Jumat, 26 September 2008

Saatnya Kita Tidak Asal Membangun

 

DUA pekan terakhir ini, berita kebakaran hampir tak pernah absen dari halaman koran ini. Selain rumah pribadi, kos-kosan dan kantor DPW PPRN NTT, kebakaran juga menimpa salah satu toko sepatu di Jalan Sudirman-Kuanino Kupang. Dan yang paling heboh adalah kebakaran yang menimpa bangunan gedung RSU Prof. Dr. WZ Johannes-Kupang. Itu baru di Kota Kupang. Belum lagi kalau dihitung kasus kebakaran yang terjadi di beberapa daerah di NTT, semisal di Kota Ba'a, Kabupaten Rote Ndao hari Rabu, 24 September 2008 malam.
Peristiwa yang paling heboh dan menimbulkan kerugian imaterial dan material yang cukup besar terjadi pada kebakaran bangunan gedung RSU Kupang. Heboh karena kebakaran bangunan ini berurusan dengan nyawa banyak orang. Nyawa manusia. Banyak pasien yang terpaksa dievakuasi ke tempat lain akibat kebakaran bangunan ini. Dan yang paling penting dari peristiwa ini ialah bukan soal kebakarannya semata, tapi rasa trauma bagi para pasien. Bahkan sampai ada pasien yang meninggal karena shock. Rasa trauma inilah yang mungkin tidak bisa dihitung atau diukur dengan uang.
Selain itu, kebakaran ini juga menimbulkan kerugian material yang cukup besar. Berdasarkan laporan Pemda NTT, total kerugian akibat kebakaran bangunan gedung RSU Kupang ini mencapai Rp 10 miliar lebih. Jumlah yang tidak sedikit bagi Propinsi NTT. Asumsinya, untuk membangun kembali gedung yang terbakar agar pelayanan kepada masyarakat bisa berjalan seperti sediakala, setidaknya Pemda NTT membutuhkan dana senilai itu lagi. Padahal, jika saja bangunan gedung RSU Kupang itu tidak terbakar, mungkin dana itu bisa digunakan untuk pos pembangunan lain yang mungkin tidak kalah pentingnya dibanding rumah sakit.
Hal menarik dari peristiwa kebakaran ini ialah hampir semua kebakaran yang terjadi pada bangunan itu memakan korban. Meski bukan korban jiwa, tapi sebagian besar harta benda yang ada di dalam bangunan yang terbakar itu tidak bisa diselamatkan dari amukan api. Kalaupun ada yang berhasil diselamatkan, jumlahnya tidak seberapa. Penyebab utamanya selain karena tidak berdayanya masyarakat memadamkan amukan api, juga sering karena terlambatnya mobil pemadam kebakaran sampai di lokasi kebakaran. Tapi sebab lainnya karena sulitnya memobilisasi mobil pemadam kebakaran ke lokasi kebakaran akibat tidak adanya lahan atau ruang khusus yang memungkinkan terjadinya mobilisasi itu.
Khusus masalah yang terakhir ini, kita agak terkejut dengan pernyataan Walikota Kupang, Drs. Daniel Adoe, dan Kepala Dinas Tata Kota dan Pertamanan Kota Kupang, Ir. Harry Teofilus, bahwa bangunan gedung RSU Kupang yang terbakar itu tidak memiliki surat izin mendirikan bangunan (IMB). Bahkan, menurut Adoe, di Kota Kupang, paling banyak bangunan pemerintah yang tidak memiliki IMB, padahal IMB itu sangat penting.
Pentingnya IMB ini karena mendirikan bangunan itu membutuhkan kajian untuk ruang lahan dan bangunan. Setiap kali mendirikan bangunan, terutama bangunan untuk pelayanan publik, diharuskan untuk menyisihkan ruang lahan untuk kepentingan publik. Ruang itu sangat perlu untuk pelayanan publik dan membantu petugas pemadam kebakaran saat terjadi musibah kebakaran.
Yang mengherankan, bangunan yang tidak memiliki IMB di kota ini justru kebanyakan bangunan milik pemerintah. Masalah ini sangat serius karena pemerintah yang seharusnya menjadi contoh atau panutan bagi masyarakat justru menjadi 'pelopor' dalam melanggar aturan yang dibuat sendiri. Jika pemerintah yang seharusnya menjadi contoh dan teladan dalam melaksanakan aturan tidak taat aturan, lantas bagaimana dengan masyarakatnya? Pertanyaan ini yang mesti dijawab oleh pemerintah.
Kembali ke soal kebakaran, peristiwa yang menimpa RSU Kupang dan berbagai bangunan lainnya akhir-akhir ini hendaknya menjadi bahan refleksi bagi kita semua, terutama bagi mereka yang sedang membangun maupun yang akan membangun. Pelajaran yang kita petik dari berbagai musibah ini ialah agar kita tidak asal membangun gedung, baik untuk rumah tinggal maupun untuk kepentingan publik. Tapi perhatikan ketentuan-ketentuan yang berlaku demi terciptanya fungsi gedung yang aman, sehat, nyaman, efisien, seimbang, serasi dan selaras dengan lingkungan terutama faktor kenyamanan dan keamanannya. *

Tidak ada komentar: