Kamis, 22 Januari 2009

BWS Nusra Usul Rp 40 M untuk Embung di Kolhua

KUPANG, PK -- Balai Wilayah Sungai (BWS) Nusa Tenggara (Nusra) II mengusulkan dana sekitar Rp 40 miliar dari APBN untuk membangun embung berkapasitas 6 juta kubik di Kelurahan Kolhua, Kecamatan Maulafa, Kota Kupang.
Kepala Satuan Kerja (Kasatker) Satuan Kerja Non Vertikal Tertentu (SNVT) Pengelolaan Sumber Daya Air (SDA) BWS Nusra II, Ir. Budi Sucahyono, M.Si, menjelaskan hal ini kepada Pos Kupang, Kamis (19/6/2008), terkait kelanjutan rencana pembangunan embung itu. Pembangunan embung ini dalam rangka memenuhi kebutuhan air baku bagi warga Kota Kupang.
"Jumlah pasti dana yang diperlukan untuk pembangunan embung itu setelah dibuatkan detail design. Tapi dana yang akan kita usulkan sekitar Rp 40 miliar. Kita usulkan agar dana itu dialokasikan melalui APBN," kata Budi.
Saat ini, jelas Budi, pihaknya sedang melakukan berbagai persiapan untuk mengajukan anggaran pada tahun 2009 mendatang, seperti pembuatan RAB, spesifikasi dan sebagainya.
"Memang dalam musrenbang di Departemen PU di Jakarta baru-baru ini, rencana pembangunan embung di Kolhua itu sudah dimasukan dalam program kerja yang akan dilaksanakan pada tahun 2009. Kalau usul yang dilakukan saat ini berjalan lancar, tahun 2010 kegiatan konstruksinya sudah berjalan lancar," kata Budi.
Sebelumnya, Budi menjelaskan, rencana membangun embung di Kolhua itu sudah lama, sejak kantor yang ditempatinya masih berstatus PKSA (Pengembangan dan Konservasi Sumber Air). "Sebenarnya sama-sama dengan Tilong. Tapi setelah diseleksi oleh JBIC, Tilong lebih prioritas," kata Budi.
Budi menjelaskan, Balai memang berupaya membangun embung di Kolhua, karena itu satu-satunya cara untuk memenuhi kebutuhan air baku di Kota Kupang. "Jadi embung yang dibangun nanti bukan untuk irigasi, tapi murni untuk air bersih," katanya. (kas)

Embung Berkapasitas 6 Juta Kubik Dibangun di Kolhua

KUPANG, PK -- Balai Wilayah Sungai (BWS) Nusa Tenggara (Nusra) II akan membangun embung berkapasitas 6 juta kubik di Kelurahan Kolhua, Kecamatan Maulafa, Kota Kupang. Pembangunan embung ini dalam rangka memenuhi kebutuhan air baku bagi warga Kota Kupang.
Kepala BWS Nusra II, Ir. T Iskandar, MT, melalui Kepala Satuan Kerja (Kasatker) Satuan Kerja Non Vertikal Tertentu (SNVT) Pengelolaan Sumber Daya Air (SDA) BWS Nusra II, Ir. Budi Sucahyono, M.Si, menjelaskan hal ini kepada Pos Kupang, Jumat (18/4/2008).
Penjelasan ini terkait keterangan Iskandar sebelumnya tentang rencana pembangunan embung di Kolhua itu guna pemenuhan kebutuhan air baku bagi warga Kota Kupang. "Tapi untuk keterangan detailnya bisa ditanyakan sama Pak Budi, karena mereka yang dulu merencanakan pembangunan embung itu," kata Iskandar, ketika ditemui Pos Kupang, Selasa (1/4/2008) lalu.
Budi mengakui, rencana membangun embung di Kolhua itu memang sudah lama, sejak kantor yang ditempatinya masih berstatus PKSA (Pengembangan dan Konservasi Sumber Air). "Sebenarnya sama-sama dengan Tilong. Tapi setelah diseleksi oleh JBIC, Tilong lebih prioritas," kata Budi.
Saat ini, demikian Budi, rencana pembangunan embung di Kolhua itu masih pada tahap studi basic design. Untuk merealisasikan pembangunan embung yang mereka rintis saat ini perlu ditambah dengan penyelidikan-penyelidikan lebih lanjut. "Balai memang berupaya membangun embung di Kolhua, karena itu satu-satunya untuk memenuhi kebutuhan air baku di Kota Kupang. Jadi embung yang dibangun nanti bukan untuk irigasi, tapi murni untuk air bersih," katanya.
Menurut rencana, dana yang diperlukan untuk membangun embung itu sekitar Rp 40 miliar. "Anggarannya sekitar itu. Tapi pastinya setelah dilakukan detail design (studi kelayakan) dan Amdal yang akan dilakukan tahun 2009 mendatang," jelas Budi.
Dikatakannya, daya tampung embung ini nantinya sekitar 6 juta kubik atau sepertiga dari daya tampung Bendung Tilong saat ini. "Jumlah ini bisa lebih dari kebutuhan air baku warga Kota Kupang," katanya. (kas)

Jumat, 16 Januari 2009

Direksi Bank NTT Klarifikasi

KUPANG, PK -- Direksi Bank NTT menyampaikan klarifikasi tentang proses pelaksanaan proyek pembangunan enam gedung kantor cabang di NTT dan kebijakan mempensiunkan 16 karyawan senior yang masih berusia di bawah 55 tahun.
Klarifikasi itu disampaikan dalam jumpa pers di lantai dua gedung kantor pusat Bank NTT di Jalan WJ Lalamentik-Kupang, Jumat (16/1/2009). Jumpa pers digelar usai acara grand opening Kantor Cabang Khusus di tempat yang sama. Acara ini sempat diwarnai aksi demo sekelompok mahasiswa yang antara lain mempersoalkan pembangunan enam gedung kantor bank tersebut (berita di halaman 7).
Grand opening yang dirangkai dengan jumpa pers untuk mengklarifikasi persoalan-persoalan tersebut, bertepatan dengan sidang DPRD NTT dengan agenda meminta penjelasan direksi Bank NTT seputar masalah-masalah yang menimpa Bank NTT. Karena itu Direktur Utama (Dirut) Bank NTT, Amos Ch Corputty tidak menghadiri sidang Dewan dimaksud.
Dalam jumpa pers tersebut, Direktur Umum/Operasional Bank NTT, Daniel Tagu Dedo mengatakan, pembangunan enam gedung kantor cabang Bank NTT di enam kabupaten (TTS, TTU, Alor, Manggarai Barat, Manggarai dan Lembata) berdasarkan keputusan RUPS Bank NTT dimana pelaksanaannya menggunakan pedoman internal Bank NTT. Tidak ada landasan hukum lain yang dapat digunakan sebagai pedoman.
Jumpa pers itu dihadiri Dirut Amos Corputty, Direktur Kepatutan dan Kelayakan, Helena Beatrix Parera dan Direktur Pemasaran, Anton Bata.
Tagu Dedo menjelaskan, tender proyek enam gedung (yang menelan dana sekitar Rp 24 miliar, Red) itu tidak menggunakan Keppres 80 Tahun 2003. Alasannya, pertama, Keppres mengatur pengadaan barang/jasa yang dibiayai APBN/APBD, kedua, tidak ada penetapan dalam APBD proponsi/kabupaten/kota se NTT tentang anggaran pembangunan gedung kantor Bank NTT.
Dia menjelaskan, setoran modal Pemprop/pemkab/pemkot di NTT tetap utuh dan tidak berkurang dengan adanya pembangunan enam gedung tersebut.
Mengenai pelelangan terbatas, Tagu Dedo memaparkan beberapa alasan, di antaranya pertimbangan kerahasiaan denah struktur gedung, spesifikasi teknis dalam penyediaan mechanical electrical (ME) diantaranya pemasangan jaringan komputer yang membutuhkan standarisasi khusus yang menjamin terlaksanananya koneksi 24 jam sehari dengan tingkat performance minimal 98,7 persen. Selain itu kerahasiaan letak peralatan emergency panel untuk mencegah perampokan.
"Pemilihan metode ini tentunya membuka ruang yang cukup untuk diperdebatkan namun sebagai pengelola dana masayrakat sangat mengedepankan keamanan mengingat bank adalah satu-satunya industri yang sangat regulated. Jika menggunakan pelelangan terbuka maka denahnya bisa tersebar sehingga tingkat kerahasiaan yang harus dijaga bisa tersebar," kata Tagu Dedo.
Dalam pengerjaannya, kontraktor lokal dan tenaga kerja lokal juga dilibatkan. Kontraktor pelaksana wajib menunjuk sub kontraktor lokal untuk bagian pekerjaan tertentu.
Mengapa harus PT Adhi Karya yang mengerjakannya, sedangkan banyak proyek yang ditanganinya bermasalah? Tagu Dedo menjelaskan bahwa dalam proses tender digunakan sistem nilai berdasarkan kriteria dan perusahaan tersebut memperoleh nilai tertinggi. "Tidak ada alasan hukum yang kuat untuk mengurangi nilai PT Adhi Karya, karena berdasarkan hasil klarifikasi atas berita tentang proyek yang dikerjakan, panitia tidak mendapatkan bukti hukum yang cukup untuk mengurangi nilai PT Adhi Karya," katanya.

Pensiun Normal
Pada kesempatan yang sama, Dirut Corputty juga mengklarifikasi permasalahan seputar keputusan direksi mempensiunkan 16 karyawan. Empat dari belasan pegawai itu "melawan" dan 12 lainnya "pasrah pada nasib".
Corputty mengatakan, empat pegawai Bank NTT itu (Hanselmus Bulan, Paulus Bria, Lali Bewa Tamaela dan Amelia D Radja Herzon) telah memenuhi syarat usia pensiun normal sesuai aturan perusahaan (Bank NTT) dan tidak bertentangan dengan UU dan peraturan pemerintah yang lebih tinggi.
Total pesangon yang diterima, katanya, berkisar antara Rp 69 juta hingga Rp 70 juta lebih dan setiap bulan para karyawan itu menerima pensiun minimal Rp 2,1 juta.
Dia menjelaskan, dasar hukum pensiun pegawai Bank NTT adalah UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dimana pada pasal 154 butir c menyebutkan bahwa PHK dapat terjadi karena pekerja/buruh mencapai usia pensiun sesuai dengan ketetapan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja sama atau peraturan perundang- undangan. "Jadi usia pensiun dapat diatur dalam peraturan perusahaan," katanya.
Sementara dalam UU 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun, dalam pasal 27 disebutkan bahwa usia pensiun normal wajib ditetapkan dalam peraturan dana pensiun dan tidak boleh melebihi usia yang ditetapkan oleh menteri yang membidangi ketenagakerjaan. Pasal 5 UU itu menyebutkan bahwa dalam peraturan dana pensiun dapat ditetapkan batas usia maksimum peserta wajib pensiun dalam hal peserta tetap bekerja setelah dicapainya usia pensiun normal.
"Jadi usia pensiun normal dan batas usia maksimum peserta wajib pensiun harus dimuat dalam peraturan dana pensiun perusahaan dan tidak boleh melebihi usia yang ditetapkan menteri. Sementara peraturan Menakertrans Nomor PER-02/MEN/1995 juga mengatur tentang pensiun normal dan batas usia pensiun maksimum," tegasnya.
Dijelaskannya, sesuai keputusan direksi Bank NTT No. 37A Tahun 2001 tentang Pedoman Kerja SDM Bank NTT, usia pensiun diatur menurut golongan yaitu golongan A umur 46 tahun, golongan B umur 48 tahun dan golongan C umur 50 tahun. Sementara keputusan nomor 32 tahun 2007 mengatur mengenai pegawai pelaksana dengan pangkat pegawai dasar (PDS) usia pensiun 46 tahun, pangkat pelaksana (PLK) usia pensiun 48 tahun dan pangkat pembatu pimpinan (PPI) usia pensiun 50 tahun, pejabat fungsional usia pensiun 56 tahun dan pegawai yang menduduki jabatan struktural usia pensiun 56 tahun. (ira)


Buka Ladies Bank

BANK NTT telah membuka Kantor Cabang Khusus dimana seluruh pegawai mulai dari pemimpin cabang hingga supir dan satpamnya adalah perempuan (ladies bank). Kantor cabang khusus ini bertujuan untuk meningkatkan share penghimpunan dana ketiga dan kredit di Kota Kupang melalui ladies bank dan priority service, menangani kredit dengan plafon di atas Rp 1,5 miliar dan melayani kredit mikro di Kota Kupang yang diprioritaskan pada usaha mikro yang dikelola kaum perempuan.
Direktur Utama Bank NTT, Ch Amos Corputty di halaman kantor pusat Bank NTT, Jumat (16/01/2009), menjelaskan, kantor cabang khusus itu disetujui tanggal 18 Desember 2008. "Kantor cabang khusus ini diharapkan bisa menjadi pelopor untuk menggerakkan ekonomi rakyat, khususnya usaha yang ditangani kaum perempuan. "Mulai dari ibu-ibu yang menjual sirih pinang di pasar hingga usaha besar yang dikelola perempuan," ujarnya.
Kantor cabang khusus ini juga memiliki keistimewaan lainnya yaitu bagi nasabah yang memiliki deposito sebesar Rp 250 juta maka akan disediakan tempat pelayanan khusus serta bentuk pelayanan lainnya yang sedang dikembangkan.
"Untuk nasabah yang mau setor dalam jumlah tertentu, maka karyawati di sini siap untuk menjemput bola karena ada mobil khusus yang sopirnya adalah perempuan untuk menjemput uang atau membayar. Semuanya serba online," katanya.
Menyangkut perkembangan Bank NTT, Corputty menjelaskan, sejak tahun 2005 hingga 2008, Bank NTT terus mengalami pertumbuhan yang cukup baik terlihat dari perkembangan aset, penghimpunan dana masyarakat, penyaluran kredit, modal disetor dan laba usaha. "Sampai dengan akhir tahun 2008, aset Bank NTT telah mencapai Rp 3,5 triliun, penghimpunan dana ketiga Rp 2,09 triliun, kredit Rp 2,3 triliun, modal yang disetor sebesar Rp 332 miliar dan laba sebesar Rp 143,4 miliar," jelasnya.
Dikatakannya, pada tahun 2008, Bank NTT lebih fokus mengembangkan pembiayaan di sektor mikro. "Sesuai misi Bank NTT yaitu menjadi pelopor penggerak ekonomi rakyat, menggali sumber potensi daerah untuk diusahakan secara produktif, meningkatkan sumber pendapatan asli daerah dan mengoptimalkan fungsi intermediasi bank melalui penghimpunan dan penyaluran dana kepada masyarakat dalam bentuk kredit," katanya.
Direktur Umum/Operasional, Daniel Tagu Dedo mengatakan, tahun ini Bank NTT merencanakan menerbitkan obligasi I Bank NTT sebesar Rp 500 miliar dalam rangka memperkuat struktur sumber pendanaan. "Rencana ini sangat strategis karena akan memberikan ruang gerak yang lebih leluasa bagi penyaluran kredit mikro di NTT dan perluasan jaringan pelayanan," katanya. (ira)

Polda NTT Selidiki Mafia Imigran Gelap

KUPANG, PK -- Penyidik Polda NTT sedang menyelidiki mafia di balik kaburnya 18 imigran asal Afganistan, Myanmar dan Pakistan dari tahanan di Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Kupang, Rabu (14/1/2009).
Wakil Direktur Reskrim Polda NTT, AKBP Samyulianus Kawengian mengatakan itu saat ditemui Pos Kupang di Mapolda NTT, Jumat (16/1/2009).
Dia mengatakan, polisi belum berhasil mengungkap siapa sesunguhnya yang berada di balik kaburnya belasan imigran tersebut. Sebab, kaburnya para imigran gelap dari Rudensi Kupang tidak terjadi dengan sendirinya. Pasti ada pihak lain di Kupang yang turut mengatur semua skenario sehingga 18 orang imigran itu berhasil kabur sampai menumpang sebuah perahu untuk pergi ke Rote dan seterusnya ke Australia.
Sebagaimana diberitakan, dalam pelarian itu, perahu yang dipergunakan tenggelam. Lima orang imigran tewas, sembilan selamat dan sudah berhasil diamankan kembali sedangkan sisanya belum diketahui nasibnya.
Menurut Kawengian, ada pihak lain yang "mengatur" kaburnya para imigran itu dari Rudenim. Salah satu indikasinya, yakni sudah ada mobil L-300 yang menunggu di depan rumah tahanan untuk ditumpangi para imigran gelap tersebut menuju Pantai Oeba.
Ditanya mengenai keterlibatan Ali Kobra di balik kaburnya para imigran itu, Kawengian mengatakan masih diselidiki.
"Masih diselidiki, termasuk keterlibatan pihak lain. Polisi masih mengintensifkan pemeriksaan terhadap beberapa saksi," katanya.
Menurut Kapolresta Kupang, AKBP Heri Sulistyanto, penyidik Polresta Kupang melihat adanya unsur kelalaian petugas jaga malam Rudenim. "Ada unsur kelalaian para petugas jaga malam yang tidak mengunci kamar tahanan yang ditempati para imigran itu. Seharusnya dikunci kalau para tahanan sudah berada di dalam," kata Sulistyanto yang menambahkan bahwa para petugas jaga Rudenim yang bertugas pada malam kejadian, masih berstatus saksi.
Upaya pencarian korban hilang yang dilakukan tim SAR Nasional, Kupang dipimpin Bram Koliman bersama petugas Kepolisian dari Dit Polair NTT dipimpin AKP Denis Laihatu terus berlangsung.
Satu Jenazah Ditemukan
Pada Jumat (16/1/2009), ditemukan satu jenazah laki-laki yang adalah imigran asal Afganistan di pantai Desa Tablolong. Kondisi jenazah sudah membusuk dan sulit dikenali. Jenazah tersebut ditemukan warga setempat sekitar pukul 10.30 Wita.
Sementara itu empat jenazah imigran yang tenggelam saat perahu "Dua Mil" yang mereka tumpangi dihantam badai di perairan dekat Pulau Semau, dikuburkan kemarin di tempat pemakaman muslim di Kampung Batukadera, Kelurahan Fatufeto, Kecamatan Alak, Kota Kupang. Empat jenazah yang dimakamkan itu adalah Iqbal Nawrooz Ali, Mohamed Yunus Ali Shier, Jawid Rahimsad dan Zekrya Mohamad Eisa, semuanya warga Afghanistan.
Ikut hadir dalam acara pemakaman itu Kepala Dinas Sosial Propinsi NTT, Drs. Sentis Medi, Staf Dinsos NTT, Okto Tabellak, Kasubag Tata Usaha Rudenim Kupang, Benyamin Tulasi dan Wakil Imam Masjid Kelurahan Airmata.
Sentis Medi mengatakan, pemakaman jenazah empat warga Afghanistan itu dilakukan setelah ada koordinasi antara pihak kepolisian, Imigrasi Kupang dan instansi terkait lainnya. Biaya pemakaman ditanggung oleh Dinsos NTT.
Secara terpisah, Benyamin Tulasi mengatakan, pemakaman keempat jenazah tersebut dilaksanakan sesuai prosedur Dirjen Imigrasi dan Peraturan Menteri. Imigrasi pusat di Jakarta sudah berkoordinasi dengan Kedubes Afghanistan.
Pantauan Pos Kupang, empat jenazah dikuburkan dalam dua liang lahat. Jenazah Zekrya Mohamad Eisa dan Mohamed Ali Shier berada dalan satu liang lahat. Satu liang lahat lainnya terisi Jenazah Iqbal Narwooz Ali dan Jawid Rahimsad. (ben/den)

Kacab Bank NTT Labuan Bajo Jadi Tersangka

RUTENG, PK -- Penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Ruteng telah menetapkan Husen Adam, Kepala Cabang (Kacab) Bank NTT Labuan Bajo, sebagai tersangka dalam kasus korupsi dana proyek pengembangan ubi aldira yang dikelola Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Perkebunan dan Peternakan Manggarai Barat (Mabar).
Kajari Ruteng, Timbul Tamba, S.H, M.H menyampaikan hal itu saat dihubungi Pos Kupang di Ruteng, Jumat (16/1/2009). Dia dimintai keterangan terkait perkembangan penanganan kasus dugaan korupsi proyek ubi kayu di Mabar.
Timbul Tamba menjelaskan, hasil penyelidikan mengindikasikan keterlibatan Husen Adam dalam kasus proyek pengembangan ubi kayu aldira yang menelan dana Rp 2,8 miliar itu.
Keterlibatan yang bersangkutan, kata Timbul Tamba, yakni dalam proses pencairan dana proyek. Adam memberikan kemudahan kepada Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Perkebunan dan Peternakan Mabar, Matheus Janing, yang juga sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus yang sama.
Mekanisme pencairan dana proyek yang seharusnya, kata Timbul Tamba, yakni dana dicairkan kepada rekanan pengadaan stek ubi kayu, Rinda Jati. Namun yang terjadi, tersangka Adam mencairkan langsung kepada rekening Dinas Pertanian setempat. Selain itu, dana senilai Rp 270 juta ditransfer langsung ke rekening pribadi Matheus Janing.
Timbul Tamba mengatakan, selain Husen Adam, jaksa juga sudah menetapkan dua orang lagi sebagai tersangka yakni Matheus Janing dan Rinda Jati selaku rekanan pemerintah yang melaksanakan proyek itu.
Untuk melengkapi berita acara pemeriksaan (BAP) para tersangka, kata Timbul Tamba, penyidik kejaksaan akan memanggil dan meminta keterangan saksi-saksi.
Ditanya tentang penahanan para tersangka, Timbul Tamba mengatakan bahwa peluang itu ada. Hanya saja perlu keterangan tambahan dari para saksi sehingga pada waktunya para tersangka pasti ditahan.
Untuk diketahui, proyek pengadaan stek ubi kayu senilai Rp 2,8 miliar diduga bermasalah. Sesuai hasil audit BPKP Perwakilan NTT, total kerugian negara dalam kasus tersebut mencapai Rp 448 juta. (lyn)

Kamis, 15 Januari 2009

Tangis Pisah di Pelukan Ibu.....

IQBAL Nawrooz Ali, imigran asal Afghanistan adalah satu dari empat imigran yang tewas setelah perahu yang mereka gunakan untuk melarikan diri dari Kupang ke Rote, tenggelam. Iqbal tidak sendirian. Dia bersama anaknya, Muneer Ahmad Iqbal (9 tahun). Sampai kemarin, nasib bocah ini belum diketahui. Kenapa sampai ayah-anak ini pergi meninggalkan tanah kelahiran mereka; Afghanistan? Berikut intisari hasil wawancara Pos Kupang dengan Iqbal, 23 Desember 2008 lalu, sebelum peristiwa yang merenggut nyawanya itu.

***

"SAYA tidak ingat kapan kami keluar dari rumah tetapi sampai hari ini sudah 24 hari kami tinggalkan rumah. Muneer memeluk ibunya dan mengucapkan selamat tinggal untuk waktu yang tidak pasti. Dia menangis tetapi akhirnya memilih mengikut saya".
Demikian Iqbal Nawrooz Ali ketika Pos Kupang mewawancarainya di ruang kerja Kasubag Tata Usaha Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Kupang, Benyamin Tulasi, Selasa (23/12/2008). Di ruang itu, anaknya yang kedua, Muneer Ahmad Iqbal, siswa Kelas III SD Marefat, Vilanese-Afghanistan, duduk sekursi dengan Devan Riwu, anak seorang PNS yang bekerja di Rudenim.
Sejak Muneer menjadi salah satu dari 33 imigran yang ditahan di Rudenim Kupang (6/12/2008), Devan Riwu menjadi teman mainnya sehari-hari, walaupun komunikasi antara keduanya hanya menggunakan bahasa tubuh. Berjingkrak-jingkrak, melompat dari kursi kemudian duduk tenang karena ditegur ayahnya. Raut wajah bocah itu tak memperlihatkan kegelisahan, pemandangan yang berbeda dengan sang ayah, Iqbal.
Mengenakan baju kaos oblong bergambar robot dan celana pendek jeans, Muneer tidak berhasil diajak ngobrol. Kendala utamanya ternyata bukan bahasa, karena ada penterjemah, Sayed Nasim, imigran asal Afghanistan yang mengerti bahasa Indonesia. Nasim yang ditahan terlebih dahulu di Rudenim Kupang itu sudah membujuk Muneer untuk mengungkapkan perasaannya, apakah dia senang, sedih, rindu pada mamanya, saudaranya dan teman-temannya, namun anak itu, seperti anak di belahan dunia mana pun, memilih bermain. Tetapi dari cerita ayahnya, Muneer rindu bermain dengan anak-anak sebayanya yang mengerti bahasanya.
"Munir juga ingat ibunya. Tiap malam dia tanya kapan keluar dari rumah ini (Rudenim Kupang, Red). Kapan tiba di Australia? Kapan bisa tinggal dengan tenang sehingga bisa kumpul lagi dengan ibu dan saudara- saudaranya?" tutur Iqbal.
Menurutnya, kekhawatiran akan bahaya perang dan pembunuhan dari kelompok Taliban telah memisahkan keluarganya. Istrinya, Adila Ahmad, membawa serta tiga anak mereka menuju Pakistan. Sementara dirinya dan Muneer meninggalkan kampung halaman guna menata hidup baru di Australia, negeri yang banyak dituju para pencari suaka dari kawasan Asia.
Baginya, tidak ada kehidupan di Afganistan. Berkali-kali ia tegaskan, persoalannya bukan pada materi dan uang, melainkan pada masalah keamanan hidup. Dari sisi finansial, keluarganya berkecukupan karena memiliki sebuah toko emas. Tetapi apalah arti kekayaan kalau hidup dalam bayangan rasa takut? Ancaman perang dan tindak kekerasan dari kelompok Taliban menjadi hantu paling menakutkan yang sewaktu-waktu berbuah maut.
"Perjalanan kami dari Afganistan, India, Kuala Lumpur, Surabaya, Jakarta (selama dua malam) dan langsung ke Kupang. Jumlah uangnya? Saya tidak hitung tetapi sudah sekitar $ 4.000 untuk kami dua. Itu sudah semuanya termasuk visa, tiket pesawat, makan minum dan lain-lain. Semua uang pribadi. Saya punya keluarga bukan orang miskin. Kami punya toko emas. Tetapi kami tidak aman lagi di sana. Tidak ada hidup di sana," demikian Iqbal menjawab pertanyaan Pos Kupang.
Tetapi siapa sangka ketika perjalanan Iqbal mencari kehidupan berujung lenyapnya nyawa ketika kenekatannya melarikan diri dari Rudenim Kupang, Rabu (14/1/2009) dinihari berakhir dengan tenggelamnya perahu di sekitar perairan Pulau Semau.
Sementara Muneer hingga tadi malam belum ditemukan. Salah seorang aparat keamanan yang mengantar Najibulah Ali Ahmad, salah satu imigran Afghanistan yang selamat, ke Rudenim Kupang sekitar pukul 17.30 Wita, kemarin, menceritakan, setelah perahu tenggelam, Muneer sebetulnya sudah sempat diselamatkan ke atas perahu. Namun, karena hantaman gelombang, perahu itu kembali tenggelam.
Muneer memang belum ditemukan. Tidak ada kepastian apakah ia selamat atau menyusul ayahnya ke alam baka. Mungkinkah tangis yang ia tumpahkan saat pamit dari ibunya merupakan pertanda sang anak berpisah selamanya. Semoga saja tidak. (yosep sudarso)

Enam Korban Belum Ditemukan

LIMA dari 18 imigran yang tenggelam bersama perahu yang mereka tumpangi setelah berhasil kabur dari Rudenim Kupang, Rabu (14/1/2009) dinihari, dan seorang awak perahu, masih belum ditemukan. Dari sembilan imigran yang ditemukan selamat, enam orang sudah dibawa ke Rudenim Kupang dan tiga masih dirawat di RS Bhayangkara.
Kepala Rudenim Kupang, I Gusti Ngurah Rai yang ditemui di ruang kerjanya, Kamis (15/1/2009) petang, menjelaskan, penanganan terhadap para imigran, terutama empat yang meninggal dunia, masih menunggu hasil koordinasi Direktur Penyidik dan Penindakan Keimigrasian Departemen Hukum dan HAM dengan Kedubes Afghanistan, Pakistan dan Myanmar.
"Hingga sore ini (kemarin, Red) kami belum mendapat petunjuk dari Jakarta. Kami tunggu, apakah Kedubes Afghanistan mau membawa jenazah warganya ke negaranya atau dikuburkan di sini. Semua laporan sudah kami kirim termasuk perkembangan terakhir," kata Ngurah Rai.
Dia menambahkan, Dinas Sosial Propinsi NTT sudah menyatakan siap memfasilitasi seluruh acara pemakaman bila diputuskan dikebumikan di Kupang.
Dijelaskannya, para imigran ini umumnya mempunyai visa wisata tetapi sudah habis masa lakunya pada Desember 2008. "Ada yang dari 18 November sampai 18 Desember, ada yang dari 22 November sampai 22 Desember dan ada juga yang baru selesai tanggal 27 Desember lalu," ungkapnya.
Dia mengatakan, sebelumya tidak ada tanda-tanda yang mencurigakan bahwa para imigran ini bakal melarikan diri. Bahkan, 15 imigran lain yang tidak ikut melarikan diri sama sekali tidak mengetahui rencana ini. Dia mengakui, human error merupakan salah satu faktor yang menyebabkan kaburnya para imigran. Walaupun demikian, ia belum menentukan sikap apakah menghukum ketiga petugas jaga malam itu, karena masih menunggu hasil pemeriksaan kepolisian dan mengkonsultasikannya dengan Kanwil Depkumham NTT.

Upaya Pencarian
Sementara itu pencarian terhadap enam korban tenggelamnya perahu yang ditumpangi para imigran itu, dilakukan Tim SAR Kupang dipimpin ketua regu, Bram Kolimon dibantu tujuh anggota SAR. Ada lima orang imigran, semuanya asal Afghanistan, dan satu awak perahu, Arin Jumeda, belum ditemukan.
Dalam pencarian di sekitar perairan Bolok dan Pulau Semau sekitar pukul 12.30 Wita, kemarin, berhasil ditemukan Nasir Pello, juragan perahu. Saat ditemukan, Pello sudah meninggal dunia.
Bram Kolimon yang ditemui di Pelabuhan Perikanan- Tenau, kemarin, tim SAR Kupang sejak pukul 10.00 Wita kemarin menyisir sepanjang pantai Pulau Semau sampai dengan perairan sekitar Bolok. Pencarian dilakukan sampai pukul 18.00 Wita, kemarin dan dilanjutkan hari ini.
Pada pagi sekitar pukul 06.00 Wita, kemarin, warga bersama aparat Dit Polair Polda NTT menemukan jenazah Iqbal Nawrooz Ali di lokasi penangkaran mutiara milik PT TOM di Bolok. Dengan ditemukanya jenazah Iqbal maka jumlah imigran gelap yang tewas dalam kecelakaan laut itu sebanyak empat orang yaitu Iqbal (Afganistan), Mohamed Yunus Ali Shier (Pakistan), Jawid Rahimsad (Afganistan) dan Zekrya Mohamad Eisa (Afganistan).
Aparat Dit Polair NTT sudah menemukan bangkai perahu motor tempel 'Dua Mil' di perairan antara Pulau Timor dan Semau dalam keadaan tenggelam serta pecah. Bangkai perahu tersebut telah ditarik dan diamankan di dermaga Dit Polair Polda NTT.
Kadis Sosial Setda NTT, Drs. Sentis Medi yang ditemui terpisah, kemarin, menjelaskan, Pemprop NTT siap menguburkan jenazah empat imigran gelap setelah berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait.
Jenazah empat imigran tersebut masih disemayamkan di ruangan Instalasi Pemulasaran Jenasah (IPJ) RSU Prof. Dr. WZ Johannes-Kupang. Hanya dua jenazah yang dimasukkan ke dalam lemari pendingin jenazah karena salah satu lemari pendingin tidak berfungsi. Jenazah sudah menebar bau busuk.
Sedangkan jenazah Nasir Pelo, juragan perahu, telah diambil keluarga pada pukul 15.00 Wita, kemarin, untuk dibawa ke Papela Rote Timur. (dar/ben/den)

Kobra, Otak Kaburnya Imigran

KUPANG, PK -- Kaburnya 18 orang imigran dari tahanan di Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Kupang, diduga diotaki Ali Kobra, salah seorang warga NTT yang masih dalam pengejaran aparat kepolisian. Kobra turun langsung pada Rabu (14/1/2009) dini hari, menyewa perahu untuk membawa kabur para imigran keluar dari Kupang.
Kehadiran Ali Kobra diceritrakan oleh Rian Gafur (15), awak perahu tempel "Dua Mil" asal Papela, Rote Timur, yang ditemui Pos Kupang di Rumah Sakit Bhayangkara (RSB) Kupang, Kamis (15/1/2009).
"Kami diminta Ali Kobra untuk membawa para imigran gelap ini. Saya tidak tahu persis Ali Kobra itu tinggalnya dimana, tetapi malam itu dia (Ali Kobra, Red) yang menyewa perahu untuk membawa para imigran ke Pulau Rote," kata Rian Gafur.
Perahu tempel "Dua Mil" itu, kata Gafur, membawa 21 penumpang, terdiri dari 18 imigran dan tiga awak perahu, yaitu Nasir Pelo (juragan) dan dua orang lagi, Arin Jumeda serta Rian Gafur yang bertugas menjaga mesin perahu.
Perahu tersebut, kata Gafur, khusus disewa Ali Kobra dengan harga sekitar Rp 30 juta untuk membawa para imigran gelap menuju Pulau Rote, sebelum mereka menuju Australia secara ilegal.

Perahu motor yang mereka tumpangi itu --yang kemudian tenggelam di perairan sekitar Pulau Semau-- panjangnya 11 meter, lebar 3,5 meter. Pada dini hari Rabu itu, mereka bertolak dari Pantai Oeba, Kelurahan Fatubesi, Kecamatan Kelapa Lima. "Waktu para imigran tiba di pantai langsung naik. Kami langsung jalan menuju Rote," katanya.
Namun, katanya, saat perahu berada di perairan di antara Pulau Semau dan kawasan pantai pembudiayaan mutiara milik PT TOM, perahu dihantam badai besar. Perahu pecah dan langsung tenggelam. Empat imigran tewas, sembilan lain selamat dan sisanya masih belum diketahui nasibnya.
Sesuai rencana semula, para imigran gelap itu setelah tiba di Rote mereka beristirahat, sebelum menuju Pulau Pasir, Australia.
Kasat Reskrim Polresta Kupang, AKP Anton Seven Brutu kepada wartawan, kemarin menjelaskan, keterlibatan Ali Kobra yang diduga sebagai otak di balik kaburnya para imigran gelap itu masih dalam proses penyelidikan. Penyelidikan kasus itu dilakukan secara terpadu oleh Polda NTT bersama Polresta Kupang.
Terhadap para imigran yang selamat, katanya, akan diproses secara hukum dengan mengacu pada UU keimigrasian. Mereka juga akan diproses hukum karena merobek bendera Merah Putih, melakukan penganiayaan terhadap petugas jaga dan sesama imigran. Kepala Rudenim Kupang, I Gusti Ngurah Rai, katanya, sudah dimintai keterangannya oleh penyidik sebagai saksi.
Belasan imigran itu kabur dari Rudenim setelah melumpuhkan tiga petugas jaga. Para petugas diikat dengan sobekan kain, termasuk kain bendera Merah Putih, di tiga ruang terpisah. Mereka juga memutuskan kabel telepon dan memadamkan listrik. Para imigran lainnya yang menghalang-halangi mereka, juga dipukul dan diikat.
Saat kejadian, sebuah mobil L300 menunggu di depan gedung Rudenim di Jalan Farmasi-Kelurahan Oesapa Selatan, Kota Kupang itu. Setelah belasan imigran itu nasik, mobil langsung tancap gas menuju Pantai Oeba, dimana sudah ada sebuah perahu yang menunggu mereka. Sampai kemarin, siapa pemilik perahu dan siapa sopir serta pemilik mobil L300 yang dipakai para imigran itu, masih belum diketahui. (ben/dar/den)


Data Korban:
------------------------------------------------------------------------------------------
No. ! Nama ! Asal ! Keterangan
------------------------------------------------------------------------------
1. Iqbal Nawrooz Ali ! Afghanistan ! Tewas
2. Muneer Ahmad Iqbal Afghanistan ! Belum ditemukan
3. Mohammad Farid Afghanistan ! Selamat
4. Najibulah Ali Ahmad Afghanistan ! Selamat
5. Ghulam Rajahi Afghanistan ! Belum ditemukan
6. Masihullah Najibullah Afghanistan ! Selamat
7. Naser Rajabi Afghanistan ! Selamat
8. Jawid Rahimsad Afghanistan ! Tewas
9. Mohammad Hashim Afghanistan ! Belum ditemukan
10. Ruhullah Najibullah Afghanistan ! Belum ditemukan
11. Mohammad Akbar Afghanistan ! Belum ditemukan
12. Zekrya Mohammad Eisa Afghanistan ! Tewas
13. Mohamed Yunus Ali Shier Pakistan ! Tewas
14. Nur Alam Myanmar ! Selamat
15. Zubair Dobinhma Myanmar ! Selamat
16. Mohd Asar Myanmar ! Selamat
17. Zubair Bin Qolimula Myanmar ! Selamat
18. Mohamed Hasim Bin Zahir Myanmar ! Selamat
--------------------------------------------------------------------------

18 Anggota DPRD Lembata Akan Jadi Tersangka

LEWOLEBA, PK -- Jaksa penyidik di Kejari Lewoleba segera memanggil dan memeriksa 18 anggota DPRD Lembata periode 1999-2004, yang ikuti menerima dan menikmati dana kesehatan, asuransi dan tunjangan hari raya (THR) senilai Rp 654.512.460. Status mereka akan ditingkatkan dari saksi menjadi tersangka.
Dengan terlibatnya 18 anggota Dewan 1999-2004 menjadi tersangka, maka jumlah anggota Dewan periode tersebut yang terlibat kasus korupsi menjadi 20 orang. Ketua dan Wakil Ketua Dewan periode yang sama, Philipus Riberu dan Haji Hidayat Sarabiti sudah lebih dahulu dijerat jaksa dan kini keduanya sudah menjadi terdakwa dan sedang dalam proses sidang di Pengadilan Negeri (PN) Lewoleba.
Demikian ditegaskan ketua Tim JPU perkara korupsi DPRD Lembata, Yohanes Lebe Unaraja, S.H, dalam dialog dengan aktivis Sukarelawan Perjuangan Rakyat Untuk Pembebasan Tanah Air (Spartan) di ruang rapat Kajari di Lewoleba, Rabu (14/1/2009). Dialog ini dilakukan setelah aktivis Spartan melakukan aksi demo tentang penanganan kasus-kasus korupsi, di Kejari Lewoleba di Lusikawak-Lewoleba. Yohanes didampingi Kasi Pidsus, Arif M. Kanahau, S.H, dan jaksa Yeremias Pena, S.H.
Juru bicara Spartan, Paulus Dolu menegaskan, Spartan mengikuti dengan cermat setiap sidang kasus dugaan korupsi yang melibatkan Riberu dan Sarabiti di PN setempat. Spartan mendukung dan mengapresiasi kejaksaan yang membawa kasus ini sampai ke persidangan. Para jaksa di Kejari Lewoleba telah memberikan yang terbaik untuk penegakan hukum dan pemberantasan korupsi yang telah lama dirindukan masyarakat Lembata.
Paul menambahkan, sudah banyak jaksa bertugas di Lembata dan kemudian pindah tugas, namun tak satupun perkara korupsi yang bisa dibawa sampai ke pengadilan. Baru dalam masa kepemimpinan Kajari Gabriel Mbulu, S.H, kasus-kasus korupsi mulai ditangani serius.
"Semangat memberantas korupsi kami dukung sepenuhnya. Kami akan gendong (jaksa) keliling kota kalau vonis perkara ini terbukti benar. Kami akan lakukan ini sebagai ucapan terima kasih kami," tandas Paul.
Untuk kepentingan pemeriksaan saksi di persidangan, Paul mendesak JPU menghadirkan Bupati Lembata, Drs. Andreas Duli Manuk. Kehadirnya sebagai pertangungajawabannya atas penyusunan Perda APBD sampai pencarian anggaran kepada DPRD Lembata periode 1999-2004.
Jaksa Lebe Unaraja menegaskan sebenarnya ke-20 anggota dan pimpinan DPRD Lembata bisa langsung diseret seluruhnya untuk mempertanggungjawabkan dana asuransi kesehatan dan dana purna bakti. Tetapi, saat ini diprioritaskan untuk mantan ketua dan wakil ketua. Sebab pimpinan dewan yang paling bertanggungjawab.
"Sudah ada koordinasi dengan pimpinan (Kajari) untuk segera dilakukan penyidikan kepada 18 mantan anggota dewan. Status mereka akan ditingkatkan dari saksi menjadi tersangka. Bulan ini akan ada pemeriksaan," tandas Unaraja.
Ia mengatakan, Kajari akan mengeluarkan surat perintah penyidikan (sprintdik) kepada 18 mantan anggota dewan. Berita acara pemeriksaan yang telah ada akan dilakukan pengalihan. "Tidak akan lama dan bisa lebih cepat," tandasnya.
Perkembangan sidang terdakwa Riberu dan Sarabiti, tiga anggota Dewan periode pertama itu dihadirkan sebagai saksi pada hari Senin (12/1/2009) dan pada sidang lanjutan hari Kamis (15/1/2009), enam orang lagi dihadirkan. Dalam sidang Senin itu, para saksi menyatakan tak tahu sumber uang yang diterimanya itu.
"Mereka bisa bohong, tetapi nanti JPU akan tunjukkan bukti-bukti. Mereka sebenarnya tahu dari mana uang yang mereka terima itu," kata Unaraja.
Ia menambahkan, pencairan dana itu benar menurut APBD, tetapi salah dalam pemanfaatannya. Seharusnya dana itu digunakan membayar premi asuransi kepada perusahaan asuransi bukan diterima tunai.
Yohanes menambahkan, JPU tidak merasa takut atau menanggung beban psikologis menyelesaikan perkara dugaan korupsi ini. Karena yang dikerjakan untuk kepentingan banyak orang. JPU mengerjakan perkara ini bukan berdasarkan permintaan dan titipan orang atau kelompok orang karena telah menerima uang. (ius)

Lumpuhkan Petugas, 18 Imigran Kabur

KUPANG, PK -- Setelah melumpuhkan para petugas jaga, 18 orang imigran gelap asal Afhganistan, Myanmar dan Pakistan, kabur dari dalam tahanan di Rumah Detensi Imigrasi (Redenim) Kupang, Rabu (14/1/2009) dinihari sekitar pukul 01.30 Wita. Lima dari 18 imigran itu sudah ditangkap kembali oleh aparat Polda NTT, semalam.
Mereka kabur dari Rudenim menggunakan sebuah mobil L300 yang sudah menanti mereka di jalan depan Rudenim. Informasi yang diperoleh semalam, menyebutkan, setelah kabur dari Rudenim para imigran itu langsung menggunakan sebuah perahu motor untuk keluar dari Kupang. Namun perahu yang mereka tumpangi terbalik di perairan sekitar Desa Tabolong, Kupang Barat. Lima imigran asal Myanmar berhasil berenang ke darat dan mereka ditangkap aparat Polda NTT. Sedangkan nasib 13 warga asing lainnya itu belum diketahui.
Belasan imigran itu ditangkap aparat keamanan tahun lalu. Para imigran asal Myanmar yang kabur itu ditangkap di Bandara El Tari Kupang, Agustus 2008 lalu. Sedangkan 13 imigran asal Afghanistan ditangkap aparat Polda NTT, 5 Desember 2008 lalu di Pelabuhan Tenau-Kupang ketika hendak menumpang perahu menuju Australia.
Ke-18 imigran itu ditahan di Rudenim Kupang di Jalan Farmasi, Kelurahan Oesapa Selatan, Kota Kupang, bersama 15 orang imigran lainnya yang sudah lebih dulu ditahan.
Pada Rabu malam, Rudenim Kupang dijaga oleh tiga orang petugas jaga malam, Oscar Kameo, Maksimus Bukifan dan Glorianus Ambasan. Usai melakukan pemantauan pada tengah malam, pintu besi Rudenim tidak/lupa ditutup petugas.
Ke-18 imigran itu menyerbu ke ruangan piket jaga malam. Tiga petugas jaga diikat kaki, tangan dan mulutnya oleh para imigran itu. Tiga imigran lainnya (asal Myanmar), Abdul Mutalib, Amir Husain dan Omar Farouk, juga dipukul dan diikat kaki dan tangannya. Diduga ketiga orang ini dipukul karena tidak mau ikut kabur. Mutalib kepada polisi, mengaku dipukul dan diikat karena berniat membantu petugas jaga yang dianiaya.
Selain melumpuhkan petugas jaga, belasan imigran itu juga memutuskan kabel telepon di ruang piket dan memadamkan listrik. Para petugas jaga malam diikat tangan, kaki dan mulutnya oleh para imigran dengan sobekan kain bendera Merah Putih, kain gorden dan kain selimut milik para imigran.
"Polisi masih menyelidiki kasus kaburnya para imigran itu. Anggota sudah disebar ke berbagai tempat di Kota Kupang untuk mencari mereka," kata Kapolresta Kupang, AKBP Heri Sulistyanto melalui Kaur Binops Satreskrim Polresta Kupang, Iptu Dedi Iskandar, kemarin.
Iskandar mengatakan, penyidik Polresta Kupang sudah memeriksa tiga petugas jaga malam sebagai saksi. Dikatakannya, sebelum para imigran itu melarikan diri, mereka sempat melumpuhkan petugas jaga malam dengan mengikat ketiga petugas itu. Selain itu, para pelaku juga memutuskan jaringan telepon dan aliran listrik sehingga suasana di tempat itu gelap gulita.
Informasi yang dihimpun Pos Kupang di Mapolresta Kupang, menyebutkan, ke-18 orang imigran itu berhasil kabur dari rumah tahanan setelah mendobrak pintu besi yang tidak terkunci oleh petugas jaga malam. Setelah mendobrak pintu, para imigran itu dengan leluasa masuk ke dalam ruangan jaga malam untuk melumpuhkan ketiga petugas jaga malam, yaitu Oscar Kameo, Maksimus Bukifan dan Glorianus Ambasan.
Ambasan yang ditemui di Mapolresta Kupang, menjelaskan, kemarin, mengatakan, para imigran itu secara bersama-sama keluar dari ruang tahanan yang tidak terkunci.
"Ruangan tahanan yang ditempati imigran itu selama ini memang tidak pernah dikunci, sehingga para imigran bebas keluar masuk tahanan," ujarnya.
Pada malam kejadian, kata Ambasan, belasan imigran itu datang secara tiba-tiba ke ruangan piket lalu mengikat kaki dan tangan ketiga petugas jaga malam di tiga ruangan berbeda. Oscar Kameo diikat di ruangan registrasi, Maksimus Bukifan diikat di ruangan klinik dan Glorianus Ambasan diikat di ruangan bendahara.
"Sebelum kejadian kami sempat memeriksa ruangan tahanan yang ditempati para imigran. Saat itu semua tahanan sedang tidur. Kami sangat terkejut ketika belasan imigran itu datang lalu mengikat kami dengan kain selimut serta sobekan kain bendera Merah Putih," ujarnya.
Pantauan Pos Kupang di Mapolda NTT, semalam, lima imigran asal Myanmar sudah ditangkap lagi dan diamankan di Mapolda NTT. (ben/dar/den)

Kronologi

1. Rabu (14/1/2009) sekitar pukul 01.30 Wita, 18 imigran menyerobot masuk ruang piket jaga (tenaga honorer), Oscar Kameo, Maxi Bukifan dan Glorianus Ambasan. Kaki dan tangan ketiga petugas jaga ini diikat dengan potongan kain selimut, sprei dan kain Bendera Merah Putih yang disimpan di meja piket.

2. Para imigran ini memadamkan seluruh lampu listrik, memutuskan kabel telepon kantor yang terletak di atas meja piket. Imigran membawa kabur 3 buah handy talky milik Rudenim Kupang.

3. Imigran yang melarikan diri setelah memukul tiga imigran lainnya yang tidak mau kabur bersama mereka.

4. Sebuah mobil L 300 parkir di depan Kantor Rudenim Kupang dan digunakan imigran untuk melarikan diri.

5. Sekitar pukul 2.30 Wita, petugas berhasil melepaskan diri dari ikatan. Glorianus Ambasan menelpon aparat Polresta Kupang dan Benyamin Tulasi (Kasubag TU Rudenim Kupang) yang selanjutnya menelpon Karudenim, I Gusti Ngurah Rai. Kedua pejabat itu lalu meluncur ke Rudenim. Saat itu, aparat Polresta Kupang sudah berada di kantor tersebut.

6. Sekitar pukul 08.00 Wita, Wakapolda NTT, Kombes Muharso dan Polresta Kupang tiba di Rudenim Kupang. Ketiga petugas jaga dibawa ke Polresta Kupang untuk dimintai keterangannya. Polisi melakukan pencarian.

7. Sekitar pukul 19.30 Wita, lima imigran (semuanya asal Myanmar) dibawa ke Mapolda NTT setelah sebelumnya ditangkap di perairan Tablolong. Wakapolda NTT sempat melihat kondisi para imigran ini. Hadir juga sejumlah pegawai Rudenim Kupang. (dar/den)


Imigran yang Kabur:

No. ! Nama ! Asal ! Keterangan
---------------------------------------------------------------------
1. Iqbal Nawrooz Ali Afghanistan
2. Muneer Ahmad Iqbal Afghanistan
3. Mohammad Farid Afghanistan
4. Najibulah Ali Ahmad Afghanistan
5. Ghulam Rajahi Afghanistan
6. Masihullah Najibullah Afghanistan
7. Naser Rajabi Afghanistan
8. Jawid Rahimsad Afghanistan
9. Mohammad Hashim Afghanistan
10. Ruhullah Najibullah Afghanistan
11. Mohammad Akbar Afghanistan
12. Zekrya Mohammad Eisa Afghanistan
13. Mohamed Yunus Ali Shier Pakistan
14. Nur Alam Myanmar Sudah ditangkap
15. Zubair Dobinhma Myanmar Sudah ditangkap
16. Mohd Asar Myanmar Sudah ditangkap
17. Zubair Bin Qolimula Myanmar Sudah ditangkap
18. Mohamed Hasim Bin Zahir Myanmar Sudah ditangkap

Selasa, 13 Januari 2009

Diskusi Narkoba dan Penanggulangannya di NTT: Tokoh Agama Pun Doyan (2)

Oleh Gerardus Manyella/Kanis Jehola


MENCERMATI ide-ide cermelang, baik yang disampaikan tiga nara sumber, Adi Lamuri, Kombes Polisi Agus Nugroho dan dr. Sahadewa, kata pembukaan oleh Pemimpin Umum Pos Kupang, Damyan Godho, pengantar yang disampaikan moderator, Benny Dasman, dan usul saran peserta diskusi, peredaran narkoba di Indonesia umumnya dan NTT khususnya sudah mencemaskan. Narkoba merupakan racun yang bisa merusak alat-alat reproduksi anatomi. Bisa merusak fungsi reproduksi secara keseluruhan, menjadi penyebab HIV/AIDS bagi yang menggunakan jarum suntik. Singkat kata, narkoba bisa merusak dan membunuh generasi bangsa ini, sehingga kita perlu mengantisipasi dan berupaya memotong mata rantainya, agar anak-anak bangsa ini, anak-anak Nusa Flobamorata bisa hidup seribu tahun lagi.
Apakah kita mau merelakan alat reproduksi generasi bangsa ini rusak karena narkoba? Dokter Sahadewa, ahli kandungan yang menyajikan materi narkoba dan kesehatan reproduksi, menguraikan secara panjang lebar dampak narkoba terhadap kesehatan manusia. Menurutnya, kalau sudah terinfeksi baik perempuan maupun laki-laki, reproduksinya akan terganggu. Jika korbannya laki-laki, spermanya pasti tidak baik. Kadang-kadang anak muda (laki-laki) sering coba-coba berhubungan seks. Bagi pemakai narkoba, rentan terhadap penyakit kelamin. Jika gegabah melakukan hubungan seks dan jika tidak segera diobati akan menyebabkan HIV/AIDS. Penyakit kencing nanah sangat mudah menyerang pemakai narkoba. Kalau sudah kencing nanah sering tanya ke teman-teman untuk berobat sembarangan akhirnya infeksi tersebut sampai ke tempat produksi sperma dan terjadi kemandulan.
Apa dampaknya bagi pemakai perempuan? Kalau perempuan terjadi penyempitan di saluran sel indung telur akhirnya tidak bisa bertemu dengan sperma. Jadi itu risiko reproduksinya. Masih banyak masalah sosial terhadap kesehatan. Para remaja pemakai narkoba bisa mencari tahu masalah kesehatan bukan dari orangtua atau guru, tetapi dari teman. Bukan hanya itu, informasi tentang seks juga bisa ditanya kepada teman sebaya. Untuk itu, sosialisasi bahaya narkoba perlu dilakukan sesuai kelompok usia dan kita perlu memanfaatkan kelompok remaja menjadi tempat untuk mensosialisasikan bahaya narkoba itu.
Kombes Polisi Agus Nugroho mengingatkan kita, kalau bahaya narkoba sudah sampai ke anak-anak. Ada permen yang rasa strawberry, dicampur narkoba. Industri narkoba sudah ahli membuat barang murah tetapi enak. Jadi secara tak sadar anak- anak sudah mengenal narkoba.
Fenomena ini harus cepat diatasi. Kita tidak boleh memandang enteng persoalan ini. Pemerintah, tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh pemuda, aktivis LSM peduli narkoba dan HIV/AIDS, stakeholder dan seluruh komponen masyarakat perlu mengantisipasi secara dini. Orangtua perlu memperhatikan jajan anak-anak, memperhatikan pergaulan anak-anak, terutama yang telah menginjak masa remaja, guru perlu menyadarkan anak sekolah agar tidak terjebak narkoba, pemimpin agama perlu menyerukan bahaya narkoba melalui mimbar agama, tokoh masyarakat perlu menyadarkan lingkungan tempat tinggal dan aparat keamanan perlu menindak tegas para pelaku narkoba. Pers perlu menyajikan berita-berita yang memberi pencerahan serta langkah-langkah antisipasi kepada publik. Jika semua ini berjalan didukung koordinasi yang bagus, niscaya masalah narkoba di NTT bisa diatasi.
Anggota DPRD NTT, Drs. John Dekresano dan Adrianus Ndu Ufi menyarankan agar sosialisasi bahaya narkoba masuk ke sekolah-sekolah. Jika perlu bahaya narkoba dimasukkan dalam kurikulum lokal di sekolah-sekolah. Pendapat kedua wakil rakyat ini disambut hangat oleh floor. Dokter Sahadewa sangat mendukung gagasan itu. Demikian Kombes Polisi Agus Nugroho dan peserta forum diskusi lainnya.
"Saya juga setuju kalau informasi tentang bahaya narkoba masuk ke sekolah-sekolah. Dan, yang tidak kalah penting tentang kesehatan reproduksi. Sedikit dalam tanda petik, kontrasepsi juga harus diberitahukan kepada remaja. Biar mereka tahu mencegah penyakit. Pertama, mereka tidak melakukan hubungan seks sebelum menikah, dan kedua, kalau memang terpaksa pakai kondom. Kemudian mungkin perlunya layanan informasi kesehatan produksi yang ramah," kata Sahadewa.
"Saya pernah baca koran, di Puskesmas Pasir Panjang tidak ada yang datang saat sosialisasi itu. Remaja sifatnya tidak mau ke suatu tempat resmi. Bagaimana menciptakan pelayanan kesehatan yang ramah yang dapat diterima oleh remaja. Karena dokter itu pasti dicari terakhir oleh remaja. Jadi pertama teman sebaya, kedua keluarga dan terakhir dari dokter,"kata Agus Nugroho.
Menurut Agus Nugroho, kalau wawasannya sudah terbuka mengenai bahaya narkoba mencelakai proses reproduksi, para remaja pasti wanti-wanti, bahkan takut mengonsumsi. Selama ini yang dilihat dari dinas kesehatan hanyalah proyek fiktif, perjalanan dinas, sedangkan penyuluhan kesehatan sangat kurang.
Baik Adi Lamuri, Agus Nugroho maupun Sahadewa membeberkan masalah narkoba sifat global nasional, artinya sudah dibicarakan oleh seluruh dunia, bukan di Indonesia saja. Pemberatasan narkoba itu adalah kegiatan tanpa batas. Artinya, tidak mengenal batas wilayah, daerah. Tidak ada negara yang mengatakan bahwa dirinya bebas dari narkoba, termasuk wilayah NTT. Narkoba juga tidak mengenal batas usia, dia bisa merasuk ke seluruh kehidupan manusia. Apa dia tua, muda, besar kecil dan kehidupan yang lain, termasuk pejabat, artis, dewan dan sebagainya. Polisi dan dokter juga bisa doyan narkoba. Tokoh agama pun terkadang tidak dapat mengontrol diri, lalu terjebak dalam pesta narkoba seperti seorang kiai di Jawa Tengah.

Mudah-mudahan ini tidak berkembang di NTT yang banyak pintu masuk, baik laut, udara maupunn darat. Alat deteksi narkoba masih sangat terbatas. Jika ekstasi diisi di saku baju, petugas bandara tak mungkin menduganya, dikira bodrex. Jadi, tidak akan ketahuan kalau tidak ada informasi dari masyarakat. Yang bisa melacak narkoba secara cermat hanya anjing pelacak, tapi kita tidak punya karena biayanya mahal. Selain harga anjingnya mahal, biaya pemeliharaan juga mahal.
Apa yang dikemukakan Nugroho mendapat respons dari anggota DPRD Adrianus Ndu Ufi dan calon anggota legislatif dari Partai Demokrat, Gabriel Suku Kotan, S.H. Mereka menyarankan semua bupati/walikota dan lembaga DPRD mengalokasikan dana khusus pengadaan anjing pelacak dan biaya pemeliharaan. Hendrik Markus (Wakil Ketua DPRD NTT) dan John Dekresano, anggota DPRD NTT, menyesal karena masalah itu tidak terserap dalam APBD 2009. Diharapkan di masa mendatang Pemerintah Propinsi NTT dan DPRD NTT memikirkan hal itu. Pencegahan dan pemberantasan narkoba tidak bisa dibebankan kepada polisi saja. Semua pihak harus tergerak hati dengan cara dan kewenangan masing-masing, yang penting semua bermuara pada tindakan penyelamatan kepada generasi muda di daerah ini.
Pendapat cemerlang dari forum diskusi itu perlu dipikirkan narkoba menjadi materi muatan lokal (mulok) di sekolah- sekolah, karena pelajar sangat rentan terhadap masalah narkoba. Pelajar yang adalah usia remaja, masih labil dan rasa ingin tahu, ingin mencobanya sangat tinggi. Jadi sangat tepat jika narkoba dan bahayanya dijadikan mulok.
Gusti Brewon menilai banyak pejabat daerah ini belum melihat narkoba sebagai sesuatu yang berbahaya. Narkoba bukan isu seksi yang menarik bagi para politisi daerah ini sehingga kita perlu mengingatkan. Brewon juga setuju kalau sosialisasi itu rutin diberikan kepada remaja daerah ini, bahkan dijadikan mulok. Semua tergantung pemangku kebijakan daerah ini. (habis)

Diskusi Narkoba dan Penanggulangannya di NTT: Jumlahnya kok Terus Bertambah? (1)

Oleh Kanis Jehola/Gerardus Manyella


PENGANTAR REDAKSI -- Sehari sebelum tutup tahun 2008 atau tepatnya hari Jumat, 30 Desember 2008, Surat Kabar Harian (SKH) Pos Kupang bekerja sama dengan Forum Parlemen Indonesia untuk Kependudukan dan Pembangunan Propinsi NTT menyelenggarakan diskusi terbatas. Diskusi bertajuk, "Bahaya Narkoba dan Penanggulangannya di NTT," itu menampilkan tiga nara sumber, yakni Adi Lamuri (PKBI NTT), dr. Sahadewa (spesialis kandungan), dan Kombes Polisi Agus Nugroho, S.H (Kepala Biro Bina Mitra Polda NTT, mantan Dir Narkoba Polda NTT). Apa-apa saja yang dibicarakan dalam diskusi itu, ikuti laporannya mulai hari ini.

PULUHAN kursi yang disiapkan panitia di ruang rapat Redaksi SKH Pos Kupang, di lantai dua, dipenuhi para peserta. Mereka ngobrol dalam suasana santai dan penuh kekeluargaan. Ada yang sekadar guyon tentang berbagai spanduk yang saat ini terpancang di mana-mana; di pohon-pohon, tiang listrik, tiang telepon, pagar, tembok dan di berbagai tempat lainnya. Maklum, di antara peserta diskusi yang hadir saat itu ada yang berpredikat calon anggota legislatif (Caleg).
Obrolan terhenti tatkala pemandu acara, Benny Dasman, mulai menyapa para peserta yang hadir. Para peserta yang awalnya terlihat pasif mendengar sapaan Benny seakan bereaksi tatkala menguraikan latar belakang diskusi, diikuti sajian data tentang tren perkembangan kasus narkoba (narkotika, psikotropika dan bahan adiktif lainnya) di Indonesia dan NTT. Ada di antara peserta yang manggut-manggut. Dari tatapan wajah mereka, terlihat ada rasa terkejut bercampur heran terhadap data perkembangan menyangkut narkoba.
Benny tentunya tidak bermaksud menggoyang emosi peserta yang hadir saat itu agar peserta aktif berdiskusi. Tapi apa yang dibeberkan saat itu benar-benar sesuai kenyataan. Badan Narkotika Nasional (BNN), posisi Juli 2008, menyuguhkan data yang mengkhawatirkan. Disebutkan, pada tahun 2003 di Indonesia hanya terjadi 7.140 kasus narkoba dengan jumlah tersangka 9.717 orang. Tahun 2007, jumlahnya melonjak menjadi 22.630 kasus dengan jumlah tersangka 36.169 orang. Sedangkan pada periode Januari - April 2008 telah terungkap 9.096 kasus, menyeret 11.960 orang tersangka.
Tak hanya jumlah kasusnya. Barang bukti yang berhasil disita, juga menunjukkan kecenderungan meningkat. Narkotika jenis ganja pada tahun 2006 berjumlah 1.019.307 batang, tapi tahun 2007 meningkat menjadi 1.828.803 batang atau naik 79 persen. Heroin tahun 2006 berjumlah 11.902 gram, tapi tahun 2007 berjumlah 14.691 gram atau naik 23 persen. Sementara psikotropika jenis ekstasi tablet yang berhasil disita berjumlah 466.907 tablet pada tahun 2006, tapi tahun 2007 meningkat menjadi 1.195.305 tablet atau naik 156 persen.
Kondisi mencemaskan mengemuka ketika melihat penyalahgunaan berdasarkan kelompok usia. Masih menurut data BNN, kelompok penyalahguna terbesar adalah usia 16 - 29 tahun, sebanyak 123.584 orang pada periode 2003 hingga April 2008. Dan, berdasarkan klasifikasi pendidikan, 13.551 penyalahguna merupakan siswa/i sekolah dasar (SD), 105.401 penyalahguna merupakan siswa/i SLTP dan SLTA serta 4.632 penyalahguna berasal dari perguruan tinggi.
Jumlah korban tewas akibat barang terlarang ini pun tergolong besar. BNN memperkirakan, secara nasional setiap tahun 15.000 jiwa melayang oleh barang terlarang ini, atau rata-rata 40 orang per hari menemui ajal.
Tak hanya itu. Saat ini, status Indonesia yang pada tahun 1980-an hanya sebagai daerah transit narkoba menuju wilayah peredarannya di Australia dan Eropa sudah berubah. Sejak tahun 2000, Indonesia dikenal dunia sebagai salah satu produsen sekaligus sebagai pasar besar narkoba. Julukan ini mulai menguat setelah ditemukan sejumlah pabrik narkoba beroperasi di tanah Air. Temuan paling menggemparkan terjadi tahun 2002 ketika polisi menggerebek pabrik ekstasi di Cikande, Tangerang milik Ang Kim Soei yang diperkirakan telah memproduksi 27 juta butir ekstasi.
***
LALU bagaimana di NTT? NTT juga tidak ketiggalan. "Daerah kita (NTT) rawan dengan masalah narkoba," kata Adi Lamuri dari PKBI NTT, dan Agus Nugroho, mantan Dir Narkoba Polda NTT.
Apa yang dikatakan Adi Lamuri dan Agus Nugroho bukannya tanpa alasan. Data yang diperoleh Pos Kupang dari Bagian Humas Polda NTT, Jumat (2/1/2009), menyebutkan, kejahatan berupa penyalahgunaan narkoba atau psikotropika di NTT mengalami peningkatan cukup tajam. Pada tahun 2007, misalnya, hanya terjadi dua kasus, namun naik menjadi 14 kasus dengan 25 tersangka atau meningkat 600 persen pada tahun 2008.
Kerawanan NTT dengan masalah narkoba ini sangat dimungkinkan karena akses ke daerah ini, baik melalui laut, darat maupun udara, sangat terbuka. Bahkan dengan semakin terbukanya akses ke daerah ini, saat ini NTT atau Kota Kupang khususnya, menjadi daerah target peredaran narkoba oleh para pebisnis barang haram itu.
Hal yang mengkhawatirkan, kasus narkoba yang terjadi di NTT saat ini juga melibatkan anak-anak usia remaja/sekolah, atau generasi yang masih produktif. Adi Lamuri dari PKBI NTT saat menyampaikan materinya dalam diskusi terbatas itu, menyebutkan, 98,6 persen pengguna narkoba berpendidikan SLTP, 95,2 persen berpendidikan SLTA dan Perguruan Tinggi (PT) 90,1 persen.
Meningkatnya jumlah kasus narkoba di NTT digugat oleh peserta diskusi terbatas ini. Pemimpin Umum SKH Pos Kupang, Damyan Godho, misalnya, memulai diskusi dengan bernostalgia. Dikatakannya, kegiatan seperti ini sudah pernah dilakukan lembaga ini sejak 16 tahun lalu, ketika berdiskusi tentang masalah HIV/AIDS. Salah satu isu penting yang dibicarakan saat itu adalah masalah narkoba. Sejak saat itu, kata Damyan, ada begitu banyak lembaga yang katanya sangat peduli terhadap masalah ini. Ada KPAD, ada LSM-LSM dan sebagainya. Sudah sekian lama juga banyak pejabat dan petugas yang ikut membicarakan masalah ini. Tapi kok jumlahnya terus bertambah? Pertanyaannya, apakah orang-orang itu terlibat karena peduli ataukah karena ada dana yang disiapkan KPAD? "Kalau masalah itu kena kita orangtua ini tidak apa-apa. Tapi bagaimana dengan anak-anak kita. Yang perlu diselamatkan sekarang anak-anak kita ini," kata Damyan.
Menurut Agus Nugroho, Kota Kupang atau NTT sangat terbuka bagi masuknya jaringan peredaran narkoba. Daerah perbatasan merupakan salah satu pintu masuk peredaran narkoba ke NTT. Selain itu, masuknya jaringan ini juga bisa melalui jalur laut dan darat. Jalur laut dan darat ini antara lain masuk melalui Bali, NTB, kemudian Flores lalu ke Kupang. Sedangkan jalur udara bisa melalui Jakarta-Kupang atau Surabaya-Kupang.
Kejahatan narkoba ini tanpa batas, mengena semua lapisan masyarakat. Sedangkan sasaran pemasarannya adalah masyarakat, khususnya remaja dan pemuda yang ekonominya tergolong menengah ke atas (yang punya uang), seperti masyarakat eksekutif, remaja/pemuda (putus sekolah), pengangguran, mahasiswa/pelajar, oknum pejabat, PNS dan aparat pemerintah.
Lokasi transaksi pun di berbagai tempat. Ada yang dilakukan di bar, diskotik, tempat karaoke, kafe atau tempat hiburan lainnya. Ada yang dilakukan di kampus, sekolah, apartemen, tempat kos, tempat berbelanja, supermarket, mall, tempat aman dan kurang mendapat pengawasan aparat. Bahkan ada yang dilakukan di LP.
Modus operandi pemasaran barang haram ini antara lain dengan memberikan secara gratis atau menjualnya dengan harga murah. Setelah ketagihan baru dilakukan transaksi. "Apalagi bisnis barang haram ini sangat menggiurkan," kata Nugroho.
Dalam konteks NTT, pengungkapan kasus tersebut masih sangat sulit dilakukan. Masalah yang terjadi, kata Agus Nugroho, berkaitan dengan sumber daya manusia aparat dan peralatan yang dimiliki. Masalah ini bertambah parah lagi akibat sikap masyarakat NTT yang sangat tertutup, tidak mau memberikan informasi kepada polisi.
"Polisi tidak bisa tahu ekstasi karena polisi di sini belum dilatih untuk mengetahui ekstasi. Kalau ada yang bawa satu butir pil ekstasi di sakunya, polisi tidak bisa tahan karena dikira itu pil bodrex biasa. Apalagi alat untuk mendeteksi itu, polisi tidak punya. Begitu juga kalau orang membawa satu ton ganja, polisi tidak akan tahu kalau tidak ada informasi dari masyarakat. Jadi, polisi tidak akan berhasil kalau masyarakat tertutup dan tidak mau menjadi saksi," kata Nugroho. (bersambung)