Selasa, 13 Januari 2009

Diskusi Narkoba dan Penanggulangannya di NTT: Tokoh Agama Pun Doyan (2)

Oleh Gerardus Manyella/Kanis Jehola


MENCERMATI ide-ide cermelang, baik yang disampaikan tiga nara sumber, Adi Lamuri, Kombes Polisi Agus Nugroho dan dr. Sahadewa, kata pembukaan oleh Pemimpin Umum Pos Kupang, Damyan Godho, pengantar yang disampaikan moderator, Benny Dasman, dan usul saran peserta diskusi, peredaran narkoba di Indonesia umumnya dan NTT khususnya sudah mencemaskan. Narkoba merupakan racun yang bisa merusak alat-alat reproduksi anatomi. Bisa merusak fungsi reproduksi secara keseluruhan, menjadi penyebab HIV/AIDS bagi yang menggunakan jarum suntik. Singkat kata, narkoba bisa merusak dan membunuh generasi bangsa ini, sehingga kita perlu mengantisipasi dan berupaya memotong mata rantainya, agar anak-anak bangsa ini, anak-anak Nusa Flobamorata bisa hidup seribu tahun lagi.
Apakah kita mau merelakan alat reproduksi generasi bangsa ini rusak karena narkoba? Dokter Sahadewa, ahli kandungan yang menyajikan materi narkoba dan kesehatan reproduksi, menguraikan secara panjang lebar dampak narkoba terhadap kesehatan manusia. Menurutnya, kalau sudah terinfeksi baik perempuan maupun laki-laki, reproduksinya akan terganggu. Jika korbannya laki-laki, spermanya pasti tidak baik. Kadang-kadang anak muda (laki-laki) sering coba-coba berhubungan seks. Bagi pemakai narkoba, rentan terhadap penyakit kelamin. Jika gegabah melakukan hubungan seks dan jika tidak segera diobati akan menyebabkan HIV/AIDS. Penyakit kencing nanah sangat mudah menyerang pemakai narkoba. Kalau sudah kencing nanah sering tanya ke teman-teman untuk berobat sembarangan akhirnya infeksi tersebut sampai ke tempat produksi sperma dan terjadi kemandulan.
Apa dampaknya bagi pemakai perempuan? Kalau perempuan terjadi penyempitan di saluran sel indung telur akhirnya tidak bisa bertemu dengan sperma. Jadi itu risiko reproduksinya. Masih banyak masalah sosial terhadap kesehatan. Para remaja pemakai narkoba bisa mencari tahu masalah kesehatan bukan dari orangtua atau guru, tetapi dari teman. Bukan hanya itu, informasi tentang seks juga bisa ditanya kepada teman sebaya. Untuk itu, sosialisasi bahaya narkoba perlu dilakukan sesuai kelompok usia dan kita perlu memanfaatkan kelompok remaja menjadi tempat untuk mensosialisasikan bahaya narkoba itu.
Kombes Polisi Agus Nugroho mengingatkan kita, kalau bahaya narkoba sudah sampai ke anak-anak. Ada permen yang rasa strawberry, dicampur narkoba. Industri narkoba sudah ahli membuat barang murah tetapi enak. Jadi secara tak sadar anak- anak sudah mengenal narkoba.
Fenomena ini harus cepat diatasi. Kita tidak boleh memandang enteng persoalan ini. Pemerintah, tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh pemuda, aktivis LSM peduli narkoba dan HIV/AIDS, stakeholder dan seluruh komponen masyarakat perlu mengantisipasi secara dini. Orangtua perlu memperhatikan jajan anak-anak, memperhatikan pergaulan anak-anak, terutama yang telah menginjak masa remaja, guru perlu menyadarkan anak sekolah agar tidak terjebak narkoba, pemimpin agama perlu menyerukan bahaya narkoba melalui mimbar agama, tokoh masyarakat perlu menyadarkan lingkungan tempat tinggal dan aparat keamanan perlu menindak tegas para pelaku narkoba. Pers perlu menyajikan berita-berita yang memberi pencerahan serta langkah-langkah antisipasi kepada publik. Jika semua ini berjalan didukung koordinasi yang bagus, niscaya masalah narkoba di NTT bisa diatasi.
Anggota DPRD NTT, Drs. John Dekresano dan Adrianus Ndu Ufi menyarankan agar sosialisasi bahaya narkoba masuk ke sekolah-sekolah. Jika perlu bahaya narkoba dimasukkan dalam kurikulum lokal di sekolah-sekolah. Pendapat kedua wakil rakyat ini disambut hangat oleh floor. Dokter Sahadewa sangat mendukung gagasan itu. Demikian Kombes Polisi Agus Nugroho dan peserta forum diskusi lainnya.
"Saya juga setuju kalau informasi tentang bahaya narkoba masuk ke sekolah-sekolah. Dan, yang tidak kalah penting tentang kesehatan reproduksi. Sedikit dalam tanda petik, kontrasepsi juga harus diberitahukan kepada remaja. Biar mereka tahu mencegah penyakit. Pertama, mereka tidak melakukan hubungan seks sebelum menikah, dan kedua, kalau memang terpaksa pakai kondom. Kemudian mungkin perlunya layanan informasi kesehatan produksi yang ramah," kata Sahadewa.
"Saya pernah baca koran, di Puskesmas Pasir Panjang tidak ada yang datang saat sosialisasi itu. Remaja sifatnya tidak mau ke suatu tempat resmi. Bagaimana menciptakan pelayanan kesehatan yang ramah yang dapat diterima oleh remaja. Karena dokter itu pasti dicari terakhir oleh remaja. Jadi pertama teman sebaya, kedua keluarga dan terakhir dari dokter,"kata Agus Nugroho.
Menurut Agus Nugroho, kalau wawasannya sudah terbuka mengenai bahaya narkoba mencelakai proses reproduksi, para remaja pasti wanti-wanti, bahkan takut mengonsumsi. Selama ini yang dilihat dari dinas kesehatan hanyalah proyek fiktif, perjalanan dinas, sedangkan penyuluhan kesehatan sangat kurang.
Baik Adi Lamuri, Agus Nugroho maupun Sahadewa membeberkan masalah narkoba sifat global nasional, artinya sudah dibicarakan oleh seluruh dunia, bukan di Indonesia saja. Pemberatasan narkoba itu adalah kegiatan tanpa batas. Artinya, tidak mengenal batas wilayah, daerah. Tidak ada negara yang mengatakan bahwa dirinya bebas dari narkoba, termasuk wilayah NTT. Narkoba juga tidak mengenal batas usia, dia bisa merasuk ke seluruh kehidupan manusia. Apa dia tua, muda, besar kecil dan kehidupan yang lain, termasuk pejabat, artis, dewan dan sebagainya. Polisi dan dokter juga bisa doyan narkoba. Tokoh agama pun terkadang tidak dapat mengontrol diri, lalu terjebak dalam pesta narkoba seperti seorang kiai di Jawa Tengah.

Mudah-mudahan ini tidak berkembang di NTT yang banyak pintu masuk, baik laut, udara maupunn darat. Alat deteksi narkoba masih sangat terbatas. Jika ekstasi diisi di saku baju, petugas bandara tak mungkin menduganya, dikira bodrex. Jadi, tidak akan ketahuan kalau tidak ada informasi dari masyarakat. Yang bisa melacak narkoba secara cermat hanya anjing pelacak, tapi kita tidak punya karena biayanya mahal. Selain harga anjingnya mahal, biaya pemeliharaan juga mahal.
Apa yang dikemukakan Nugroho mendapat respons dari anggota DPRD Adrianus Ndu Ufi dan calon anggota legislatif dari Partai Demokrat, Gabriel Suku Kotan, S.H. Mereka menyarankan semua bupati/walikota dan lembaga DPRD mengalokasikan dana khusus pengadaan anjing pelacak dan biaya pemeliharaan. Hendrik Markus (Wakil Ketua DPRD NTT) dan John Dekresano, anggota DPRD NTT, menyesal karena masalah itu tidak terserap dalam APBD 2009. Diharapkan di masa mendatang Pemerintah Propinsi NTT dan DPRD NTT memikirkan hal itu. Pencegahan dan pemberantasan narkoba tidak bisa dibebankan kepada polisi saja. Semua pihak harus tergerak hati dengan cara dan kewenangan masing-masing, yang penting semua bermuara pada tindakan penyelamatan kepada generasi muda di daerah ini.
Pendapat cemerlang dari forum diskusi itu perlu dipikirkan narkoba menjadi materi muatan lokal (mulok) di sekolah- sekolah, karena pelajar sangat rentan terhadap masalah narkoba. Pelajar yang adalah usia remaja, masih labil dan rasa ingin tahu, ingin mencobanya sangat tinggi. Jadi sangat tepat jika narkoba dan bahayanya dijadikan mulok.
Gusti Brewon menilai banyak pejabat daerah ini belum melihat narkoba sebagai sesuatu yang berbahaya. Narkoba bukan isu seksi yang menarik bagi para politisi daerah ini sehingga kita perlu mengingatkan. Brewon juga setuju kalau sosialisasi itu rutin diberikan kepada remaja daerah ini, bahkan dijadikan mulok. Semua tergantung pemangku kebijakan daerah ini. (habis)

Tidak ada komentar: