Selasa, 13 Januari 2009

Diskusi Narkoba dan Penanggulangannya di NTT: Jumlahnya kok Terus Bertambah? (1)

Oleh Kanis Jehola/Gerardus Manyella


PENGANTAR REDAKSI -- Sehari sebelum tutup tahun 2008 atau tepatnya hari Jumat, 30 Desember 2008, Surat Kabar Harian (SKH) Pos Kupang bekerja sama dengan Forum Parlemen Indonesia untuk Kependudukan dan Pembangunan Propinsi NTT menyelenggarakan diskusi terbatas. Diskusi bertajuk, "Bahaya Narkoba dan Penanggulangannya di NTT," itu menampilkan tiga nara sumber, yakni Adi Lamuri (PKBI NTT), dr. Sahadewa (spesialis kandungan), dan Kombes Polisi Agus Nugroho, S.H (Kepala Biro Bina Mitra Polda NTT, mantan Dir Narkoba Polda NTT). Apa-apa saja yang dibicarakan dalam diskusi itu, ikuti laporannya mulai hari ini.

PULUHAN kursi yang disiapkan panitia di ruang rapat Redaksi SKH Pos Kupang, di lantai dua, dipenuhi para peserta. Mereka ngobrol dalam suasana santai dan penuh kekeluargaan. Ada yang sekadar guyon tentang berbagai spanduk yang saat ini terpancang di mana-mana; di pohon-pohon, tiang listrik, tiang telepon, pagar, tembok dan di berbagai tempat lainnya. Maklum, di antara peserta diskusi yang hadir saat itu ada yang berpredikat calon anggota legislatif (Caleg).
Obrolan terhenti tatkala pemandu acara, Benny Dasman, mulai menyapa para peserta yang hadir. Para peserta yang awalnya terlihat pasif mendengar sapaan Benny seakan bereaksi tatkala menguraikan latar belakang diskusi, diikuti sajian data tentang tren perkembangan kasus narkoba (narkotika, psikotropika dan bahan adiktif lainnya) di Indonesia dan NTT. Ada di antara peserta yang manggut-manggut. Dari tatapan wajah mereka, terlihat ada rasa terkejut bercampur heran terhadap data perkembangan menyangkut narkoba.
Benny tentunya tidak bermaksud menggoyang emosi peserta yang hadir saat itu agar peserta aktif berdiskusi. Tapi apa yang dibeberkan saat itu benar-benar sesuai kenyataan. Badan Narkotika Nasional (BNN), posisi Juli 2008, menyuguhkan data yang mengkhawatirkan. Disebutkan, pada tahun 2003 di Indonesia hanya terjadi 7.140 kasus narkoba dengan jumlah tersangka 9.717 orang. Tahun 2007, jumlahnya melonjak menjadi 22.630 kasus dengan jumlah tersangka 36.169 orang. Sedangkan pada periode Januari - April 2008 telah terungkap 9.096 kasus, menyeret 11.960 orang tersangka.
Tak hanya jumlah kasusnya. Barang bukti yang berhasil disita, juga menunjukkan kecenderungan meningkat. Narkotika jenis ganja pada tahun 2006 berjumlah 1.019.307 batang, tapi tahun 2007 meningkat menjadi 1.828.803 batang atau naik 79 persen. Heroin tahun 2006 berjumlah 11.902 gram, tapi tahun 2007 berjumlah 14.691 gram atau naik 23 persen. Sementara psikotropika jenis ekstasi tablet yang berhasil disita berjumlah 466.907 tablet pada tahun 2006, tapi tahun 2007 meningkat menjadi 1.195.305 tablet atau naik 156 persen.
Kondisi mencemaskan mengemuka ketika melihat penyalahgunaan berdasarkan kelompok usia. Masih menurut data BNN, kelompok penyalahguna terbesar adalah usia 16 - 29 tahun, sebanyak 123.584 orang pada periode 2003 hingga April 2008. Dan, berdasarkan klasifikasi pendidikan, 13.551 penyalahguna merupakan siswa/i sekolah dasar (SD), 105.401 penyalahguna merupakan siswa/i SLTP dan SLTA serta 4.632 penyalahguna berasal dari perguruan tinggi.
Jumlah korban tewas akibat barang terlarang ini pun tergolong besar. BNN memperkirakan, secara nasional setiap tahun 15.000 jiwa melayang oleh barang terlarang ini, atau rata-rata 40 orang per hari menemui ajal.
Tak hanya itu. Saat ini, status Indonesia yang pada tahun 1980-an hanya sebagai daerah transit narkoba menuju wilayah peredarannya di Australia dan Eropa sudah berubah. Sejak tahun 2000, Indonesia dikenal dunia sebagai salah satu produsen sekaligus sebagai pasar besar narkoba. Julukan ini mulai menguat setelah ditemukan sejumlah pabrik narkoba beroperasi di tanah Air. Temuan paling menggemparkan terjadi tahun 2002 ketika polisi menggerebek pabrik ekstasi di Cikande, Tangerang milik Ang Kim Soei yang diperkirakan telah memproduksi 27 juta butir ekstasi.
***
LALU bagaimana di NTT? NTT juga tidak ketiggalan. "Daerah kita (NTT) rawan dengan masalah narkoba," kata Adi Lamuri dari PKBI NTT, dan Agus Nugroho, mantan Dir Narkoba Polda NTT.
Apa yang dikatakan Adi Lamuri dan Agus Nugroho bukannya tanpa alasan. Data yang diperoleh Pos Kupang dari Bagian Humas Polda NTT, Jumat (2/1/2009), menyebutkan, kejahatan berupa penyalahgunaan narkoba atau psikotropika di NTT mengalami peningkatan cukup tajam. Pada tahun 2007, misalnya, hanya terjadi dua kasus, namun naik menjadi 14 kasus dengan 25 tersangka atau meningkat 600 persen pada tahun 2008.
Kerawanan NTT dengan masalah narkoba ini sangat dimungkinkan karena akses ke daerah ini, baik melalui laut, darat maupun udara, sangat terbuka. Bahkan dengan semakin terbukanya akses ke daerah ini, saat ini NTT atau Kota Kupang khususnya, menjadi daerah target peredaran narkoba oleh para pebisnis barang haram itu.
Hal yang mengkhawatirkan, kasus narkoba yang terjadi di NTT saat ini juga melibatkan anak-anak usia remaja/sekolah, atau generasi yang masih produktif. Adi Lamuri dari PKBI NTT saat menyampaikan materinya dalam diskusi terbatas itu, menyebutkan, 98,6 persen pengguna narkoba berpendidikan SLTP, 95,2 persen berpendidikan SLTA dan Perguruan Tinggi (PT) 90,1 persen.
Meningkatnya jumlah kasus narkoba di NTT digugat oleh peserta diskusi terbatas ini. Pemimpin Umum SKH Pos Kupang, Damyan Godho, misalnya, memulai diskusi dengan bernostalgia. Dikatakannya, kegiatan seperti ini sudah pernah dilakukan lembaga ini sejak 16 tahun lalu, ketika berdiskusi tentang masalah HIV/AIDS. Salah satu isu penting yang dibicarakan saat itu adalah masalah narkoba. Sejak saat itu, kata Damyan, ada begitu banyak lembaga yang katanya sangat peduli terhadap masalah ini. Ada KPAD, ada LSM-LSM dan sebagainya. Sudah sekian lama juga banyak pejabat dan petugas yang ikut membicarakan masalah ini. Tapi kok jumlahnya terus bertambah? Pertanyaannya, apakah orang-orang itu terlibat karena peduli ataukah karena ada dana yang disiapkan KPAD? "Kalau masalah itu kena kita orangtua ini tidak apa-apa. Tapi bagaimana dengan anak-anak kita. Yang perlu diselamatkan sekarang anak-anak kita ini," kata Damyan.
Menurut Agus Nugroho, Kota Kupang atau NTT sangat terbuka bagi masuknya jaringan peredaran narkoba. Daerah perbatasan merupakan salah satu pintu masuk peredaran narkoba ke NTT. Selain itu, masuknya jaringan ini juga bisa melalui jalur laut dan darat. Jalur laut dan darat ini antara lain masuk melalui Bali, NTB, kemudian Flores lalu ke Kupang. Sedangkan jalur udara bisa melalui Jakarta-Kupang atau Surabaya-Kupang.
Kejahatan narkoba ini tanpa batas, mengena semua lapisan masyarakat. Sedangkan sasaran pemasarannya adalah masyarakat, khususnya remaja dan pemuda yang ekonominya tergolong menengah ke atas (yang punya uang), seperti masyarakat eksekutif, remaja/pemuda (putus sekolah), pengangguran, mahasiswa/pelajar, oknum pejabat, PNS dan aparat pemerintah.
Lokasi transaksi pun di berbagai tempat. Ada yang dilakukan di bar, diskotik, tempat karaoke, kafe atau tempat hiburan lainnya. Ada yang dilakukan di kampus, sekolah, apartemen, tempat kos, tempat berbelanja, supermarket, mall, tempat aman dan kurang mendapat pengawasan aparat. Bahkan ada yang dilakukan di LP.
Modus operandi pemasaran barang haram ini antara lain dengan memberikan secara gratis atau menjualnya dengan harga murah. Setelah ketagihan baru dilakukan transaksi. "Apalagi bisnis barang haram ini sangat menggiurkan," kata Nugroho.
Dalam konteks NTT, pengungkapan kasus tersebut masih sangat sulit dilakukan. Masalah yang terjadi, kata Agus Nugroho, berkaitan dengan sumber daya manusia aparat dan peralatan yang dimiliki. Masalah ini bertambah parah lagi akibat sikap masyarakat NTT yang sangat tertutup, tidak mau memberikan informasi kepada polisi.
"Polisi tidak bisa tahu ekstasi karena polisi di sini belum dilatih untuk mengetahui ekstasi. Kalau ada yang bawa satu butir pil ekstasi di sakunya, polisi tidak bisa tahan karena dikira itu pil bodrex biasa. Apalagi alat untuk mendeteksi itu, polisi tidak punya. Begitu juga kalau orang membawa satu ton ganja, polisi tidak akan tahu kalau tidak ada informasi dari masyarakat. Jadi, polisi tidak akan berhasil kalau masyarakat tertutup dan tidak mau menjadi saksi," kata Nugroho. (bersambung)

Tidak ada komentar: