Minggu, 28 September 2008

Bapa dan Mama Minta Ampun...

.

DI kamar sebelah kiri dari arah pintu masuk ia dibaringkan. Sendirian ia di atas dipan berukuran sedang itu. Sekujur tubuhnya diselimuti kain batik. Rambutnya yang ikal masih tergerai. Tiada hentinya ciuman, peluk dan elusan diberikan. Sambil berlutut di sampingnya, sahabat-sahabatnya yang menyayanginya itu seakan tak percaya. Teman sepermainan kini telah tiada. Tubuhnya tak lagi bergerak. Denyut nafas pertanda kehidupan tak lagi terlihat.
Delfi Bengu, siswi kelas VI SDN 1 Manutapen, Kota Kupang tewas tenggelam. Ombak deras di perairan Pasir Panjang, Kupang telah merenggut kehidupannya, Sabtu (27/9/2008) sekitar pukul 13.00 Wita.
Berbeda dengan Maria Riwu Djami, sepupunya yang sedang berenang bersamanya, putri ketiga pasangan Karel Bengu-Rina Bengu-Rohi itu tak mampu diselamatkan warga Kelurahan Pasir Panjang yang datang memberikan bantuan setelah mendengar teriak meminta tolong dari arah laut.
Kini Delfi telah tiada. Padahal, beberapa menit sebelum kepulangannya ke alam baka, ia berteriak kegirangan. Berlari-lari di pasir putih sambil bernyanyi. Bahagianya tiada dua. Betapa tidak. Siang kemarin, seluruh anggota keluarganya piknik bersama. Syukuran atas rezeki Yang Maha Kuasa berikan. Dua minggu lalu, orangtuanya berhasil membeli sebuah truk baru.
"Kami dua sementara berenang. Tiba-tiba tangan saya terlepas dari binen (ban dalam mobil--Red) yang kami pake untuk berenang karena ombak deras sekali. Lalu dia juga ikut jatuh. Saya tarik tangan dan rambutnya ke atas sampai berhasil. Dia kembali pegang binen dan setelah itu arus bawa dia makin jauh," tutur Maria yang terus menangisi kepergian sepupunya.
Di rumah duka di RT 07 RW 02 Kelurahan Manutapen, kaum kerabat dan tetangga telah berkumpul. Mereka sabar menanti datangnya jenazah Delfi setelah kabar duka itu diterima tidak lama setelah peristiwa naas itu terjadi. Sekitar pukul 15.00 Wita, barulah jenazah tiba dengan sebuah ambulans yang dipandu mobil patroli Polsekta Kelapa Lima dan diarak kendaraan beroda dua.
Saat jenazah ditandu anggota polisi menuju rumah duka, tangis pun pecah. Puluhan orang yang berjejer di jalan menurun itu tak kuasa menahan tangis. Mereka seakan tak percaya akan fakta di depan mata mereka. Saat ditemui, seorang bapak yang sedang menghapus air matanya mengaku, Delfi anak periang dan murah hati.
Sementara di ruang tengah rumah duka, di samping kamar Delfi dibaringkan, ayah dan ibunya menangis histeris di antara kerumunan kaum keluarga. Rina, si ibu yang malang itu tak henti- hentinya berteriak menyebut nama anaknya. Sambil memukul dirinya, ia terus meratapi kepergian buah hatinya. Sempat terdengar ia mengumpat dirinya. Juga bukan sekali dua ia berteriak menyesali kepergian Delfi seraya memohon ampun dari anaknya.
"Mengapa Delfi yang harus pergi dan bukan mama? Mama tidak mau. Mama tidak mau. Bapa dan mama minta ampun. Minta ampun Delfi..." tangis Ny Rina.
Di hadapannya, suaminya duduk terpekur memeluk putra tunggalnya. Ketiga putrinya yang lain bersila di dekatnya. Sesekali Karel Bengu menarik-narik rambutnya. Mungkin sedang menyesali nasib buruknya. Bisa jadi ia sedang marah pada situasi yang ia alami. Satu yang pasti, ia sedemikian kehilangan.
Di tengah suasana duka itu, David Bengu, paman korban berdoa pasrah. Seakan menemukan Tuhannya di tengah nyanyian duka, ia memasrahkan Delfi ke dalam tangan Pencipta. "Dia yang memberi, kalau Dia juga yang mau mengambilnya, apa daya kami. Kami keluarga pasrahkan anak kami ke dalam kuasaNya," ungkap David Bengu ketika diajak bicara Pos Kupang. (yos sudarso)

Tidak ada komentar: