Senin, 15 Februari 2010

UU LLAJ: Pidananya Berat, Siapkah Kita? (4)

PENYELENGGARAAN lalu lintas dan angkutan jalan juga menuntut peran serta masyarakat. Peran serta masyarakat dalam bentuk pemantauan dan penjagaan keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas dan angkutan jalan. Peran serta itu juga dalam bentuk masukan kepada instansi pembina dan penyelenggara lalu lintas dan angkutan jalan di tingkat pusat dan daerah dalam penyempurnaan peraturan, pedoman, dan standar teknis di bidang lalu lintas dan angkutan jalan.
Peran serta masyarakat dapat dilakukan secara perseorangan, kelompok, organisasi profesi, badan usaha, atau organisasi kemasyarakatan lain sesuai dengan prinsip keterbukaan dan kemitraan. Tidak hanya dalam bentuk menyumbangkan pikiran. Masyarakat juga wajib berperan serta dalam pemeliharaan sarana dan prasarana jalan, pengembangan disiplin dan etika berlalu lintas, dan berpartisipasi dalam pemeliharaan keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas dan angkutan jalan.
Jika terjadi pelanggaran lalu lintas dan angkutan jalan, pihak kepolisian wajib melakukan penyidikan. Selain oleh pihak kepolisian, penyidikan juga dapat dilakukan oleh penyidik PNS tertentu yang diberi wewenang khusus. Kewenangan penyidik PNS ini antara lain melakukan pemeriksaan atas pelanggaran persyaratan teknis dan laik jalan kendaraan bermotor, melakukan pemeriksaan atas pelanggaran perizinan angkutan orang atau barang, melakukan pemeriksaan atas pelanggaran muatan atau dimensi kendaraan bermotor, melarang atau menunda pengoperasian kendaraan yang tidak memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan.
Setiap pelanggaran di bidang lalu lintas dan angkutan jalan yang diperiksa dan dapat dikenai pidana denda berdasarkan penetapan pengadilan. Pelanggar yang tidak dapat hadir dapat menitipkan denda kepada bank yang ditunjuk oleh pemerintah. Bukti penitipan uang denda wajib dilampirkan dalam berkas bukti pelanggaran. Dalam hal putusan pengadilan menetapkan pidana denda lebih kecil daripada uang denda yang dititipkan, sisa uang denda harus diberitahukan kepada pelanggar untuk diambil. Uang denda yang ditetapkan pengadilan disetorkan ke kas negara sebagai penerimaan negara bukan pajak.
***
ADA hal baru yang diatur dalam UU 22/2009 ini yang belum diatur dalam UU Nomor 14 Tahun 1992. Jika dalam UU 14/1992 hanya mengatur tentang ketentuan pidana bagi para pengemudi kendaraan bermotor, dalam UU 22/2009 tidak hanya mengatur tentang pengemudi, tapi juga penyelenggara jalan.
Celakanya, ketentuan pidana bagi penyelenggara jalan ini sangat berat. Pasal 24 (1) berbunyi: penyelenggara jalan wajib segera dan patut untuk memperbaiki jalan rusak yang dapat mengakibatkan kecelakaan lalu lintas. Kemudian ayat (2): dalam hal belum dapat dilakukan perbaikan jalan yang rusak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyelenggara jalan wajib memberi tanda atau rambu pada jalan yang rusak untuk mencegah terjadinya kecelakaan lalu lintas.
Ketentuan pidana bagi penyelenggara jalan ini diatur dalam pasal 273. Ayat (1) berbunyi: Setiap penyelenggara jalan yang tidak dengan segera dan patut memperbaiki jalan rusak yang mengakibatkan kecelakaan lalu lintas sebagaimana dimaksud pasal 24 (1) sehingga menimbulkan korban luka ringan dan/atau kerusakan kendaraan dan/atau barang dipidana dengan penjara paling lama enam bulan atau denda paling banyak Rp12.000.000,00. Ayat (2) berbunyi: ....jika luka berat, dipidana dengan pidana penjara paling lama satu tahun atau denda paling banyak Rp 24.000.000,00. Dan, ayat (3) berbunyi: ....jika meninggal dunia dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak Rp 120.000.000,00.
Tidak hanya itu. Pada pasal 273 ayat (4) berbunyi: penyelenggara jalan yang tidak memberi tanda atau rambu pada jalan yang rusak dan belum diperbaiki sebagaimana dimaksud pada pasal 24 (2) dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama enam bulan atau denda paling banyak Rp 1.500.000,00.
Pertanyaannya, sudah siapkah kita -- terutama di NTT -- melaksanakan ketentuan pidana sesuai yang diatur dalam UU ini? Siapkah kita mematuhi aturan-aturannya? Jawabannya tentu kita melihat kondisi riil di NTT saat ini.
Ketentuan pidana yang termuat dalam pasal 273 tentu saja terasa memberatkan bagi institusi Departemen Pekerjaan Umum (DPU) sebagai lembaga penyelenggara jalan. Itu sebabnya, para pimpinan lembaga ini mulai dari tingkat pusat hingga tingkat kabupaten/kota menyatakan keberatan jika UU 22/2009 ini dipaksakan untuk dilaksanakan saat ini, karena sanksi hukumnya berat.
Penolakan ini sangat beralasan. Sebab, kondisi jalan hampir di semua daerah saat ini belum siap. Jalan rusak dan berlubang dimana-mana. Jika UU ini dipaksakan dilaksanakan, artinya penyelenggara jalan (terutama DPU) harus sudah menyiapkan dana lagi untuk membayar para korban kecelakaan akibat kerusakan jalan. Sementara di sisi lain, saat ini pemerintah belum menyiapkan dana untuk itu.
Saban tahun, DPU selaku penyelenggara jalan selalu mengeluhkan minimnya dana untuk pengerjaan atau perbaikan jalan. Dana yang dialokasikan atau tersedia selalu kurang dan tidak sesuai dengan yang diusulkan dan tidak sesuai dengan kondisi kerusakan di lapangan. Kondisi NTT saat ini, dari panjang 1.734 km jalan propinsi, dalam kondisi baik tidak sampai 20 persen, sedangkan dalam kondisi rusak lebih dari 80 persen.
"Kalau jalannya rusak karena ketidakcukupan dana untuk perbaikan lalu ada yang celaka, apakah PU yang harus bertanggung jawab? Jangan kami disalahkan. Dana tak cukup untuk denda. Pemerintah pusat harus memikirkan dana untuk denda buat kecelakaan lalu lintas. Dana kita di propinsi terbatas," kata Kepala Dinas PU NTT, Ir. Andre W Koreh, MT beberapa waktu lalu.
Tak hanya institusi PU. Masyarakat pengemudi kendaraan bermotor juga menyatakan keberatan dengan UU ini. Empat orang tukang ojek di Kota Kupang, yakni Sonny Ndolu, Iron, John Pandie, dan Yacob Leti menyatakan, ketentuan pidana UU ini cukup berat. "Bayar denda Rp 50 ribu saja kita sudah rasa berat, apalagi kalau bayar Rp 250 ribu sampai Rp 1 juta, kita mau ambil uang darimana?" kata para tukang ojek. "UU ini tidak berpihak pada rakyat kecil. Sebaiknya pemerintah meninjau kembali UU ini," kata mereka. (habis)

Pasal 276: Mengemudikan kendaraan bermotor umum dalam trayek tidak singgah di terminal dipidana dengan pidana kurungan paling lama satu bulan atau denda paling banyak Rp 250.000,00.

Pasal 285 (1): Mengemudikan sepeda motor di jalan tidak memiliki kaca spion, klakson, lampu utama, lampu rem, lampu penunjuk arah, alat pemantul cahaya, alat pengukur kecepatan, knalpot, dipidana dengan pidana kurungan paling lama satu bulan atau denda paling banyak Rp 250.000,00.
Ayat (2): ....untuk kendaraan roda empat dipidana dengan pidana kurungan paling lama dua bulan atau denda paling banyak Rp 500.000,00.

Pasal 291 (1): Mengemudikan sepeda motor tidak mengenakan helm standar dipidana dengan pidana kurungan paling lama satu
bulan atau denda paling banyak Rp 250.000,00.
Ayat (2): Mengemudikan sepeda motor membiarkan penumpangnya tidak mengenakan helm dipidana dengan pidana kurungan paling lama satu bulan atau denda paling banyak Rp 250.000,00.

Pasal 297: Mengemudikan kendaraan bermotor berbalapan di jalan dipidana dengan pidana kurungan paling lama satu tahun atau denda paling banyak Rp 3.000.000,00.

UU LLAJ: Awak Kendaraan Wajib Diasuransikan (3)

PERUSAHAAN angkutan umum yang menyelenggarakan angkutan orang atau barang wajib memiliki izin penyelenggaraan angkutan orang dalam trayek, izin penyelenggaraan angkutan orang tidak dalam trayek, dan izin penyelenggaraan angkutan barang khusus atau alat berat. Kecuali pengangkutan orang sakit dengan menggunakan ambulans atau pengangkutan jenazah.
Perusahaan angkutan umum juga wajib mengangkut orang atau barang setelah disepakati perjanjian angkutan atau dilakukan pembayaran biaya angkutan oleh penumpang atau pengirim barang. Juga wajib mengembalikan biaya angkutan yang telah dibayar oleh penumpang atau pengirim barang jika terjadi pembatalan pemberangkatan, mengganti kerugian yang diderita oleh penumpang atau pengirim barang karena lalai dalam melaksanakan pelayanan angkutan.
Perusahaan angkutan umum juga bertanggung jawab atas kerugian yang diakibatkan oleh segala perbuatan orang yang dipekerjakan dalam kegiatan penyelenggaraan angkutan, bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh penumpang yang meninggal dunia atau luka akibat penyelenggaraan angkutan. Kecuali disebabkan oleh suatu kejadian yang tidak dapat dicegah atau dihindari atau karena kesalahan penumpang. Kerugian dihitung berdasarkan kerugian yang nyata-nyata dialami atau bagian biaya pelayanan.
Kecuali itu, pengangkut tidak bertanggung jawab atas kerugian barang bawaan penumpang, kecuali jika penumpang dapat membuktikan bahwa kerugian tersebut disebabkan oleh kesalahan atau kelalaian pengangkut. Hak untuk mengajukan keberatan dan permintaan ganti kerugian pihak ketiga kepada perusahaan angkutan umum disampaikan selambat- lambatnya 30 hari terhitung mulai tanggal terjadinya kerugian.
***
Dalam hal terjadi kecelakaan lalu lintas, petugas kepolisian wajib melakukan penanganan. Penanganan dilakukan dengan cara mendatangi tempat kejadian dengan segera, menolong korban, melakukan tindakan pertama di tempat kejadian perkara, mengolah tempat kejadian perkara, mengatur kelancaran arus lalu lintas, mengamankan barang bukti dan melakukan penyidikan perkara. Perkara kecelakaan lalu lintas diproses dengan acara peradilan pidana.
Pengemudi kendaraan bermotor yang terlibat kecelakaan lalu lintas wajib menghentikan kendaraan yang dikemudikannya, memberikan pertolongan kepada korban, melaporkan kecelakaan kepada kepolisian terdekat dan memberikan keterangan yang terkait dengan kejadian kecelakaan. Pengemudi kendaraan bermotor yang karena keadaan memaksa tidak dapat melaksanakan ketentuan tersebut segera melaporkan diri kepada kepolisian terdekat.
Pengemudi, pemilik kendaraan bermotor dan perusahaan angkutan umum bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh penumpang atau pemilik barang atau pihak ketiga karena kelalaian pengemudi. Setiap pengemudi, pemilik kendaraan bermotor, dan perusahaan angkutan umum bertanggung jawab atas kerusakan jalan atau perlengkapan jalan karena kelalaian atau kesalahan pengemudi. Kecuali jika adanya keadaan memaksa yang tidak dapat dielakkan atau di luar kemampuan pengemudi, disebabkan oleh perilaku korban sendiri atau pihak ketiga. Atau disebabkan gerakan orang atau hewan walaupun telah diambil tindakan pencegahan.
Jika korban meninggal dunia akibat kecelakaan lalu lintas, pengemudi, pemilik, atau perusahaan angkutan umum wajib memberikan bantuan kepada ahli waris korban berupa biaya pengobatan atau biaya pemakaman dengan tidak menggugurkan tuntutan perkara pidana (Pasal 235 aya1).
Jika terjadi cedera terhadap badan atau kesehatan korban akibat kecelakaan lalu lintas, pengemudi, pemilik, atau perusahaan angkutan umum wajib memberikan bantuan kepada korban berupa biaya pengobatan dengan tidak menggugurkan tuntutan perkara pidana (ayat 2).
Perusahaan angkutan umum wajib mengikuti program asuransi kecelakaan sebagai wujud tanggung jawabnya atas jaminan asuransi bagi korban kecelakaan. Perusahaan juga wajib mengasuransikan orang yang dipekerjakan sebagai awak kendaraan. Kecuali itu, pemerintah menyediakan alokasi dana untuk pencegahan dan penanganan kecelakaan lalu lintas.
Pemerintah, pemerintah daerah, atau perusahaan angkutan umum wajib memberikan perlakuan khusus di bidang lalu lintas dan angkutan jalan kepada penyandang cacat, manusia usia lanjut, anak-anak, wanita hamil, dan orang sakit (pasal 242 ayat 1). Perlakuan khusus itu meliputi aksesibilitas, prioritas pelayanan dan fasilitas pelayanan.
Bahkan, masyarakat secara kelompok dapat mengajukan gugatan kepada pemerintah atau pemerintah daerah mengenai pemenuhan perlakuan khusus sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan (pasal 243). Perusahaan angkutan umum yang tidak memenuhi kewajiban menyediakan sarana dan prasarana pelayanan kepada penyandang cacat, manusia usia lanjut, anak-anak, wanita hamil, dan orang sakit dapat dikenai sanksi administratif. (bersambung)


Pasal 312: Pengemudi kendaraan bermotor yang terlibat kecelakaan lalu lintas dan dengan sengaja tidak menghentikan kendaraannya, tidak memberikan pertolongan, atau tidak melaporkan kecelakaan lalu lintas kepada kepolisian terdekat tanpa alasan yang patut dipidana dengan pidana penjara paling lama tiga tahun atau denda paling banyak Rp 75.000.000,00.

Pasal 274 (1): Melakukan perbuatan yang mengakibatkan kerusakan dan/atau gangguan fungsi jalan dipidana dengan pidana penjara paling lama satu tahun atau denda paling banyak Rp 24.000.000,00 .

Pasal 275 (1): Melakukan perbuatan yang mengakibatkan gangguan pada fungsi rambu lalu lintas, marka jalan, alat pemberi isyarat lalu lintas, fasilitas pejalan kaki, dan alat pengaman pengguna jalan dipidana dengan pidana kurungan paling lama satu bulan atau denda paling banyak Rp 250.000,00.
Ayat (2): Merusak rambu lalu lintas, marka jalan, alat pemberi isyarat lalu lintas, fasilitas pejalan kaki, dan alat pengaman pengguna jalan sehingga tidak berfungsi dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun atau denda paling banyak Rp 50.000.000,00.

UU LLAJ: Nyalakan Lampu Utama Siang Hari (2)

APABILA kita menelusuri jalan-jalan di Kota Kupang belakangan ini, kita akan menemukan di setiap tikungan, lampu merah (traffic light) tertulis Belok Kiri Mengikuti Isyarat Lampu. Tulisan itu mulai terlihat sejak awal Januari 2010 ini. Tidak hanya itu, di Jalan El Tari I juga sudah pernah terlihat ada pipa pembatas jalan, tempat kendaraan bermotor roda dua lewat dan menyalakan lampu di siang hari.
Apa yang sudah dilakukan pihak kepolisian tersebut merupakan perintah UU. Pasal 102 ayat 1 UU 22/2009 menyebutkan, alat pemberi isyarat lalu lintas, rambu lalu lintas, dan/atau marka jalan yang bersifat perintah, larangan, peringatan, atau petunjuk pada jaringan atau ruas jalan pemasangannya harus diselesaikan paling lama 60 hari sejak tanggal pemberlakuan peraturan menteri yang membidangi sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan atau peraturan daerah (pasal 95 ayat 1). Kemudian pada ayat 2 berbunyi: alat pemberi isyarat lalu lintas, rambu lalu lintas, dan/atau marka jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai kekuatan hukum yang berlaku mengikat 30 hari setelah tanggal pemasangan.
Jika merujuk pada ketentuan tersebut berarti pada bulan Februari ini alat pemberi isyarat lalu lintas itu sudah mulai berlaku. Artinya, para pengendara kendaraan bermotor saat ini harus sudah mulai mematuhi rambu-rambu yang sudah disiapkan tersebut.
Aspek keamanan, kenyamanan dan keselamatan dalam berlalu lintas merupakan suatu yang mutlak. Hal itu tidak perlu menunggu adanya rambu lalu lintas, tapi merupakan kewajiban setiap orang yang menggunakan jalan. UU ini juga mewajibkan setiap orang yang menggunakan jalan untuk berperilaku tertib dan mencegah hal-hal yang dapat merintangi, membahayakan keamanan dan keselamatan LLAJ yang dapat menimbulkan kerusakan jalan.
Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan wajib mengemudikan kendaraannya dengan wajar dan penuh konsentrasi, wajib mengutamakan keselamatan pejalan kaki dan pesepeda, serta wajib mematuhi ketentuan kecepatan maksimal atau minimal.
Pengemudi kendaraan bermotor juga wajib menyalakan lampu utama kendaraan bermotor yang digunakan di jalan pada malam hari dan pada kondisi tertentu. Selain mematuhi ketentuan tersebut di atas, pengemudi sepeda motor juga wajib menyalakan lampu utama pada siang hari.
Pengemudi kendaraan bermotor yang akan melewati kendaraan lain harus menggunakan lajur atau jalur jalan sebelah kanan dari kendaraan yang akan dilewati, mempunyai jarak pandang yang bebas, dan tersedia ruang yang cukup. Jika kendaraan yang akan dilewati telah memberi isyarat akan menggunakan lajur atau jalur jalan sebelah kanan, pengemudi dilarang melewati kendaraan tersebut. Pada jalan yang menanjak atau menurun yang tidak memungkinkan bagi kendaraan untuk saling berpapasan, pengemudi kendaraan yang arahnya menurun wajib memberi kesempatan jalan kepada kendaraan yang mendaki.
Pengemudi kendaraan bermotor di jalan juga dilarang mengemudikan kendaraan melebihi batas kecepatan paling tinggi yang diperbolehkan, atau berbalapan dengan kendaran bermotor lain. Pengemudi harus memperlambat kendaraannya jika akan melewati kendaraan bermotor umum yang sedang menurunkan dan menaikkan penumpang, cuaca hujan atau genangan air, memasuki pusat kegiatan masyarakat yang belum dinyatakan dengan rambu lalu lintas, serta melihat dan mengetahui ada pejalan kaki yang akan menyeberang. Pengemudi kendaraan bermotor umum atau mobil bus sekolah yang sedang berhenti untuk menurunkan atau menaikkan penumpang wajib memberi isyarat tanda berhenti.
Pengemudi kendaraan bermotor umum untuk angkutan orang dalam trayek wajib mengangkut penumpang yang membayar sesuai dengan tarif yang telah ditetapkan. Juga memindahkan penumpang dalam perjalanan ke kendaraan lain yang sejenis dalam trayek yang sama tanpa dipungut biaya tambahan jika kendaraan mogok, rusak, kecelakaan, atau atas perintah petugas.
Pejalan kaki berhak atas ketersediaan fasilitas pendukung berupa trotoar, tempat penyeberangan, dan fasilitas lain; berhak mendapatkan prioritas pada saat menyeberang jalan di tempat penyeberangan. Dalam hal belum tersedia fasilitas, pejalan kaki berhak menyeberang di tempat yang dipilih dengan memperhatikan keselamatan dirinya.

***
UU 22/2009 juga mengatur secara khusus tentang angkutan orang dan barang. Angkutan barang dengan kendaraan bermotor wajib menggunakan mobil barang. Sementara mobil barang dilarang digunakan untuk angkutan orang, kecuali rasio kendaraan bermotor untuk angkutan orang, kondisi geografis, dan prasarana jalan di provinsi/kabupaten/kota belum memadai.
Dalam konteks ini, pemerintah berkewajiban atau bertanggung jawab untuk menyediakan angkutan umum untuk jasa angkutan orang atau barang antarkota, antarprovinsi serta lintas batas negara. Perusahaan angkutan umum wajib memenuhi standar pelayanan minimal, meliputi keamanan, keselamatan, kenyamanan, keterjangkauan, dan keteraturan.
Khusus bagi kendaraan bermotor umum yang mengangkut alat berat dengan dimensi yang melebihi dimensi yang ditetapkan harus mendapat pengawalan dari pihak kepolisian. Pengemudi dan pembantu pengemudi kendaraan bermotor umum yang mengangkut barang khusus wajib memiliki kompetensi tertentu sesuai dengan sifat dan bentuk barang khusus yang diangkut. (bersambung)

Pasal 294: Mengemudikan kendaraan bermotor yang akan membelok atau berbalik arah, tanpa memberikan isyarat dengan lampu penunjuk arah atau isyarat tangan dipidana dengan pidana kurungan paling lama satu bulan atau denda paling banyak Rp 250.000,00.

Pasal 284: Mengemudikan kendaraan bermotor dengan tidak mengutamakan keselamatan pejalan kaki atau pesepeda dipidana dengan pidana kurungan paling lama dua bulan atau denda paling banyak Rp 500.000,00.

Pasal 293 (1): Mengemudikan kendaraan bermotor di jalan tanpa menyalakan lampu utama pada malam hari dan kondisi tertentu dipidana dengan pidana kurungan paling lama satu bulan atau denda paling banyak Rp 250.000,00.
Ayat (2): Mengemudikan sepeda motor di jalan tanpa menyalakan lampu utama pada siang hari dipidana dengan pidana kurungan paling lama 15 hari atau denda paling banyak Rp 100.000,00.

UU LLAJ: Polisi Wajib Terbitkan Informasi Penerbitan SIM (1)

PENGANTAR -- Hari Senin, 22 Juni 2009, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengesahkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ). Lahirnya UU tersebut dengan pertimbangan UU Nomor 14 Tahun 1992 tentang LLAJ sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi, kebutuhan dan perkembangan saat ini. Tapi berlakunya UU 22/2009 ini masih pro-kontra karena dinilai belum cocok dengan kondisi saat ini. Hal-hal apa saja yang diatur dalam UU ini? Ikuti laporannya mulai hari ini.

SEJAK akhir tahun 2009 lalu, aparat Kepolisian Republik Indonesia bersama pihak terkait lainnya seperti Departemen Perhubungan dan Jasa Raharja gencar melakukan sosialisasi Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ). Sosialisasi ini dipandang penting karena banyak hal baru yang ada dalam UU ini yang belum masuk dalam UU 14/1992.
Kehadiran UU 22/2009 yang terdiri dari 22 Bab dan 326 pasal ini sesungguhnya bukan untuk membatasi ruang gerak bagi para pemakai jalan raya. UU ini lahir dari adanya keinginan dari para penyelenggara negara agar tercipta keamanan, kenyamanan, keselamatan dan ketertiban dalam berlalu lintas sesuai dengan perkembangan kemajuan saat ini.
Keinginan itu tercermin dari adanya ketentuan yang mengatur tentang berbagai aspek yang berkaitan dengan lalu lintas dan angkutan jalan. Tidak hanya menyangkut sarana dan prasarana, tapi juga menyangkut para penyelenggara dan sumber daya manusia dari para pengguna jalan. Tidak tanggung-tanggung, sanksi yang diberikan bagi para pelanggarnya cukup berat. Tujuannya untuk menimbulkan rasa jera bagi para pihak yang melanggarnya. Dengan demikian akan terwujud rasa aman, nyaman dan tertib bagi para pemakai jalan.
Dalam UU ini diatur secara khusus tentang pengemudi kendaraan bermotor. Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan wajib memiliki surat izin mengemudi (SIM) sesuai jenis kendaraan yang dikemudikan. Untuk mendapatkan SIM, calon pengemudi harus memiliki kompetensi mengemudi. Kompetensi ini dapat diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan atau belajar sendiri.
Selain punya kompetensi, mendapatkan SIM juga harus memenuhi persyaratan usia, administratif, kesehatan, dan lulus ujian. Khusus usia, untuk SIM A, C dan D, calon pengemudi harus sudah berusia paling rendah 17 tahun; SIM B1 paling rendah 20 tahun dan SIM B II paling rendah 21 tahun. Selain itu harus lulus ujian, baik teori, praktik maupun ujian keterampilan.
Kepemilikan SIM tidak hanya sebagai bukti kompetensi tapi juga sebagai registrasi pengemudi yang dapat digunakan untuk mendukung kegiatan penyelidikan, penyidikan, dan identifikasi forensik kepolisian. Untuk maksud tersebut, pihak kepolisian yang berkompeten mengeluarkannya wajib menyelenggarakan sistem informasi penerbitan SIM. Setiap petugas kepolisian yang bertugas di bidang penerbitan SIM wajib menaati prosedur penerbitan SIM yang berlaku (pasal 87 ayat 4). Petugas kepolisian di bidang penerbitan SIM yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 ayat (4) dikenai sanksi administratif berupa sanksi disiplin dan/atau etika profesi kepolisian (pasal 91 ayat1).

***
TAK hanya mengatur pengemudi. Setiap perusahaan angkutan umum juga wajib mematuhi dan memberlakukan ketentuan mengenai waktu kerja, waktu istirahat, dan pergantian pengemudi kendaraan bermotor umum. Waktu kerja bagi pengemudi kendaraan bermotor umum paling lama delapan jam sehari. Pengemudi kendaraan bermotor setelah mengemudikan kendaraan selama empat jam berturut- turut wajib beristirahat paling singkat setengah jam. Setiap perusahaan angkutan umum yang tidak mematuhi dan memberlakukan ketentuan mengenai waktu kerja, waktu istirahat, dan pergantian pengemudi kendaraan umum dikenai sanksi.
UU 22/2009 juga mengatur tentang kondisi kendaraan. Pasal 48 UU ini menegaskan agar kendaraan bermotor yang dioperasikan harus memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan. Persyaratan laik jalan ditentukan oleh kinerja minimal kendaraan bermotor sesuai dengan ukuran yang ditentukan, seperti kelengkapan-kelengkapan kendaraan dan spesifikasi lainnya.
Agar tetap laik jalan, setiap kendaraan juga diwajibkan mengikuti pengujian yang dilakukan secara berkala. Ujian meliputi pemeriksaan dan pengujian fisik kendaraan dan pengesahan hasil uji di lembaga resmi penguji. Hasil ujian ini akan ditandai dengan pemberian kartu uji dan tanda uji oleh pihak yang berkompeten.
Selain itu, kendaraan bermotor yang dioperasikan di jalan juga wajib dilengkapi dengan perlengkapan kendaraan bermotor. Perlengkapan dimaksud, selain helem berstandar nasional Indonesia bagi pengendara sepeda motor, juga sabuk pengaman, ban cadangan, segitiga pengaman dan berbagai perlengkapan lainnya bagi kendaraan bermotor roda empat. Setiap kendaraan bermotor, baik yang dioperasikan maupun yang tidak wajib diregistrasi, dilengkapi dengan surat-surat dan perlengkapan kendaraan.
Kecuali itu, kendaraan bermotor yang belum diregistrasi dapat dioperasikan di jalan untuk kepentingan tertentu dengan dilengkapi surat tanda coba kendaraan bermotor dan tanda coba nomor kendaraan bermotor yang diberikan oleh pihak kepolisian kepada badan usaha di bidang penjualan, pembuatan, perakitan, atau impor kendaraan bermotor.
Pelanggaran terhadap berbagai ketentuan tersebut dapat dikenai sanksi administratif berupa peringatan tertulis, pembayaran denda, pembekuan izin; dan/atau pencabutan izin. Atau sanksi administratif bagi petugas penguji atau pengesah uji berkala yang melanggar ketentuan tersebut. (bersambung)

Pasal 280: Mengemudikan kendaraan bermotor di jalan yang tidak dipasangi Tanda Nomor Kendaraan Bermotor yang ditetapkan oleh kepolisian dipidana dengan pidana kurungan paling lama dua bulan atau denda paling banyak Rp 500.000,00.

Pasal 281: Mengemudikan kendaraan bermotor di jalan yang tidak memiliki SIM dipidana dengan pidana kurungan paling lama empat bulan atau denda paling banyak Rp 1.000.000,00.

Pasal 288 (1): Mengemudikan kendaraan bermotor di jalan yang tidak dilengkapi dengan Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor atau Surat Tanda Coba Kendaraan Bermotor yang ditetapkan oleh kepolisian dipidana dengan pidana kurungan paling lama dua bulan atau denda paling banyak Rp 500.000,00.
Ayat (2): Mengemudikan kendaraan bermotor di jalan yang tidak dapat menunjukkan SIM yang sah dipidana dengan pidana kurungan paling lama satu bulan dan/atau denda paling banyak Rp 250.000,00.