Jumat, 23 Oktober 2009

Menuju Indonesia Bebas Narkoba: Pers Harus Dirangsang (1)

Oleh Kanis Jehola



HARI Senin, 5 Oktober 2009 pukul 09.30 Wita. Mentari di Kuta-Bali panas menyengat, membakar kulit. Lima meter dari tempat kami melaksanakan kegiatan, para bule dengan pakaian seadanya terlihat asyik merendam badan di kolam renang. Ada yang duduk-duduk di kursi bersama anak. Ada yang tidur terlentang bersama pasangan di atas bale-bale yang sudah disediakan pengelola hotel di pinggir kolam itu. Mereka tampak santai menikmati minuman kaleng sambil memandang gulungan ombak Pantai Kuta.
Di ruang Mawar lantai II yang ada di salah satu dari tujuh bangunan megah Puri Saron Hotel, Seminyak, Kuta-Bali, berkumpul sekitar 40 orang wartawan. Mereka dari media cetak dan media elektronik. Para wartawan ini mengitari beberapa meja yang sudah disediakan panitia di ruang berukuran sekitar 9 x 10 meter itu. Satu meja untuk empat orang peserta.
Kehadiran para wartawan di tempat ini adalah atas undangan Badan Narkotika Nasional (BNN) yang mensponsori kegiatan Forum Silaturahmi Media Massa Anti Narkoba. Pertemuan di Bali ini merupakan yang kedua. Pertama dilakukan di Jakarta, Juli 2008 lalu.
Pertemuan kedua yang mengusung tema: "Pemberdayaan Media Massa dalam Mewujudkan Indonesia Bebas Narkoba 2015" itu sangat berbeda dengan pertemuan pertama di Hotel Sahid Jakarta tahun lalu. Perbedaan itu tidak hanya suasananya. Tapi juga jumlah peserta yang hadir.
Jika pada pertemuan pertama dihadiri artis, sejumlah duta anti narkoba dan para petinggi BNN, pertemuan kali ini sedikit lain. Tak satu pun duta narkoba yang hadir. Para petinggi BNN pun hanya diwakili Sekretaris BNN, Bambi Abimayu, dan Kabag Humas merangkap Ketua Panitia Penyelenggara, Drs. Sumirat Dwiyanto, M.Si, yang membawakan materi Kalakhar BNN, Drs. Gories Mere, serta dua orang staf sekretariat, Yessy, dan seorang rekannya. Juga hadir dua nara sumber dari luar BNN, yakni Drs. Tarman Azzam, dan Prof. Dr. dr. Luh Ketut Suryani, SpKJ (K). Jumlah wartawan peserta pun lebih sedikit dibanding pada pertemuan pertama.
Pertemuan kali ini lebih banyak menceritakan atau mensosialisasikan program kerja yang telah, sedang dan akan dilakukan BNN dalam rangka P4GN guna terwujudnya Indonesia Bebas Narkoba pada tahun 2015. Lantas, mengapa para pekerja pers ini diundang untuk menghadiri acara ini?
***
SAMA seperti pada pertemuan pertama di Jakarta tahun lalu, dalam pertemuan kedua ini BNN ingin menegaskan kembali harapannya agar media massa terus meningkatkan komitmennya dalam upaya pencegahan, pemberantasan, penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba (P4GN) guna terwujudnya cita-cita besar itu. Harapan meningkatkan komitmen ini makin terus digelorakan karena jumlah kasus narkoba saat ini terus meningkat.
Sekadar contoh, pada tahun 2003 tercatat 7.140 kasus narkoba dengan jumlah tersangka 9.717 orang. Namun, pada tahun 2008 jumlahnya melonjak menjadi 29.359 kasus dengan jumlah tersangka 44.694 orang. Dan, khusus Januari sampai Juni 2009 telah terungkap 13.958 kasus dengan jumlah tersangka 17.910 orang. Kelompok usia yang menjadi penyalahguna terbesar adalah kelompok di atas 29 tahun, yakni sebanyak 82.338 orang pada periode 2003-Juni 2009.
Meningkatnya jumlah kasus ini ditengarai karena tingkat pengetahuan sebagian besar masyarakat Indonesia akan bahaya narkoba masih tergolong rendah. Akses masyarakat dalam memperoleh informasi tentang bahaya narkoba masih sangat terbatas. Kondisi ini sangat dirasakan oleh masyarakat yang tinggal di daerah pedesaan/pelosok. Selain karena terbatasnya fasilitas teknologi, juga kurangnya komitmen pemerintah daerah serta elemen-elemen masyarakat yang ada.
Dalam konteks inilah peran media massa sangat penting. Media massa yang memiliki potensi untuk menyebarluaskan informasi dan pengetahuan mempunyai peran yang sangat penting dalam memberikan pemahaman kepada masyarakat dalam pencegahan bahaya penyalahgunaan narkoba. Lebih dari itu, media massa dinilai mampu mengarahkan pola pikir dan pandangan masyarakat dalam memahami bahaya narkoba, dan mampu mempengaruhi kebijakan pemerintah.
"Melalui forum ini, kami berharap dapat terbangun komitmen dan konsistensi serta social responsibility media massa terhadap masalah narkoba guna menyelamatkan anak-anak bangsa kita dari kehancuran akibat penyalahgunaan narkoba," kata Kalakhar BNN, Gories Mere, dalam materinya yang dipaparkan Sumirat Dwiyanto.
Ketua Dewan Kehormatan PWI, Drs. Tarman Azzam, yang membawakan materi tentang "Partisipasi Pers dalam P4GN Sebagai Bentuk Tanggung jawab Sosial" mengatakan, selama ini pers telah aktif dalam memerangi narkoba dengan aktif meliput berita anti narkoba. Namun diakuinya, peran pers belum maksimal karena pers sendiri mempunyai keterbatasan dalam melawan bahaya universal ini.
Tarman mengatakan, untuk mewujudkan cita-cita besar itu maka potensi pers harus dimanfaatkan. Ketidakmampuan memanfaatkan potensi pers, apalagi salah menggunakannya, bukan hanya merugikan pemerintah dan kegagalan anti narkoba, tapi dapat menjadi bumerang yang dapat merusak kehidupan nasional.
Agar bisa memanfaatkan potensi pers, maka pemerintah dan publik, termasuk BNN, harus mampu bersinergi dengan pers. "Tidak ada alasan bagi siapa pun untuk tidak membangun sinergi dengan pers, apalagi jika sampai bersikap takut dan tidak bersahabat dengan pers," katanya.
Tak hanya bersinergi. Menurut Tarman, pers juga harus dirangsang agar mau meliput dan menulis berita anti narkoba sebanyak mungkin. Untuk merangsang pers, Tarman mengusulkan beberapa cara, antara lain melakukan dialog atau melakukan kunjungan ke berbagai obyek, menggelar diskusi, seminar, lokakarya, dan sarasehan, penyebarluasan buku, brosur, buletin dan online, serta menggelar lomba karya jurnalistik. Juga memberi penghargaan kepada media/publik yang berjasa/berprestasi. (bersambung)

Tidak ada komentar: