Senin, 10 November 2008

Mehang Diabadikan Jadi Nama Bandara

WAINGAPU, PK -- Pemerintah Kabupaten dan DPRD Sumba Timur (Sumtim) menetapkan untuk mengabadikan nama almarhum Ir. Umbu Mehang Kunda menjadi nama bandar udara di Waingapu. Dengan demikian, Bandara Mau Hau diganti namanya menjadi Bandara Umbu Mehang Kunda.
Keputusan tersebut untuk menghormati dan mengenang jasa-jasa almarhum Mehang Kunda selaku tokoh masyarakat maupun sebagai mantan Bupati Sumtim. Keputusan itu diambil Pemkab dan DPRD Sumtim dalam rapat bersama di gedung Dewan setempat, Sabtu (8/11/2008), dua hari sebelum pemakaman jenazah Mehang Kunda.
Mantan Bupati Sumtim itu dimakamkan secara adat di Prai Awang, kemarin. Gubernur NTT, Drs. Frans Lebu Raya dalam sambutannya pada upacara pemakaman, kemarin, menyatakan mendukung keputusan pemerintah setempat untuk mengabadikan nama Megang Kunda menjadi nama bandara.
"Dengan mengabadikan nama almarhum sebagai nama bandara, maka almarhum akan selalu dikenang," katanya.
Dengan mengabadikan namanya menjadi nama bandara, kata Gubernur Lebu Raya, maka masyarakat di daerah itu akan selalu meghormati perjuangan dan kerja keras almarhum membangun Sumtim.
Lebu Raya meminta Pemkab Sumtim secepatnya memroses semua persyaratan administrasi ke Departemen Perhubungan agar nama Mehang Kunda segera dipopulerkan kepada masyarakat sebagai nama bandara di Sumtim.
Menurut Lebu Raya, almarhum pantas mendapat penghargaan karena perjuangannya membangun daerah Sumba Timur cukup berhasil. Walau sebagai tokoh nasional, katanya, Mehang Kunda kembali ke daerahnya untuk membangun tanah leluhur. Sikap itu perlu dicontohi oleh pemimpin di daerah ini.
Upacara pemakaman jenazah Mehang Kunda dihadiri sekitar 2.000 pelayat. Lebu Raya mengatakan, selama masa hidup, Mehang Kunda adalah tipe pekerja keras sampai lupa memeriksa kesehatannya.
Umbu Mehang Kunda adalah Bupati Sumba Timur periode 2000-2005 dan 2005-2010, yang meninggal dunia Sabtu 2 Agustus 2008, lalu. Jenazah Umbu Mehang Kunda yang adalah keturunan Raja Rende diserahkan pemerintah kepada keluarga, lalu disimpan selama 102 hari untuk kemudian dimakamkan melalui prosesi adat pemakaman raja-raja Sumba, khususnya Rende, kemarin.
Umbu Maramba Hau, wakil keluarga Anamburung dalam sapaannya mengatakan, ketika almarhum meninggal 2 Agustus lalu, keluarga Anamburung meminta kepada pemerintah untuk memakamkan almarhum di pemakaman keluarga di Prai Awang. Atas nama keluarga Anamburung memohon maaf atas kekhilafan almarhum selama masa hidupnya.
Prosesi pemakaman jenazah almarhum diawali dengan kedatangan rombongan adat yang diundang keluarga anamburung yang membawa kain dan hewan berupa babi, kuda dan kerbau.
Sejak pagi kemarin, rombongan adat berdatangan dari berbagai penjuru memasuki tenda duka. Rombongan adat seperti Bupati Sumba Tengah, Drs. Umbu Sappi Pateduk yang membawa kerbau jantan yang dihiasi dengan pucuk kelapa, diterima tua adat dengan melempar kain ke punggung hewan sebagai tanda pengharagaan dan ketulusan hati menerima tamu. Demikian juga rombongan adat dari Bupati Sumba Barat, Drs. Julianus Pote Leba, Bupati terpilih, dr. Kornelius Kodi Mete, Ir. Eman Babu Eha, Drs. Umbu Djima dan Umbu K Anagoga, Kapolres Sumba Timur, AKBP Tetra M. Putra,S.H, Ir. Umbu Manggana, dan berbagai pihak. Penerimaan yang sama dilakukan untuk ana kawini (saudari perempuan) dan yera (besan) atau mertua dari anak perempuan yang membawa babi.
Prosesi pemakaman baru dimulai sesaat setelah rombongan Gubernur dan Wakil Gubernur NTT, didampingi Bupati Sumba Timur, Drs. Gidion Mbilijora, yang tiba di rumah duka sekitar pukul 13.00 Wita. Kehadiran rombongan ini disambut dengan upacara adat. Selanjutnya mulai dilakukan persiapan pemakaman secara adat setelah makan siang. Pukul 15.30 Wita, tua-tua adat mulai mendaraskan syair-syair adat. Prosesi adat pemakaman itu diawali dengan pemotongan seekor kerbau jantan kecil sebagai simbol persiapan penurunan jenazah almarhum dari uma bokul (rumah besar atau rumah adat). Keluarga kemudian menyiapkan seekor kuda jantan berbulu merah yang diyakini sebagai kuda tunggangan almarhum di alam baka. Kuda tersebut dihiasi dengan emas, kelana dari kain tenun Sumba disertai sebuah payung yang manik-naiknya dari emas. Kuda ini kemudian ditunggangi seorang papanggang (hamba) yang berbusana kebesaran raja seperti gading di tangan, perhiasan emas pada kepala dan kelengkapan lainnya. Papanggang itu dipapah oleh petugas yang telah disiapkan ke punggung kuda menuju ke batu kubur.
Dilanjutkan dengan syair-syair adat kemudian pemotongan delapan ekor hewan yang terdiri dari empat ekor kerbau dan empat ekor kuda untuk mengantar jenazah ke liang lahat. Setelah jenazah dimasukkan ke liang lahat dan ditutup, dilakukan pemotongan lagi hewan sebanyak delapan ekor terdiri dari empat ekor kerbau dan empat ekor kuda. Prosesi pemakaman itu juga diselingi dengan tembakan salvo oleh satu regu polisi seebelum jenazah diturunkan dari uma bokul dan setelah dimakamkan masing-masing tiga kali.
Hadir dalam acara pemakaman tersebut, Bupati Alor, Ir. Ans Takalapeta, Wakil Bupati Flores Timur, Yoseph Lagadoni Herin, Sekda Kabupaten Kupang, Bernabas nDjurumana,S.H, Walikota Kupang, Drs. Daniel Adoe,rombongan DPP Golkar yang dipimpin Viktor B Laiskodat,S.H. (gem/dea)

Tidak ada komentar: