sesungguhnya dari kasus hilangnya uang senilai ratusan juta rupiah di Dinas Dikbud TTS.
Tidak hanya saksi kunci, demikian Suprianto, status pemilik obeng yang dijadikan sebagai alat pencungkil jendela di Dinas Dikbud dan Dishub TTS sudah terlacak. Pemilik obeng teridentifikasi setelah polisi meng-crosscheck ke toko yang menjual barang tersebut. "Baik pembeli obeng maupun pemilik toko sudah kami periksa dalam kasus ini," kata Suprianto.
Terhadap fakta itu, Suprianto menyatakan, para pelaku sudah merencanakan aksi itu satu minggu sebelumnya. Kesimpulan itu ia peroleh berdasarkan waktu pembelian obeng yang terjadi satu minggu sebelum peristiwa kehilangan uang di Dinas Dikbud dan Dishub TTS.
Ditanya apakah modus perampokan yang dilaporkan para penjaga kantor hanya rekayasa belaka? Suprianto mengatakan, ada kesan rekayasa dan tindak pidana lain dalam kasus ini.
Ia memastikan kasus kehilangan uang bukan karena dirampok. "Yang jelas ini kasus bukan perampokan. Ada kasus lain di balik skenario yang mereka buat. Sepertinya direkayasa dan ada tindak pidana lain," papar Suprianto.
Mengenai jejaring dan dalang perekayasa hilangnya uang senilai Rp 878 juta lebih di Dinas Dikbud TTS, Suprianto mengatakan, jejaring orang yang berperan dan perencana sekaligus eksekutor sudah diketahui polisi. Bahkan, dalam jejaring perekayasa itu tidak tertutup kemungkinan adanya keterlibatan pejabat tertentu. "Ada jejaring dan eksekutornya. Tetapi bila saya ungkapkan sekarang terlalu dini. Yang jelas dari olah tempat kejadian perkara (TKP) dan pemeriksaan nanti ada keterkaitan. Bila ada kesesuaiannya antara TKP, saksi dan orang yang sudah ditetapkan tersangka nanti baru kami tersangka baru. Dan, saat ini sudah mengarah ke sana," jelasnya.
Tentang uang yang menjadi barang bukti dalam kasus ini, Suprianto tidak mempermasalahkannya karena uang yang diklaim hilang itu sudah habis dipakai sebelum dicuri.
Ia menyatakan, justru dari fakta itu polisi akan mengembangkan lebih dalam dengan melacak penggunaan uang sebelum dinyatakan hilang. "Masalah duit kan sudah habis sebelum tanggal 15 Februari 2009. Dan, kasus inilah yang nantinya akan kami dalami dan lacak. Yang jelas uang sebesar Rp 800 juta lebih itu akan kami lacak larinya ke mana. (aly)

Jumlah Uang yang Dirampok:
----------------------------------------------------------
Pemilik ! Jumlah ! Keterangan
---------------------------------------------------------------------------------------------------
Subdin Sarpen ! Rp 294.497.994 ! Dana rutin triwulan II, III, IV dan pajak rekanan
Subdin Pemuda
dan Olahraga ! Rp 209.970.000 ! Dana kegiatan Popda di Alor
Subdin Program ! Rp 30 juta ! Pajak makan dan minum
Bendahara Umum ! Rp 313.600.000 ! Uang lauk pauk pegawai Dikbud TTS
Bendahara Cabang
Dikbud SoE ! Rp 30 juta ! Titipan
--------------------------------------------------------------------------------------------------
Total Rp 878.067.994.
--------------------------------------------------------


Jejak Kasus Kehilangan Uang
Rp 878 Juta di Dikbud TTS

1. Kamis, 19 Februari 2009. Enam perampok bersenjata pistol dan bertopeng berhasil menggasak duit milik Dinas Dikbud TTS sebesar Rp 878 juta lebih pada Kamis (19/2/2009) dinihari
2. Jumat, 20 Februari 2009. Polisi menyatakan jumlah uang hilang dalam kasus perampokan di Dinas Dikbud dan Dinas Perhubungan TTS masih diperdebatkan. Belum bisa dipastikan angka kerugian yang diderita masing-masing dinas dalam kasus perampokan pada Kamis (19/2/2009) dinihari.
3. Sabtu, 21 Februari 2009. Keterangan beberapa subdin yang mengklaim uangnya hilang digasak perampok saat dititip di ruang brankas Bagian Keuangan Dinas Dikbud TTS masih diragukan. Untuk memastikannya, penyidik Reskrim Polres TTS akan menelusuri pertanggungjawaban penggunaan dana masing-masing Subdin Dinas Dikbud TTS.
4. Senin, 23 Februari 2009. Meski belum terungkap pelakunya, Polres TTS mulai mengendus tersangka kasus perampokan di Dinas Perhubungan dan Dinas Dikbud pada Kamis (19/2/2009). Tersangka kasus ini akan diungkap dengan jejak-jejak yang ditinggalkan para pelaku usai menjarah harta benda dua instansi di Pemkab TTS tersebut.
5. Selasa, 24 Februari 2009. Penyidik Polres TTS menetapkan tiga orang tersangka dalam kasus tersebut, yang dua diantaranya berasal dari dalam instansi itu. Tiga orang jadi tersangka, yakni Eben Liunome (Bendahara Dinas Dikbud TTS), Petrus Nitsae (Penjaga malam kantor Dikbud TTS) dan Jidro Faot (Anggota Satpol PP TTS).
6. Rabu, 25 Februari 2009. Polisi mulai mengendus modus perampokan hilangnya uang di Dinas Dikbud TTS mencapai ratusan juta rupiah yang terjadi Kamis (19/2/2009) belum terbukti.
7. Kamis, 26 Februari 2009. Penyidik Reskrim Polres TTS memeriksa Kepala Dinas Dikbud TTS, Drs. Danial A Pobas selama lima jam dari pukul 09.00 Wita hingga pukul 14.00 Wita di Mapolres TTS. Pobas diperiksa sebagai saksi korban dalam kasus hilangnya dana di Dinas Dikbud TTS.
8. Senin, 2 Maret 2009. Polisi menyatakan tiga tersangka, yakni Bendahara Dikbud TTS, Eben Liunome, penjaga malam, Petrus Nitsae dan Anggota Satpol PP TTS, Jidro Faot belum menyebut keterlibatan orang lain dalam kasus ini. (aly)

Minggu, 22 Februari 2009

Aniaya Tahanan Hingga Tewas: Enam Polisi Dibebaskan

Laporan Adiana Ahmad

WAINGAPU, PK -- Meski berkas berita acara pemeriksaan (BAP) masih belum lengkap, enam anggota polisi yang menjadi tersangka yang menganiaya tahanan sampai tewas, yakni Ipda Rony Wijaya, Brigpol Muhammad Taher Tauyib, Briptu Damianus Asa, Briptu Muhammad Basri, Bripda Agus Anmuni dan Bripda Polykarpus Tala, dibebaskan dari tahanan sejak 8 Februari 2009 karena masa tahanannya sudah habis.
Kapolres Sumba Timur, AKBP Tetra M Putra, S.H melalui Kasat Reskrim, Iptu Wilson Pasaribu yang dikonfirmasi Pos Kupang, Rabu (18/2/2009) malam, mengatakan, keenam tersangka itu bebas karena alasan hukum yakni masa tahanan sudah habis.
Para tersangka itu, kata Wilson, sudah dua kali diperpanjang masa tahanannya. Dan sesuai ketentuan dalam KUHP, katanya, masa penahanan para tersangka tidak dapat diperpanjang lagi sehingga mereka harus dibebaskan demi hukum.
Wilson mengatakan bahwa penyidik serius menangani kasus tewasnya tahanan di Mapolsek Lewa karena ini kasus kriminal itu menyita perhatian publik. Namun ketika dilimpahkan ke kejaksaan, berkas perkara para tersangka dikembalikan lagi karena belum lengkap.
"Kita sudah berupaya maksimal. Namun kondisinya seperti ini, bukan kita yang salah. Kalau kita menahan orang tanpa ada dasar hukum kita bisa disalahkan dan bisa dituntut," kata Wilson.
Sementara salah seorang penyidik Kejari Waingapu, Feby Dwiyandospendy, S.H mengatakan, pihaknya tidak bermaksud mempersulit penyidik polisi. Setiap berkas perkara yang dikembalikan ke penyidik karena belum lengkap. "Percuma kalau kita paksakan kalau BAP belum lengkap. Hasil akhirnya di pengadilan tersangka akan bebas," kata Feby.
Dia mengatakan, khusus kasus Lewa, berkasnya dikembalikan karena ada keterangan saksi yang berbeda-beda. Padahal tersangkanya sama. Karena itu, katanya, jaksa memberikan petunjuk kepada penyidik untuk memperbaiki berkas perkara yang ada. (dea)

Somasi: Subyektivitas Penyidik

KOORDINATOR Sentral Advokasi Masyarakat Sipil (Somasi) Sumba Timur, Oktavianus Landi mengatakan, bebasnya para tersangka merupakan akibat dari bolak-baliknya BAP para tersangka antara penyidik dengan jaksa.
Selain itu, kata Okta, keberpihakan penyidik Polres Sumba Timur terhadap para tersangka juga terlihat sangat jelas. Penggunaan pasal 351 KUHP untuk menjerat para tersangka, kata Okta, kurang tepat karena kasus Lewa tidak bisa dikategorikan penganiayaan biasa.
Okta mengatakan, jika benar-benar penyidik melihat dengan jernih kasus ini, seharusnya pasal yang tepat untuk para tersangka, yakni pasal berlapis yakni pasal 354 tentang penganiayaan berat yang menyebabkan orang tewas dengan ancaman hukuman maksimal 10 tahun, dan pasal 170 tentang pengeroyokan yang menyebabkan kematian seseorang dengan ancaman penjara maksimal 12 tahun.
"Yang menjadi pertanyaan, mengapa penyidik tidak menggunakan pasal ini, malah menggunakan pasal 351 KUHP. Di sini terlihat jelas keberpihakan penyidik bahwa kasus ini seperti penganiayaan biasa. Dengan menerapkan pasal 351 kepada para tersangka dimana ancaman hukumannya maksimal tujuh tahun atau di bawah sembilan tahun, menjadi alasan bagi penyidik untuk tidak memperpanjang lagi masa penahanan para tersangka. Padahal kalau para tersangka dijerat dengan pasal 354 dan 170 KUHP, masa penahanan para tersangka bisa diperpanjang lagi. Hal ini sesuai amanat UU KUHAP Nomor 8 tahun 1981 pasal 29 yang merupakan pengecualian dari pasal 24, pasal 25 dan pasal 26 undang-undang yang sama," kata Okta.
Dalam pasal tersebut, jelas Okta, dikatakan terjadi pengecualian menyangkut masa penahanan tersangka atau terdakwa dalam pasal 24, 25 dan 26 yakni jika tersangka atau terdakwa menderita gangguan fisik atau mental yang berat yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter atau perkara yang sedang diperiksa diancam dengan pidana penjara sembilan tahun atau lebih.
"Jadi subyektivitas penyidik terlihat jelas. Saya juga melihat ada sikap canggung penyidik untuk memproses para tersangka. Apalagi dalam kasus ini ada indikasi keterlibatan dari Kapolsek Lewa, Ipda Rony Wijaya yang nota bene bekas atasan para penyidik. Sikap ini dapat dilihat dari pelaksanaan rekonstruksi yang tidak melibatkan para tersangka," demikian Okta.
Ia mengatakan, lazimnya dalam proses rekonstruksi, peran yang diwakilkan hanya korban. Sedangkan para tersangka dan saksi tidak pernah atau jarang diwakilkan. "Jika alasannya para tersangka tidak mau, mengapa tidak dipaksa? Kalau masyarakat sipil bisa, mengapa giliran anggota Polri tidak bisa? Apakah dengan peran yang diwakilkan, penyidik berani jamin bahwa hasil rekonstruksi sesuai fakta di lapangan? Rekonstruksi itu kan untuk melihat apakah BAP yang ada sesuai fakta atau tidak," kata Okta.
Selain pasal 354 dan pasal 170 KUHP, demikian Okta, para tersangka juga bisa dijerat dengan UU Nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Azasi Manusia. Dalam kasus ini, jelasnya, Kapolsek Lewa, Ipda Rony Wijaya bersama anak buahnya menangkap dan dalam proses penangkapan itu mereka melakukan penganiayaan berat yang kejam, tidak manusiawi dan merendahkan derajat kemanusiaan terhadap korban Lu Kamangi, Diki Takajanji dan Jamma Landutana sebagai tahanan yang berada dalam pengawasan Polsek Lewa. Tindakan polisi ini yang menyebabkan Lu Kamangi meninggal dunia dan penderitaan berat Diki Takajanji dan Jamma Landutana.
Perbuatan ini, kata Okta, merupakan kejahatan kemanusiaan yang melanggar pasal 9 butir (f) UU Nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Juga, PP Nomor. 2 tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Polri pasal 6 poin (q) tentang penyalahgunaan wewenang dan poin (j) tentang larangan keberpihakan dalam perkara pidana yang sedang ditangani, poin (k) larangan memanipulasi perkara dan poin (n) tentang larangan mempengaruhi proses penyidikan untuk kepentingan pribadi sehingga mengubah kebenaran materil perkara.
Okta menilai apa yang terjadi dalam penanganan kasus penganiayaan tahanan hingga tewas di Mapolsek Lewa bertolak berlakang dengan semangat reformasi yang sedang dilakukan Kapolri.
Okta menyarankan, jika dalam kasus ini, penyidik Polres Sumtim tidak mampu bersikap obyektif sebaiknya Polda NTT mengambil alih penanganannya.
"Kasus besar yang pelakunya jelas saja keadaannya seperti ini. Bagaimana dengan kasus lain yang lebih ringan yang dilakukan anggota Polri terhadap masyarakat?" tambahnya.
Dia mengungkapkan, jika kasus ini berlarut-larut pihaknya akan menyurati Komnas HAM di Jakarta. "Kebetulan kami punya jaringan di Komnas HAM yang bisa dihubungi setiap saat. Kami akan coba konsultasi dengan mereka," tambah Okta.
Sementara itu, Forum Organisasi Rakyat (FK ORA) Sumba Timur, Wunu Ngita Amah meminta polisi dan kejaksaan serius mengusut kasus ini karena menyangkut nyawa manusia.
Apalagi pelakunya polisi yang notabene tempat masyarakat mencari perlindungan. "Masyarakat biasa yang curi ayam, cepat sekali diproses dan dihukum tapi kalau polisi yang melanggar hukum kesannya begitu sulit," demikian Ngita Amah. (dea)

Kamis, 19 Februari 2009

Kasus perampokan uang di Kupang:

* 3 Nopember 2008: Para pencuri menggasak uang Rp 52 juta di brankas SMA Negeri 2 Kupang Tengah, Baumata.
* 26 Nopember 2008: Gerombolan pencuri menggasak uang Rp 5 juta di Kantor Camat Kupang Tengah.
* 28 Nopember 2008: Para pencuri menggasak uang Rp 97 juta dari dua brankas di SMP Negeri 2 Kupang Tengah, Baumata, Kabupaten Kupang.
* 31 Januari 2009: Para pencuri menggasak uang Rp 34 juta lebih dari dua brankas di ruang kepala sekolah SMP Negeri 11 Naimata-Kupang.
* 5 Pebruari 2009: Kantor Dinas Perhubungan NTT di Jalan Palapa, Kecamatan Oebobo, dimasuki tiga orang pencuri. Saat itu, para pencuri terlebih dahulu melumpuhkan Stefanus Dala, salah seorang petugas jaga malam dengan cara diikat di ruangan arsip. Namun, dalam kejadian itu tidak ada inventaris kantor maupun uang yang hilang.
-----------
Sumber: Olahan Pos Kupang. (kas)

Kasus Uang Hilang di Lingkup Pemkab TTS

* 7 Maret 2006: Koordinator Unit Pengelola Kegiatan Program Pengembangan Kecamatan (UPK PPK) Amanatun Utara, Sefrit Jemy Nome (35) dirampok teku. Uang senilai Rp 218 juta untuk pembangunan sarana dan prasarana fisik yang baru diambil dari Bank BRI Niki-Niki raib digasak teku saat Nome melewati perbatasan antara Kecamatan Amanuban Timur dan Kecamatan Amanatun Selatan, tepatnya di Dusun Tuateta, Desa Teluk, Kecamatan Amanuban Timur.
* 7 Juni 2006: Brankas berisi uang ratusan juta rupiah di Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Holtikultura Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) dibobol maling. Tapi saat itu, si pencuri tidak mendapatkan hasil apapun. Pencuri hanya mendapatkan kotak kosong yang ia dapatkan dari salah satu brankas yang berhasil dijebolnya.
* 19 April 2007: Pencuri berhasil menggondol uang operasional SMPN Amanuban Timur senilai Rp 76.470.000. Diduga, pencuri masuk dengan mencungkil pintu ruangan kepala sekolah yang di dalamnya terdapat dua brankas penyimpan uang. Dana yang raib itu adalah dana biaya operasional sekolah (BOS) dan dana Decentralized Basic Education Programe (DBEP).
* 28 Agustus 2007: Kantor Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) SoE dibobol pencuri. Pencuri berhasil membawa kabur brankas berisi uang Rp 25 jutaan di Bagian Keuangan RSUD SoE.
* 6 Oktober 2007: Uang senilai Rp 15.795.600 yang tersimpan di cash box di ruangan bendahara kantor Bappeda TTS raib disikat maling.
* 12 Juli 2008: Maling membobol ruang asisten Setkab TTS dan bendahara Bagian Umum Setkab TTS. Dalam aksi itu, pencuri berhasil menggondol uang honor Asisten II Setkab TTS, Drs. Salmun Tabun, M.Si sekitar Rp 3 jutaan. Pencuri juga mengambil satu buah hand phone merk Hi-Tech warna hitam yang disimpan di laci meja Tabun.
* 24 Juli 2008: Kantor Dikbud TTS dibobol maling. Pencuri berhasil masuk ke ruang kepala tata usaha dinas itu dengan mencungkil pintu masuk dengan benda keras. Tidak ada barang yang hilang dalam kejadian tersebut.
* 24 Nopember 2008: Dana Pemilu Legislatif milik KPUD TTS senilai Rp 100 juta raib saat ditaruh di salah satu laci mobil Toyota Kijang LX bernomor polisi DH 126 C yang diparkir di halaman Toko UD Hikmah, Kelurahan Taubneno, Kecamatan Kota SoE. Uang itu hilang setelah dua penumpang, masing-masing Ny. Yani Tululipe, Oktavianus T.U Prianggu dan satu pengemudinya, Trianus Issu meninggalkan kendaraan roda empat milik KPUD TTS dalam keadaan terkunci.
* 19 Pebruari 2009: Enam perampok bertopeng dan bersenjata pistol menggasak uang milik Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten TTS senilai Rp 800 jutaan. Pada saat hampir bersamaan enam perampok yang diduga sama orangnya juga berhasil membawa kabur uang Rp 2,9 juta di Dinas Perhubungan (Dishub) TTS. (aly)

Sumber: olahan Pos Kupang.

Perampok Gasak Rp 800 Juta

Laporan Muhlis Al Alawi

SOE, PK---Enam perampok bertopeng dan bersenjata pistol menggasak uang milik Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) senilai Rp 800 jutaan, Kamis (19/2/2009) dinihari. Pada saat yang hampir bersamaan enam perampok yang diduga sama orangnya juga berhasil membawa kabur uang Rp 2,9 juta di Dinas Perhubungan (Dishub) TTS.
Jarak antara kantor Dishub TTS dan Dinas Dikbud TTS sekitar satu kilometer. Diduga, usai merampok di kantor Dishub TTS para pelaku langsung menuju kantor Dikbud TTS. Di kantor Dikbud TTS itulah para perampok berhasil menggasak uang Rp 800 juta yang tersimpan di ruang brangkas Bagian Keuangan dinas tersebut.
Informasi yang dihimpun Pos Kupang, kemarin, menyebutkan uang Rp 800 juta itu merupakan titipan dari masing-masing subdin di dinas tersebut. Subdin Sarana dan Prasarana Pendidikan (Sarpen) menitipkan Rp 294.498.995,00, Subdin Pemuda dan Olahraga, Rp 209 juta, dana operasional Dinas Cabang Kota SoE, Rp 30 juta dan dana lainnya sebesar Rp 300-an juta.
Menurut keterangan yang diperoleh, para perampok membongkar paksa salah satu jendela kedua kantor tersebut. Di kantor Dinas Dikbud TTS, para perampok masuk melalui salah satu jendela di samping gedung tersebut. Sementara di Dishub TTS, perampok masuk melalui jendela belakang dan depan.
Usai masuk ke kantor, diduga enam perampok bersenjata bertemu dengan empat penjaga di Dishub, yakni Siprianus Manao, Yisreil Tunliu, Yabes Tefa dan Arianto Tolla dan tiga penjaga di Dikbud TTS, Isbak Saudale, Petrus Nitsae dan Semuel Sanam. Untuk memuluskan aksinya, para perampok mengikat masing-masing penjaga kantor dengan tali.
Yisreil Tunliu, salah satu penjaga Kantor Dishub TTS yang dihubungi wartawan di sela-sela istirahat makan usai diperiksa polisi, kemarin, tampak masih trauma. Berkali-kali wartawan menanyakan tentang kronologi peristiwa itu, tetapi Tunliu ragu-ragu menjawab.
Kendati demikian, akhirnya Tunliu buka mulut. Saat kawanan perampok masuk kantor Dishub TTS, tutur Tunliu, mereka ditodong dengan pistol sebelum diikat. Dirinya yang berupaya meloloskan diri sempat dipukul oleh salah seorang dari kawanan tersebut di bagian kepala dengan sebatang besi.
Kepala Polres TTS, AKBP Suprianto, yang dikonfirmasi melalui Kasat Reskrim, AKP Sandy Sinurat, S.IK, mengatakan, perampokan di Dishub TTS baru diketahui setelah Yisreil Tunliu yang diikat perampok berhasil meloloskan diri. Dalam keadaan tangan terikat, Tunliu melaporkan peristiwa yang menimpa kantornya ke Polres TTS, Kamis (19/2/2009), sekitar pukul 03.00 Wita dinihari.
Sementara itu kasus perampokan di Dikbud TTS baru diketahui setelah salah satu warga setempat bernama Nikolaus Tahun mendengar teriakan meminta pertolongan tiga penjaga kantor tersebut. Saat itu Tahun hendak mengambil air bersih di salah satu bak penampung di Dikbud TTS.
Mendengar teriakan meminta pertolongan, kata Sinurat, Tahun menghampiri sumber suara. Tak dinyana sesampainya di pintu masuk Kantor Dikbud TTS ia melihat tiga penjaga gedung itu sudah dalam kondisi terikat.
Informasi yang dihimpun Pos Kupang, tiga penjaga kantor Dikbud TTS diduga diikat dengan tali tiang bendera kantor tersebut. Leher salah satu penjaga tersebut terlilit kain berwarna merah putih yang diduga adalah bendera Merah Putih milik Dikbud TTS.
Untuk persoalan ini, Sinurat belum mengetahuinya secara jelas. Ia hanya mendapatkan laporan dari anggota tiga penjaga kantor Dikbud TTS terikat tali pada tangannya.
Tentang hasil olah tempat kejadian perkara, Sinurat mengatakan, polisi mendapati kondisi ruangan yang disatroni perampok dua dinas tersebut berantakan dan kertas berserakan. Di Dishub, perampok masuk ke ruang kadis, sekretaris, dapur dan ruang uji kendaraan. Cara masuknya, para perampok merusak pintu masuk masing-masing ruangan.
Tak beda dengan Dishub TTS, kata Sinurat, di Dikbud perampok juga masuk ke ruangan kadis, Bagian Keuangan, Bagian Kepegawaian.
Selain kerusakan pintu masuk, kata Sinurat, polisi juga mendapati brangkas di dua dinas berpindah tempat dengan kondisi rusak. Khusus di Dikbud TTS, polisi menemukan gembok dan anak kunci pintu ruang brangkas di depan Bagian Keuangan kantor tersebut.
Terhadap persoalan itu, kata Sinurat, polisi akan memeriksa seluruh saksi yang mengetahui dan terkait kasus tersebut. Hingga kemarin sore, sekitar belasan pegawai Dikbud dan Dishub TTS masih diperiksa polisi.
Di dua dinas tersebut, polisi masih membentangkan garis polisi di pintu masuk. Akibatnya, para pegawai dua dinas tersebut tidak bisa masuk dan memilih libur kerja. Wartawan yang hendak menyaksikan ruang yang menjadi sasaran perampokan pun dilarang masuk. (aly)

Kamis, 22 Januari 2009

BWS Nusra Usul Rp 40 M untuk Embung di Kolhua

KUPANG, PK -- Balai Wilayah Sungai (BWS) Nusa Tenggara (Nusra) II mengusulkan dana sekitar Rp 40 miliar dari APBN untuk membangun embung berkapasitas 6 juta kubik di Kelurahan Kolhua, Kecamatan Maulafa, Kota Kupang.
Kepala Satuan Kerja (Kasatker) Satuan Kerja Non Vertikal Tertentu (SNVT) Pengelolaan Sumber Daya Air (SDA) BWS Nusra II, Ir. Budi Sucahyono, M.Si, menjelaskan hal ini kepada Pos Kupang, Kamis (19/6/2008), terkait kelanjutan rencana pembangunan embung itu. Pembangunan embung ini dalam rangka memenuhi kebutuhan air baku bagi warga Kota Kupang.
"Jumlah pasti dana yang diperlukan untuk pembangunan embung itu setelah dibuatkan detail design. Tapi dana yang akan kita usulkan sekitar Rp 40 miliar. Kita usulkan agar dana itu dialokasikan melalui APBN," kata Budi.
Saat ini, jelas Budi, pihaknya sedang melakukan berbagai persiapan untuk mengajukan anggaran pada tahun 2009 mendatang, seperti pembuatan RAB, spesifikasi dan sebagainya.
"Memang dalam musrenbang di Departemen PU di Jakarta baru-baru ini, rencana pembangunan embung di Kolhua itu sudah dimasukan dalam program kerja yang akan dilaksanakan pada tahun 2009. Kalau usul yang dilakukan saat ini berjalan lancar, tahun 2010 kegiatan konstruksinya sudah berjalan lancar," kata Budi.
Sebelumnya, Budi menjelaskan, rencana membangun embung di Kolhua itu sudah lama, sejak kantor yang ditempatinya masih berstatus PKSA (Pengembangan dan Konservasi Sumber Air). "Sebenarnya sama-sama dengan Tilong. Tapi setelah diseleksi oleh JBIC, Tilong lebih prioritas," kata Budi.
Budi menjelaskan, Balai memang berupaya membangun embung di Kolhua, karena itu satu-satunya cara untuk memenuhi kebutuhan air baku di Kota Kupang. "Jadi embung yang dibangun nanti bukan untuk irigasi, tapi murni untuk air bersih," katanya. (kas)

Embung Berkapasitas 6 Juta Kubik Dibangun di Kolhua

KUPANG, PK -- Balai Wilayah Sungai (BWS) Nusa Tenggara (Nusra) II akan membangun embung berkapasitas 6 juta kubik di Kelurahan Kolhua, Kecamatan Maulafa, Kota Kupang. Pembangunan embung ini dalam rangka memenuhi kebutuhan air baku bagi warga Kota Kupang.
Kepala BWS Nusra II, Ir. T Iskandar, MT, melalui Kepala Satuan Kerja (Kasatker) Satuan Kerja Non Vertikal Tertentu (SNVT) Pengelolaan Sumber Daya Air (SDA) BWS Nusra II, Ir. Budi Sucahyono, M.Si, menjelaskan hal ini kepada Pos Kupang, Jumat (18/4/2008).
Penjelasan ini terkait keterangan Iskandar sebelumnya tentang rencana pembangunan embung di Kolhua itu guna pemenuhan kebutuhan air baku bagi warga Kota Kupang. "Tapi untuk keterangan detailnya bisa ditanyakan sama Pak Budi, karena mereka yang dulu merencanakan pembangunan embung itu," kata Iskandar, ketika ditemui Pos Kupang, Selasa (1/4/2008) lalu.
Budi mengakui, rencana membangun embung di Kolhua itu memang sudah lama, sejak kantor yang ditempatinya masih berstatus PKSA (Pengembangan dan Konservasi Sumber Air). "Sebenarnya sama-sama dengan Tilong. Tapi setelah diseleksi oleh JBIC, Tilong lebih prioritas," kata Budi.
Saat ini, demikian Budi, rencana pembangunan embung di Kolhua itu masih pada tahap studi basic design. Untuk merealisasikan pembangunan embung yang mereka rintis saat ini perlu ditambah dengan penyelidikan-penyelidikan lebih lanjut. "Balai memang berupaya membangun embung di Kolhua, karena itu satu-satunya untuk memenuhi kebutuhan air baku di Kota Kupang. Jadi embung yang dibangun nanti bukan untuk irigasi, tapi murni untuk air bersih," katanya.
Menurut rencana, dana yang diperlukan untuk membangun embung itu sekitar Rp 40 miliar. "Anggarannya sekitar itu. Tapi pastinya setelah dilakukan detail design (studi kelayakan) dan Amdal yang akan dilakukan tahun 2009 mendatang," jelas Budi.
Dikatakannya, daya tampung embung ini nantinya sekitar 6 juta kubik atau sepertiga dari daya tampung Bendung Tilong saat ini. "Jumlah ini bisa lebih dari kebutuhan air baku warga Kota Kupang," katanya. (kas)

Jumat, 16 Januari 2009

Direksi Bank NTT Klarifikasi

KUPANG, PK -- Direksi Bank NTT menyampaikan klarifikasi tentang proses pelaksanaan proyek pembangunan enam gedung kantor cabang di NTT dan kebijakan mempensiunkan 16 karyawan senior yang masih berusia di bawah 55 tahun.
Klarifikasi itu disampaikan dalam jumpa pers di lantai dua gedung kantor pusat Bank NTT di Jalan WJ Lalamentik-Kupang, Jumat (16/1/2009). Jumpa pers digelar usai acara grand opening Kantor Cabang Khusus di tempat yang sama. Acara ini sempat diwarnai aksi demo sekelompok mahasiswa yang antara lain mempersoalkan pembangunan enam gedung kantor bank tersebut (berita di halaman 7).
Grand opening yang dirangkai dengan jumpa pers untuk mengklarifikasi persoalan-persoalan tersebut, bertepatan dengan sidang DPRD NTT dengan agenda meminta penjelasan direksi Bank NTT seputar masalah-masalah yang menimpa Bank NTT. Karena itu Direktur Utama (Dirut) Bank NTT, Amos Ch Corputty tidak menghadiri sidang Dewan dimaksud.
Dalam jumpa pers tersebut, Direktur Umum/Operasional Bank NTT, Daniel Tagu Dedo mengatakan, pembangunan enam gedung kantor cabang Bank NTT di enam kabupaten (TTS, TTU, Alor, Manggarai Barat, Manggarai dan Lembata) berdasarkan keputusan RUPS Bank NTT dimana pelaksanaannya menggunakan pedoman internal Bank NTT. Tidak ada landasan hukum lain yang dapat digunakan sebagai pedoman.
Jumpa pers itu dihadiri Dirut Amos Corputty, Direktur Kepatutan dan Kelayakan, Helena Beatrix Parera dan Direktur Pemasaran, Anton Bata.
Tagu Dedo menjelaskan, tender proyek enam gedung (yang menelan dana sekitar Rp 24 miliar, Red) itu tidak menggunakan Keppres 80 Tahun 2003. Alasannya, pertama, Keppres mengatur pengadaan barang/jasa yang dibiayai APBN/APBD, kedua, tidak ada penetapan dalam APBD proponsi/kabupaten/kota se NTT tentang anggaran pembangunan gedung kantor Bank NTT.
Dia menjelaskan, setoran modal Pemprop/pemkab/pemkot di NTT tetap utuh dan tidak berkurang dengan adanya pembangunan enam gedung tersebut.
Mengenai pelelangan terbatas, Tagu Dedo memaparkan beberapa alasan, di antaranya pertimbangan kerahasiaan denah struktur gedung, spesifikasi teknis dalam penyediaan mechanical electrical (ME) diantaranya pemasangan jaringan komputer yang membutuhkan standarisasi khusus yang menjamin terlaksanananya koneksi 24 jam sehari dengan tingkat performance minimal 98,7 persen. Selain itu kerahasiaan letak peralatan emergency panel untuk mencegah perampokan.
"Pemilihan metode ini tentunya membuka ruang yang cukup untuk diperdebatkan namun sebagai pengelola dana masayrakat sangat mengedepankan keamanan mengingat bank adalah satu-satunya industri yang sangat regulated. Jika menggunakan pelelangan terbuka maka denahnya bisa tersebar sehingga tingkat kerahasiaan yang harus dijaga bisa tersebar," kata Tagu Dedo.
Dalam pengerjaannya, kontraktor lokal dan tenaga kerja lokal juga dilibatkan. Kontraktor pelaksana wajib menunjuk sub kontraktor lokal untuk bagian pekerjaan tertentu.
Mengapa harus PT Adhi Karya yang mengerjakannya, sedangkan banyak proyek yang ditanganinya bermasalah? Tagu Dedo menjelaskan bahwa dalam proses tender digunakan sistem nilai berdasarkan kriteria dan perusahaan tersebut memperoleh nilai tertinggi. "Tidak ada alasan hukum yang kuat untuk mengurangi nilai PT Adhi Karya, karena berdasarkan hasil klarifikasi atas berita tentang proyek yang dikerjakan, panitia tidak mendapatkan bukti hukum yang cukup untuk mengurangi nilai PT Adhi Karya," katanya.

Pensiun Normal
Pada kesempatan yang sama, Dirut Corputty juga mengklarifikasi permasalahan seputar keputusan direksi mempensiunkan 16 karyawan. Empat dari belasan pegawai itu "melawan" dan 12 lainnya "pasrah pada nasib".
Corputty mengatakan, empat pegawai Bank NTT itu (Hanselmus Bulan, Paulus Bria, Lali Bewa Tamaela dan Amelia D Radja Herzon) telah memenuhi syarat usia pensiun normal sesuai aturan perusahaan (Bank NTT) dan tidak bertentangan dengan UU dan peraturan pemerintah yang lebih tinggi.
Total pesangon yang diterima, katanya, berkisar antara Rp 69 juta hingga Rp 70 juta lebih dan setiap bulan para karyawan itu menerima pensiun minimal Rp 2,1 juta.
Dia menjelaskan, dasar hukum pensiun pegawai Bank NTT adalah UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dimana pada pasal 154 butir c menyebutkan bahwa PHK dapat terjadi karena pekerja/buruh mencapai usia pensiun sesuai dengan ketetapan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja sama atau peraturan perundang- undangan. "Jadi usia pensiun dapat diatur dalam peraturan perusahaan," katanya.
Sementara dalam UU 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun, dalam pasal 27 disebutkan bahwa usia pensiun normal wajib ditetapkan dalam peraturan dana pensiun dan tidak boleh melebihi usia yang ditetapkan oleh menteri yang membidangi ketenagakerjaan. Pasal 5 UU itu menyebutkan bahwa dalam peraturan dana pensiun dapat ditetapkan batas usia maksimum peserta wajib pensiun dalam hal peserta tetap bekerja setelah dicapainya usia pensiun normal.
"Jadi usia pensiun normal dan batas usia maksimum peserta wajib pensiun harus dimuat dalam peraturan dana pensiun perusahaan dan tidak boleh melebihi usia yang ditetapkan menteri. Sementara peraturan Menakertrans Nomor PER-02/MEN/1995 juga mengatur tentang pensiun normal dan batas usia pensiun maksimum," tegasnya.
Dijelaskannya, sesuai keputusan direksi Bank NTT No. 37A Tahun 2001 tentang Pedoman Kerja SDM Bank NTT, usia pensiun diatur menurut golongan yaitu golongan A umur 46 tahun, golongan B umur 48 tahun dan golongan C umur 50 tahun. Sementara keputusan nomor 32 tahun 2007 mengatur mengenai pegawai pelaksana dengan pangkat pegawai dasar (PDS) usia pensiun 46 tahun, pangkat pelaksana (PLK) usia pensiun 48 tahun dan pangkat pembatu pimpinan (PPI) usia pensiun 50 tahun, pejabat fungsional usia pensiun 56 tahun dan pegawai yang menduduki jabatan struktural usia pensiun 56 tahun. (ira)


Buka Ladies Bank

BANK NTT telah membuka Kantor Cabang Khusus dimana seluruh pegawai mulai dari pemimpin cabang hingga supir dan satpamnya adalah perempuan (ladies bank). Kantor cabang khusus ini bertujuan untuk meningkatkan share penghimpunan dana ketiga dan kredit di Kota Kupang melalui ladies bank dan priority service, menangani kredit dengan plafon di atas Rp 1,5 miliar dan melayani kredit mikro di Kota Kupang yang diprioritaskan pada usaha mikro yang dikelola kaum perempuan.
Direktur Utama Bank NTT, Ch Amos Corputty di halaman kantor pusat Bank NTT, Jumat (16/01/2009), menjelaskan, kantor cabang khusus itu disetujui tanggal 18 Desember 2008. "Kantor cabang khusus ini diharapkan bisa menjadi pelopor untuk menggerakkan ekonomi rakyat, khususnya usaha yang ditangani kaum perempuan. "Mulai dari ibu-ibu yang menjual sirih pinang di pasar hingga usaha besar yang dikelola perempuan," ujarnya.
Kantor cabang khusus ini juga memiliki keistimewaan lainnya yaitu bagi nasabah yang memiliki deposito sebesar Rp 250 juta maka akan disediakan tempat pelayanan khusus serta bentuk pelayanan lainnya yang sedang dikembangkan.
"Untuk nasabah yang mau setor dalam jumlah tertentu, maka karyawati di sini siap untuk menjemput bola karena ada mobil khusus yang sopirnya adalah perempuan untuk menjemput uang atau membayar. Semuanya serba online," katanya.
Menyangkut perkembangan Bank NTT, Corputty menjelaskan, sejak tahun 2005 hingga 2008, Bank NTT terus mengalami pertumbuhan yang cukup baik terlihat dari perkembangan aset, penghimpunan dana masyarakat, penyaluran kredit, modal disetor dan laba usaha. "Sampai dengan akhir tahun 2008, aset Bank NTT telah mencapai Rp 3,5 triliun, penghimpunan dana ketiga Rp 2,09 triliun, kredit Rp 2,3 triliun, modal yang disetor sebesar Rp 332 miliar dan laba sebesar Rp 143,4 miliar," jelasnya.
Dikatakannya, pada tahun 2008, Bank NTT lebih fokus mengembangkan pembiayaan di sektor mikro. "Sesuai misi Bank NTT yaitu menjadi pelopor penggerak ekonomi rakyat, menggali sumber potensi daerah untuk diusahakan secara produktif, meningkatkan sumber pendapatan asli daerah dan mengoptimalkan fungsi intermediasi bank melalui penghimpunan dan penyaluran dana kepada masyarakat dalam bentuk kredit," katanya.
Direktur Umum/Operasional, Daniel Tagu Dedo mengatakan, tahun ini Bank NTT merencanakan menerbitkan obligasi I Bank NTT sebesar Rp 500 miliar dalam rangka memperkuat struktur sumber pendanaan. "Rencana ini sangat strategis karena akan memberikan ruang gerak yang lebih leluasa bagi penyaluran kredit mikro di NTT dan perluasan jaringan pelayanan," katanya. (ira)

Polda NTT Selidiki Mafia Imigran Gelap

KUPANG, PK -- Penyidik Polda NTT sedang menyelidiki mafia di balik kaburnya 18 imigran asal Afganistan, Myanmar dan Pakistan dari tahanan di Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Kupang, Rabu (14/1/2009).
Wakil Direktur Reskrim Polda NTT, AKBP Samyulianus Kawengian mengatakan itu saat ditemui Pos Kupang di Mapolda NTT, Jumat (16/1/2009).
Dia mengatakan, polisi belum berhasil mengungkap siapa sesunguhnya yang berada di balik kaburnya belasan imigran tersebut. Sebab, kaburnya para imigran gelap dari Rudensi Kupang tidak terjadi dengan sendirinya. Pasti ada pihak lain di Kupang yang turut mengatur semua skenario sehingga 18 orang imigran itu berhasil kabur sampai menumpang sebuah perahu untuk pergi ke Rote dan seterusnya ke Australia.
Sebagaimana diberitakan, dalam pelarian itu, perahu yang dipergunakan tenggelam. Lima orang imigran tewas, sembilan selamat dan sudah berhasil diamankan kembali sedangkan sisanya belum diketahui nasibnya.
Menurut Kawengian, ada pihak lain yang "mengatur" kaburnya para imigran itu dari Rudenim. Salah satu indikasinya, yakni sudah ada mobil L-300 yang menunggu di depan rumah tahanan untuk ditumpangi para imigran gelap tersebut menuju Pantai Oeba.
Ditanya mengenai keterlibatan Ali Kobra di balik kaburnya para imigran itu, Kawengian mengatakan masih diselidiki.
"Masih diselidiki, termasuk keterlibatan pihak lain. Polisi masih mengintensifkan pemeriksaan terhadap beberapa saksi," katanya.
Menurut Kapolresta Kupang, AKBP Heri Sulistyanto, penyidik Polresta Kupang melihat adanya unsur kelalaian petugas jaga malam Rudenim. "Ada unsur kelalaian para petugas jaga malam yang tidak mengunci kamar tahanan yang ditempati para imigran itu. Seharusnya dikunci kalau para tahanan sudah berada di dalam," kata Sulistyanto yang menambahkan bahwa para petugas jaga Rudenim yang bertugas pada malam kejadian, masih berstatus saksi.
Upaya pencarian korban hilang yang dilakukan tim SAR Nasional, Kupang dipimpin Bram Koliman bersama petugas Kepolisian dari Dit Polair NTT dipimpin AKP Denis Laihatu terus berlangsung.
Satu Jenazah Ditemukan
Pada Jumat (16/1/2009), ditemukan satu jenazah laki-laki yang adalah imigran asal Afganistan di pantai Desa Tablolong. Kondisi jenazah sudah membusuk dan sulit dikenali. Jenazah tersebut ditemukan warga setempat sekitar pukul 10.30 Wita.
Sementara itu empat jenazah imigran yang tenggelam saat perahu "Dua Mil" yang mereka tumpangi dihantam badai di perairan dekat Pulau Semau, dikuburkan kemarin di tempat pemakaman muslim di Kampung Batukadera, Kelurahan Fatufeto, Kecamatan Alak, Kota Kupang. Empat jenazah yang dimakamkan itu adalah Iqbal Nawrooz Ali, Mohamed Yunus Ali Shier, Jawid Rahimsad dan Zekrya Mohamad Eisa, semuanya warga Afghanistan.
Ikut hadir dalam acara pemakaman itu Kepala Dinas Sosial Propinsi NTT, Drs. Sentis Medi, Staf Dinsos NTT, Okto Tabellak, Kasubag Tata Usaha Rudenim Kupang, Benyamin Tulasi dan Wakil Imam Masjid Kelurahan Airmata.
Sentis Medi mengatakan, pemakaman jenazah empat warga Afghanistan itu dilakukan setelah ada koordinasi antara pihak kepolisian, Imigrasi Kupang dan instansi terkait lainnya. Biaya pemakaman ditanggung oleh Dinsos NTT.
Secara terpisah, Benyamin Tulasi mengatakan, pemakaman keempat jenazah tersebut dilaksanakan sesuai prosedur Dirjen Imigrasi dan Peraturan Menteri. Imigrasi pusat di Jakarta sudah berkoordinasi dengan Kedubes Afghanistan.
Pantauan Pos Kupang, empat jenazah dikuburkan dalam dua liang lahat. Jenazah Zekrya Mohamad Eisa dan Mohamed Ali Shier berada dalan satu liang lahat. Satu liang lahat lainnya terisi Jenazah Iqbal Narwooz Ali dan Jawid Rahimsad. (ben/den)

Kacab Bank NTT Labuan Bajo Jadi Tersangka

RUTENG, PK -- Penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Ruteng telah menetapkan Husen Adam, Kepala Cabang (Kacab) Bank NTT Labuan Bajo, sebagai tersangka dalam kasus korupsi dana proyek pengembangan ubi aldira yang dikelola Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Perkebunan dan Peternakan Manggarai Barat (Mabar).
Kajari Ruteng, Timbul Tamba, S.H, M.H menyampaikan hal itu saat dihubungi Pos Kupang di Ruteng, Jumat (16/1/2009). Dia dimintai keterangan terkait perkembangan penanganan kasus dugaan korupsi proyek ubi kayu di Mabar.
Timbul Tamba menjelaskan, hasil penyelidikan mengindikasikan keterlibatan Husen Adam dalam kasus proyek pengembangan ubi kayu aldira yang menelan dana Rp 2,8 miliar itu.
Keterlibatan yang bersangkutan, kata Timbul Tamba, yakni dalam proses pencairan dana proyek. Adam memberikan kemudahan kepada Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Perkebunan dan Peternakan Mabar, Matheus Janing, yang juga sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus yang sama.
Mekanisme pencairan dana proyek yang seharusnya, kata Timbul Tamba, yakni dana dicairkan kepada rekanan pengadaan stek ubi kayu, Rinda Jati. Namun yang terjadi, tersangka Adam mencairkan langsung kepada rekening Dinas Pertanian setempat. Selain itu, dana senilai Rp 270 juta ditransfer langsung ke rekening pribadi Matheus Janing.
Timbul Tamba mengatakan, selain Husen Adam, jaksa juga sudah menetapkan dua orang lagi sebagai tersangka yakni Matheus Janing dan Rinda Jati selaku rekanan pemerintah yang melaksanakan proyek itu.
Untuk melengkapi berita acara pemeriksaan (BAP) para tersangka, kata Timbul Tamba, penyidik kejaksaan akan memanggil dan meminta keterangan saksi-saksi.
Ditanya tentang penahanan para tersangka, Timbul Tamba mengatakan bahwa peluang itu ada. Hanya saja perlu keterangan tambahan dari para saksi sehingga pada waktunya para tersangka pasti ditahan.
Untuk diketahui, proyek pengadaan stek ubi kayu senilai Rp 2,8 miliar diduga bermasalah. Sesuai hasil audit BPKP Perwakilan NTT, total kerugian negara dalam kasus tersebut mencapai Rp 448 juta. (lyn)

Kamis, 15 Januari 2009

Tangis Pisah di Pelukan Ibu.....

IQBAL Nawrooz Ali, imigran asal Afghanistan adalah satu dari empat imigran yang tewas setelah perahu yang mereka gunakan untuk melarikan diri dari Kupang ke Rote, tenggelam. Iqbal tidak sendirian. Dia bersama anaknya, Muneer Ahmad Iqbal (9 tahun). Sampai kemarin, nasib bocah ini belum diketahui. Kenapa sampai ayah-anak ini pergi meninggalkan tanah kelahiran mereka; Afghanistan? Berikut intisari hasil wawancara Pos Kupang dengan Iqbal, 23 Desember 2008 lalu, sebelum peristiwa yang merenggut nyawanya itu.

***

"SAYA tidak ingat kapan kami keluar dari rumah tetapi sampai hari ini sudah 24 hari kami tinggalkan rumah. Muneer memeluk ibunya dan mengucapkan selamat tinggal untuk waktu yang tidak pasti. Dia menangis tetapi akhirnya memilih mengikut saya".
Demikian Iqbal Nawrooz Ali ketika Pos Kupang mewawancarainya di ruang kerja Kasubag Tata Usaha Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Kupang, Benyamin Tulasi, Selasa (23/12/2008). Di ruang itu, anaknya yang kedua, Muneer Ahmad Iqbal, siswa Kelas III SD Marefat, Vilanese-Afghanistan, duduk sekursi dengan Devan Riwu, anak seorang PNS yang bekerja di Rudenim.
Sejak Muneer menjadi salah satu dari 33 imigran yang ditahan di Rudenim Kupang (6/12/2008), Devan Riwu menjadi teman mainnya sehari-hari, walaupun komunikasi antara keduanya hanya menggunakan bahasa tubuh. Berjingkrak-jingkrak, melompat dari kursi kemudian duduk tenang karena ditegur ayahnya. Raut wajah bocah itu tak memperlihatkan kegelisahan, pemandangan yang berbeda dengan sang ayah, Iqbal.
Mengenakan baju kaos oblong bergambar robot dan celana pendek jeans, Muneer tidak berhasil diajak ngobrol. Kendala utamanya ternyata bukan bahasa, karena ada penterjemah, Sayed Nasim, imigran asal Afghanistan yang mengerti bahasa Indonesia. Nasim yang ditahan terlebih dahulu di Rudenim Kupang itu sudah membujuk Muneer untuk mengungkapkan perasaannya, apakah dia senang, sedih, rindu pada mamanya, saudaranya dan teman-temannya, namun anak itu, seperti anak di belahan dunia mana pun, memilih bermain. Tetapi dari cerita ayahnya, Muneer rindu bermain dengan anak-anak sebayanya yang mengerti bahasanya.
"Munir juga ingat ibunya. Tiap malam dia tanya kapan keluar dari rumah ini (Rudenim Kupang, Red). Kapan tiba di Australia? Kapan bisa tinggal dengan tenang sehingga bisa kumpul lagi dengan ibu dan saudara- saudaranya?" tutur Iqbal.
Menurutnya, kekhawatiran akan bahaya perang dan pembunuhan dari kelompok Taliban telah memisahkan keluarganya. Istrinya, Adila Ahmad, membawa serta tiga anak mereka menuju Pakistan. Sementara dirinya dan Muneer meninggalkan kampung halaman guna menata hidup baru di Australia, negeri yang banyak dituju para pencari suaka dari kawasan Asia.
Baginya, tidak ada kehidupan di Afganistan. Berkali-kali ia tegaskan, persoalannya bukan pada materi dan uang, melainkan pada masalah keamanan hidup. Dari sisi finansial, keluarganya berkecukupan karena memiliki sebuah toko emas. Tetapi apalah arti kekayaan kalau hidup dalam bayangan rasa takut? Ancaman perang dan tindak kekerasan dari kelompok Taliban menjadi hantu paling menakutkan yang sewaktu-waktu berbuah maut.
"Perjalanan kami dari Afganistan, India, Kuala Lumpur, Surabaya, Jakarta (selama dua malam) dan langsung ke Kupang. Jumlah uangnya? Saya tidak hitung tetapi sudah sekitar $ 4.000 untuk kami dua. Itu sudah semuanya termasuk visa, tiket pesawat, makan minum dan lain-lain. Semua uang pribadi. Saya punya keluarga bukan orang miskin. Kami punya toko emas. Tetapi kami tidak aman lagi di sana. Tidak ada hidup di sana," demikian Iqbal menjawab pertanyaan Pos Kupang.
Tetapi siapa sangka ketika perjalanan Iqbal mencari kehidupan berujung lenyapnya nyawa ketika kenekatannya melarikan diri dari Rudenim Kupang, Rabu (14/1/2009) dinihari berakhir dengan tenggelamnya perahu di sekitar perairan Pulau Semau.
Sementara Muneer hingga tadi malam belum ditemukan. Salah seorang aparat keamanan yang mengantar Najibulah Ali Ahmad, salah satu imigran Afghanistan yang selamat, ke Rudenim Kupang sekitar pukul 17.30 Wita, kemarin, menceritakan, setelah perahu tenggelam, Muneer sebetulnya sudah sempat diselamatkan ke atas perahu. Namun, karena hantaman gelombang, perahu itu kembali tenggelam.
Muneer memang belum ditemukan. Tidak ada kepastian apakah ia selamat atau menyusul ayahnya ke alam baka. Mungkinkah tangis yang ia tumpahkan saat pamit dari ibunya merupakan pertanda sang anak berpisah selamanya. Semoga saja tidak. (yosep sudarso)

Enam Korban Belum Ditemukan

LIMA dari 18 imigran yang tenggelam bersama perahu yang mereka tumpangi setelah berhasil kabur dari Rudenim Kupang, Rabu (14/1/2009) dinihari, dan seorang awak perahu, masih belum ditemukan. Dari sembilan imigran yang ditemukan selamat, enam orang sudah dibawa ke Rudenim Kupang dan tiga masih dirawat di RS Bhayangkara.
Kepala Rudenim Kupang, I Gusti Ngurah Rai yang ditemui di ruang kerjanya, Kamis (15/1/2009) petang, menjelaskan, penanganan terhadap para imigran, terutama empat yang meninggal dunia, masih menunggu hasil koordinasi Direktur Penyidik dan Penindakan Keimigrasian Departemen Hukum dan HAM dengan Kedubes Afghanistan, Pakistan dan Myanmar.
"Hingga sore ini (kemarin, Red) kami belum mendapat petunjuk dari Jakarta. Kami tunggu, apakah Kedubes Afghanistan mau membawa jenazah warganya ke negaranya atau dikuburkan di sini. Semua laporan sudah kami kirim termasuk perkembangan terakhir," kata Ngurah Rai.
Dia menambahkan, Dinas Sosial Propinsi NTT sudah menyatakan siap memfasilitasi seluruh acara pemakaman bila diputuskan dikebumikan di Kupang.
Dijelaskannya, para imigran ini umumnya mempunyai visa wisata tetapi sudah habis masa lakunya pada Desember 2008. "Ada yang dari 18 November sampai 18 Desember, ada yang dari 22 November sampai 22 Desember dan ada juga yang baru selesai tanggal 27 Desember lalu," ungkapnya.
Dia mengatakan, sebelumya tidak ada tanda-tanda yang mencurigakan bahwa para imigran ini bakal melarikan diri. Bahkan, 15 imigran lain yang tidak ikut melarikan diri sama sekali tidak mengetahui rencana ini. Dia mengakui, human error merupakan salah satu faktor yang menyebabkan kaburnya para imigran. Walaupun demikian, ia belum menentukan sikap apakah menghukum ketiga petugas jaga malam itu, karena masih menunggu hasil pemeriksaan kepolisian dan mengkonsultasikannya dengan Kanwil Depkumham NTT.

Upaya Pencarian
Sementara itu pencarian terhadap enam korban tenggelamnya perahu yang ditumpangi para imigran itu, dilakukan Tim SAR Kupang dipimpin ketua regu, Bram Kolimon dibantu tujuh anggota SAR. Ada lima orang imigran, semuanya asal Afghanistan, dan satu awak perahu, Arin Jumeda, belum ditemukan.
Dalam pencarian di sekitar perairan Bolok dan Pulau Semau sekitar pukul 12.30 Wita, kemarin, berhasil ditemukan Nasir Pello, juragan perahu. Saat ditemukan, Pello sudah meninggal dunia.
Bram Kolimon yang ditemui di Pelabuhan Perikanan- Tenau, kemarin, tim SAR Kupang sejak pukul 10.00 Wita kemarin menyisir sepanjang pantai Pulau Semau sampai dengan perairan sekitar Bolok. Pencarian dilakukan sampai pukul 18.00 Wita, kemarin dan dilanjutkan hari ini.
Pada pagi sekitar pukul 06.00 Wita, kemarin, warga bersama aparat Dit Polair Polda NTT menemukan jenazah Iqbal Nawrooz Ali di lokasi penangkaran mutiara milik PT TOM di Bolok. Dengan ditemukanya jenazah Iqbal maka jumlah imigran gelap yang tewas dalam kecelakaan laut itu sebanyak empat orang yaitu Iqbal (Afganistan), Mohamed Yunus Ali Shier (Pakistan), Jawid Rahimsad (Afganistan) dan Zekrya Mohamad Eisa (Afganistan).
Aparat Dit Polair NTT sudah menemukan bangkai perahu motor tempel 'Dua Mil' di perairan antara Pulau Timor dan Semau dalam keadaan tenggelam serta pecah. Bangkai perahu tersebut telah ditarik dan diamankan di dermaga Dit Polair Polda NTT.
Kadis Sosial Setda NTT, Drs. Sentis Medi yang ditemui terpisah, kemarin, menjelaskan, Pemprop NTT siap menguburkan jenazah empat imigran gelap setelah berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait.
Jenazah empat imigran tersebut masih disemayamkan di ruangan Instalasi Pemulasaran Jenasah (IPJ) RSU Prof. Dr. WZ Johannes-Kupang. Hanya dua jenazah yang dimasukkan ke dalam lemari pendingin jenazah karena salah satu lemari pendingin tidak berfungsi. Jenazah sudah menebar bau busuk.
Sedangkan jenazah Nasir Pelo, juragan perahu, telah diambil keluarga pada pukul 15.00 Wita, kemarin, untuk dibawa ke Papela Rote Timur. (dar/ben/den)

Kobra, Otak Kaburnya Imigran

KUPANG, PK -- Kaburnya 18 orang imigran dari tahanan di Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Kupang, diduga diotaki Ali Kobra, salah seorang warga NTT yang masih dalam pengejaran aparat kepolisian. Kobra turun langsung pada Rabu (14/1/2009) dini hari, menyewa perahu untuk membawa kabur para imigran keluar dari Kupang.
Kehadiran Ali Kobra diceritrakan oleh Rian Gafur (15), awak perahu tempel "Dua Mil" asal Papela, Rote Timur, yang ditemui Pos Kupang di Rumah Sakit Bhayangkara (RSB) Kupang, Kamis (15/1/2009).
"Kami diminta Ali Kobra untuk membawa para imigran gelap ini. Saya tidak tahu persis Ali Kobra itu tinggalnya dimana, tetapi malam itu dia (Ali Kobra, Red) yang menyewa perahu untuk membawa para imigran ke Pulau Rote," kata Rian Gafur.
Perahu tempel "Dua Mil" itu, kata Gafur, membawa 21 penumpang, terdiri dari 18 imigran dan tiga awak perahu, yaitu Nasir Pelo (juragan) dan dua orang lagi, Arin Jumeda serta Rian Gafur yang bertugas menjaga mesin perahu.
Perahu tersebut, kata Gafur, khusus disewa Ali Kobra dengan harga sekitar Rp 30 juta untuk membawa para imigran gelap menuju Pulau Rote, sebelum mereka menuju Australia secara ilegal.

Perahu motor yang mereka tumpangi itu --yang kemudian tenggelam di perairan sekitar Pulau Semau-- panjangnya 11 meter, lebar 3,5 meter. Pada dini hari Rabu itu, mereka bertolak dari Pantai Oeba, Kelurahan Fatubesi, Kecamatan Kelapa Lima. "Waktu para imigran tiba di pantai langsung naik. Kami langsung jalan menuju Rote," katanya.
Namun, katanya, saat perahu berada di perairan di antara Pulau Semau dan kawasan pantai pembudiayaan mutiara milik PT TOM, perahu dihantam badai besar. Perahu pecah dan langsung tenggelam. Empat imigran tewas, sembilan lain selamat dan sisanya masih belum diketahui nasibnya.
Sesuai rencana semula, para imigran gelap itu setelah tiba di Rote mereka beristirahat, sebelum menuju Pulau Pasir, Australia.
Kasat Reskrim Polresta Kupang, AKP Anton Seven Brutu kepada wartawan, kemarin menjelaskan, keterlibatan Ali Kobra yang diduga sebagai otak di balik kaburnya para imigran gelap itu masih dalam proses penyelidikan. Penyelidikan kasus itu dilakukan secara terpadu oleh Polda NTT bersama Polresta Kupang.
Terhadap para imigran yang selamat, katanya, akan diproses secara hukum dengan mengacu pada UU keimigrasian. Mereka juga akan diproses hukum karena merobek bendera Merah Putih, melakukan penganiayaan terhadap petugas jaga dan sesama imigran. Kepala Rudenim Kupang, I Gusti Ngurah Rai, katanya, sudah dimintai keterangannya oleh penyidik sebagai saksi.
Belasan imigran itu kabur dari Rudenim setelah melumpuhkan tiga petugas jaga. Para petugas diikat dengan sobekan kain, termasuk kain bendera Merah Putih, di tiga ruang terpisah. Mereka juga memutuskan kabel telepon dan memadamkan listrik. Para imigran lainnya yang menghalang-halangi mereka, juga dipukul dan diikat.
Saat kejadian, sebuah mobil L300 menunggu di depan gedung Rudenim di Jalan Farmasi-Kelurahan Oesapa Selatan, Kota Kupang itu. Setelah belasan imigran itu nasik, mobil langsung tancap gas menuju Pantai Oeba, dimana sudah ada sebuah perahu yang menunggu mereka. Sampai kemarin, siapa pemilik perahu dan siapa sopir serta pemilik mobil L300 yang dipakai para imigran itu, masih belum diketahui. (ben/dar/den)


Data Korban:
------------------------------------------------------------------------------------------
No. ! Nama ! Asal ! Keterangan
------------------------------------------------------------------------------
1. Iqbal Nawrooz Ali ! Afghanistan ! Tewas
2. Muneer Ahmad Iqbal Afghanistan ! Belum ditemukan
3. Mohammad Farid Afghanistan ! Selamat
4. Najibulah Ali Ahmad Afghanistan ! Selamat
5. Ghulam Rajahi Afghanistan ! Belum ditemukan
6. Masihullah Najibullah Afghanistan ! Selamat
7. Naser Rajabi Afghanistan ! Selamat
8. Jawid Rahimsad Afghanistan ! Tewas
9. Mohammad Hashim Afghanistan ! Belum ditemukan
10. Ruhullah Najibullah Afghanistan ! Belum ditemukan
11. Mohammad Akbar Afghanistan ! Belum ditemukan
12. Zekrya Mohammad Eisa Afghanistan ! Tewas
13. Mohamed Yunus Ali Shier Pakistan ! Tewas
14. Nur Alam Myanmar ! Selamat
15. Zubair Dobinhma Myanmar ! Selamat
16. Mohd Asar Myanmar ! Selamat
17. Zubair Bin Qolimula Myanmar ! Selamat
18. Mohamed Hasim Bin Zahir Myanmar ! Selamat
--------------------------------------------------------------------------

18 Anggota DPRD Lembata Akan Jadi Tersangka

LEWOLEBA, PK -- Jaksa penyidik di Kejari Lewoleba segera memanggil dan memeriksa 18 anggota DPRD Lembata periode 1999-2004, yang ikuti menerima dan menikmati dana kesehatan, asuransi dan tunjangan hari raya (THR) senilai Rp 654.512.460. Status mereka akan ditingkatkan dari saksi menjadi tersangka.
Dengan terlibatnya 18 anggota Dewan 1999-2004 menjadi tersangka, maka jumlah anggota Dewan periode tersebut yang terlibat kasus korupsi menjadi 20 orang. Ketua dan Wakil Ketua Dewan periode yang sama, Philipus Riberu dan Haji Hidayat Sarabiti sudah lebih dahulu dijerat jaksa dan kini keduanya sudah menjadi terdakwa dan sedang dalam proses sidang di Pengadilan Negeri (PN) Lewoleba.
Demikian ditegaskan ketua Tim JPU perkara korupsi DPRD Lembata, Yohanes Lebe Unaraja, S.H, dalam dialog dengan aktivis Sukarelawan Perjuangan Rakyat Untuk Pembebasan Tanah Air (Spartan) di ruang rapat Kajari di Lewoleba, Rabu (14/1/2009). Dialog ini dilakukan setelah aktivis Spartan melakukan aksi demo tentang penanganan kasus-kasus korupsi, di Kejari Lewoleba di Lusikawak-Lewoleba. Yohanes didampingi Kasi Pidsus, Arif M. Kanahau, S.H, dan jaksa Yeremias Pena, S.H.
Juru bicara Spartan, Paulus Dolu menegaskan, Spartan mengikuti dengan cermat setiap sidang kasus dugaan korupsi yang melibatkan Riberu dan Sarabiti di PN setempat. Spartan mendukung dan mengapresiasi kejaksaan yang membawa kasus ini sampai ke persidangan. Para jaksa di Kejari Lewoleba telah memberikan yang terbaik untuk penegakan hukum dan pemberantasan korupsi yang telah lama dirindukan masyarakat Lembata.
Paul menambahkan, sudah banyak jaksa bertugas di Lembata dan kemudian pindah tugas, namun tak satupun perkara korupsi yang bisa dibawa sampai ke pengadilan. Baru dalam masa kepemimpinan Kajari Gabriel Mbulu, S.H, kasus-kasus korupsi mulai ditangani serius.
"Semangat memberantas korupsi kami dukung sepenuhnya. Kami akan gendong (jaksa) keliling kota kalau vonis perkara ini terbukti benar. Kami akan lakukan ini sebagai ucapan terima kasih kami," tandas Paul.
Untuk kepentingan pemeriksaan saksi di persidangan, Paul mendesak JPU menghadirkan Bupati Lembata, Drs. Andreas Duli Manuk. Kehadirnya sebagai pertangungajawabannya atas penyusunan Perda APBD sampai pencarian anggaran kepada DPRD Lembata periode 1999-2004.
Jaksa Lebe Unaraja menegaskan sebenarnya ke-20 anggota dan pimpinan DPRD Lembata bisa langsung diseret seluruhnya untuk mempertanggungjawabkan dana asuransi kesehatan dan dana purna bakti. Tetapi, saat ini diprioritaskan untuk mantan ketua dan wakil ketua. Sebab pimpinan dewan yang paling bertanggungjawab.
"Sudah ada koordinasi dengan pimpinan (Kajari) untuk segera dilakukan penyidikan kepada 18 mantan anggota dewan. Status mereka akan ditingkatkan dari saksi menjadi tersangka. Bulan ini akan ada pemeriksaan," tandas Unaraja.
Ia mengatakan, Kajari akan mengeluarkan surat perintah penyidikan (sprintdik) kepada 18 mantan anggota dewan. Berita acara pemeriksaan yang telah ada akan dilakukan pengalihan. "Tidak akan lama dan bisa lebih cepat," tandasnya.
Perkembangan sidang terdakwa Riberu dan Sarabiti, tiga anggota Dewan periode pertama itu dihadirkan sebagai saksi pada hari Senin (12/1/2009) dan pada sidang lanjutan hari Kamis (15/1/2009), enam orang lagi dihadirkan. Dalam sidang Senin itu, para saksi menyatakan tak tahu sumber uang yang diterimanya itu.
"Mereka bisa bohong, tetapi nanti JPU akan tunjukkan bukti-bukti. Mereka sebenarnya tahu dari mana uang yang mereka terima itu," kata Unaraja.
Ia menambahkan, pencairan dana itu benar menurut APBD, tetapi salah dalam pemanfaatannya. Seharusnya dana itu digunakan membayar premi asuransi kepada perusahaan asuransi bukan diterima tunai.
Yohanes menambahkan, JPU tidak merasa takut atau menanggung beban psikologis menyelesaikan perkara dugaan korupsi ini. Karena yang dikerjakan untuk kepentingan banyak orang. JPU mengerjakan perkara ini bukan berdasarkan permintaan dan titipan orang atau kelompok orang karena telah menerima uang. (ius)

Lumpuhkan Petugas, 18 Imigran Kabur

KUPANG, PK -- Setelah melumpuhkan para petugas jaga, 18 orang imigran gelap asal Afhganistan, Myanmar dan Pakistan, kabur dari dalam tahanan di Rumah Detensi Imigrasi (Redenim) Kupang, Rabu (14/1/2009) dinihari sekitar pukul 01.30 Wita. Lima dari 18 imigran itu sudah ditangkap kembali oleh aparat Polda NTT, semalam.
Mereka kabur dari Rudenim menggunakan sebuah mobil L300 yang sudah menanti mereka di jalan depan Rudenim. Informasi yang diperoleh semalam, menyebutkan, setelah kabur dari Rudenim para imigran itu langsung menggunakan sebuah perahu motor untuk keluar dari Kupang. Namun perahu yang mereka tumpangi terbalik di perairan sekitar Desa Tabolong, Kupang Barat. Lima imigran asal Myanmar berhasil berenang ke darat dan mereka ditangkap aparat Polda NTT. Sedangkan nasib 13 warga asing lainnya itu belum diketahui.
Belasan imigran itu ditangkap aparat keamanan tahun lalu. Para imigran asal Myanmar yang kabur itu ditangkap di Bandara El Tari Kupang, Agustus 2008 lalu. Sedangkan 13 imigran asal Afghanistan ditangkap aparat Polda NTT, 5 Desember 2008 lalu di Pelabuhan Tenau-Kupang ketika hendak menumpang perahu menuju Australia.
Ke-18 imigran itu ditahan di Rudenim Kupang di Jalan Farmasi, Kelurahan Oesapa Selatan, Kota Kupang, bersama 15 orang imigran lainnya yang sudah lebih dulu ditahan.
Pada Rabu malam, Rudenim Kupang dijaga oleh tiga orang petugas jaga malam, Oscar Kameo, Maksimus Bukifan dan Glorianus Ambasan. Usai melakukan pemantauan pada tengah malam, pintu besi Rudenim tidak/lupa ditutup petugas.
Ke-18 imigran itu menyerbu ke ruangan piket jaga malam. Tiga petugas jaga diikat kaki, tangan dan mulutnya oleh para imigran itu. Tiga imigran lainnya (asal Myanmar), Abdul Mutalib, Amir Husain dan Omar Farouk, juga dipukul dan diikat kaki dan tangannya. Diduga ketiga orang ini dipukul karena tidak mau ikut kabur. Mutalib kepada polisi, mengaku dipukul dan diikat karena berniat membantu petugas jaga yang dianiaya.
Selain melumpuhkan petugas jaga, belasan imigran itu juga memutuskan kabel telepon di ruang piket dan memadamkan listrik. Para petugas jaga malam diikat tangan, kaki dan mulutnya oleh para imigran dengan sobekan kain bendera Merah Putih, kain gorden dan kain selimut milik para imigran.
"Polisi masih menyelidiki kasus kaburnya para imigran itu. Anggota sudah disebar ke berbagai tempat di Kota Kupang untuk mencari mereka," kata Kapolresta Kupang, AKBP Heri Sulistyanto melalui Kaur Binops Satreskrim Polresta Kupang, Iptu Dedi Iskandar, kemarin.
Iskandar mengatakan, penyidik Polresta Kupang sudah memeriksa tiga petugas jaga malam sebagai saksi. Dikatakannya, sebelum para imigran itu melarikan diri, mereka sempat melumpuhkan petugas jaga malam dengan mengikat ketiga petugas itu. Selain itu, para pelaku juga memutuskan jaringan telepon dan aliran listrik sehingga suasana di tempat itu gelap gulita.
Informasi yang dihimpun Pos Kupang di Mapolresta Kupang, menyebutkan, ke-18 orang imigran itu berhasil kabur dari rumah tahanan setelah mendobrak pintu besi yang tidak terkunci oleh petugas jaga malam. Setelah mendobrak pintu, para imigran itu dengan leluasa masuk ke dalam ruangan jaga malam untuk melumpuhkan ketiga petugas jaga malam, yaitu Oscar Kameo, Maksimus Bukifan dan Glorianus Ambasan.
Ambasan yang ditemui di Mapolresta Kupang, menjelaskan, kemarin, mengatakan, para imigran itu secara bersama-sama keluar dari ruang tahanan yang tidak terkunci.
"Ruangan tahanan yang ditempati imigran itu selama ini memang tidak pernah dikunci, sehingga para imigran bebas keluar masuk tahanan," ujarnya.
Pada malam kejadian, kata Ambasan, belasan imigran itu datang secara tiba-tiba ke ruangan piket lalu mengikat kaki dan tangan ketiga petugas jaga malam di tiga ruangan berbeda. Oscar Kameo diikat di ruangan registrasi, Maksimus Bukifan diikat di ruangan klinik dan Glorianus Ambasan diikat di ruangan bendahara.
"Sebelum kejadian kami sempat memeriksa ruangan tahanan yang ditempati para imigran. Saat itu semua tahanan sedang tidur. Kami sangat terkejut ketika belasan imigran itu datang lalu mengikat kami dengan kain selimut serta sobekan kain bendera Merah Putih," ujarnya.
Pantauan Pos Kupang di Mapolda NTT, semalam, lima imigran asal Myanmar sudah ditangkap lagi dan diamankan di Mapolda NTT. (ben/dar/den)

Kronologi

1. Rabu (14/1/2009) sekitar pukul 01.30 Wita, 18 imigran menyerobot masuk ruang piket jaga (tenaga honorer), Oscar Kameo, Maxi Bukifan dan Glorianus Ambasan. Kaki dan tangan ketiga petugas jaga ini diikat dengan potongan kain selimut, sprei dan kain Bendera Merah Putih yang disimpan di meja piket.

2. Para imigran ini memadamkan seluruh lampu listrik, memutuskan kabel telepon kantor yang terletak di atas meja piket. Imigran membawa kabur 3 buah handy talky milik Rudenim Kupang.

3. Imigran yang melarikan diri setelah memukul tiga imigran lainnya yang tidak mau kabur bersama mereka.

4. Sebuah mobil L 300 parkir di depan Kantor Rudenim Kupang dan digunakan imigran untuk melarikan diri.

5. Sekitar pukul 2.30 Wita, petugas berhasil melepaskan diri dari ikatan. Glorianus Ambasan menelpon aparat Polresta Kupang dan Benyamin Tulasi (Kasubag TU Rudenim Kupang) yang selanjutnya menelpon Karudenim, I Gusti Ngurah Rai. Kedua pejabat itu lalu meluncur ke Rudenim. Saat itu, aparat Polresta Kupang sudah berada di kantor tersebut.

6. Sekitar pukul 08.00 Wita, Wakapolda NTT, Kombes Muharso dan Polresta Kupang tiba di Rudenim Kupang. Ketiga petugas jaga dibawa ke Polresta Kupang untuk dimintai keterangannya. Polisi melakukan pencarian.

7. Sekitar pukul 19.30 Wita, lima imigran (semuanya asal Myanmar) dibawa ke Mapolda NTT setelah sebelumnya ditangkap di perairan Tablolong. Wakapolda NTT sempat melihat kondisi para imigran ini. Hadir juga sejumlah pegawai Rudenim Kupang. (dar/den)


Imigran yang Kabur:

No. ! Nama ! Asal ! Keterangan
---------------------------------------------------------------------
1. Iqbal Nawrooz Ali Afghanistan
2. Muneer Ahmad Iqbal Afghanistan
3. Mohammad Farid Afghanistan
4. Najibulah Ali Ahmad Afghanistan
5. Ghulam Rajahi Afghanistan
6. Masihullah Najibullah Afghanistan
7. Naser Rajabi Afghanistan
8. Jawid Rahimsad Afghanistan
9. Mohammad Hashim Afghanistan
10. Ruhullah Najibullah Afghanistan
11. Mohammad Akbar Afghanistan
12. Zekrya Mohammad Eisa Afghanistan
13. Mohamed Yunus Ali Shier Pakistan
14. Nur Alam Myanmar Sudah ditangkap
15. Zubair Dobinhma Myanmar Sudah ditangkap
16. Mohd Asar Myanmar Sudah ditangkap
17. Zubair Bin Qolimula Myanmar Sudah ditangkap
18. Mohamed Hasim Bin Zahir Myanmar Sudah ditangkap