Minggu, 30 November 2008

Usai Gorok Leher Istri: Briptu Mahmud Bunuh Diri

SOE, PK -- Brigadir Polisi Satu (Briptu) Syafrudin Mahmud (27), anggota Polsek Polen jajaran Polres Timor Tengah Selatan (TTS) nekat bunuh diri usai menggorok leher istrinya, Inang Belawa (25). Mahmud menggorok leher istrinya dengan sebilah pisau di salah satu kamar kos milik Haji Arsyad, di Kelurahan Kota Baru, Kota SoE, Kabupaten TTS, Minggu (23/11/2008) siang. Diduga Briptu Mahmud mengakhiri hidupnya dengan cara menggorok lehernya menggunakan sebilah pisau sabu.
Salah satu saksi di tempat kejadian perkara (TKP), Namri Ridwan mengatakan, sebelum peristiwa tragis itu ia sempat mendengar suara istri korban berteriak berkali-kali meminta pertolongan dari kamar kos korban. Mendengar teriakan Inang, ia keluar dari ruang tamu rumah yang berada persis di depan kamar korban.
Namri mengatakan, saat keluar dari ruangan ia melihat Inang sudah bersimbah darah. Namri tidak bisa mendeskripsikan asal darah yang keluar dari bagian tubuh Inang. Bahkan ia sempat pingsan setelah melihat kondisi Inang yang bersimbah darah. "Setelah saya pingsan saya tidak tahu lagi," kata Namri.
Informasi yang dihimpun di TKP, usai digorok suaminya, Inang dilarikan ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) SoE. Istri korban, Inang Belawa yang ditemui di Instalasi Rawat Darurat (IRD) RSUD SoE masih sadar untuk diajak bicara.
Menurut dokter jaga RSUD SoE, dr. Lilik, Inang mengalami luka robek di pipi sebelah kanan sepanjang 1 cm, luka robek di bawah dagu 5 x 3 cm, luka robek di leher, 7 x 2 cm, luka robek di belakang telinga kiri 3 cm tembus pipi kiri sekitar 10 cm.
Tak hanya itu, Inang juga mengalami luka robek di tangan kiri dengan rincian setiap jari tangan kiri terluka sayat berdiameter 2 x 12 cm. Selain itu, korban juga mengalami luka robek di tangan kiri. Pada bagian ibu jari mengalami luka yang serius. "Untuk mendapatkan perawatan lanjutan Inang kami rujuk ke Rumah Sakit Bhayangkara Kupang," ujar Lilik.
Inang Belawa kepada wartawan yang ditemui usai mendapatkan perawatan darurat dari dokter jaga di IRD RSUD SoE, mengakui peristiwa tragis itu terjadi begitu singkat. Dia mengaku, tidak ada keributan atau cek-cok mulut antara dia dengan suaminya.
"Tidak ada keributan antara saya dan suami. Saya hanya sampaikan ke suami, mari su bapak kita pi bayar uang kos ke mama kos. Lantaran ini hari sudah siang, besok kita harus ke Rumah Sakit Bhayangkara (RSB) Kupang bayar uang kekurangan biaya operasi usus buntu bapak. Suami saya katakan, sabar dulu. Tak berapa lama kemudian, dia langsung potong saya punya leher dan menggoroknya," ujar Inang.
Sebelum pisau sampai di lehernya, lanjut Inang, ia sempat mengatakan harus ke Kupang karena sudah berjanji dengan kepala ruang RSB Kupang untuk membayar sisa kekurangan uang pembayaran operasi usus buntu. Namun, tak dinyana usai mengatakan hal itu, korban langsung taruh pisau di lehernya dari belakang.
"Saya sempat tangkis itu pisau. Dan, badan saya tidak kuat lagi. Waktu itu anak saya bernama Amin di dalam sementara menangis. Amin berdiri di belakang dan terus menangis. Tak berapa lama saya bangun cepat-cepat dan keluar minta tolong kepada tetangga. Anak saya yang berumur tiga tahun itu lari keluar. Saya tidak tahu kondisi suami saya setelah itu," jelas Inang.
Pantauan di TKP, tewasnya salah satu anggota Polres TTS ini membuat heboh warga Kota SoE. Pasalnya, lokasi kejadian tidak jauh dari Pasar Inpres SoE. Kematian tragis yang menimpa Mahmud tersiar cepat dari mulut ke mulut dan akhirnya berdampak tumpah ruahnya ratusan warga mendatangi tempat kejadian perkara.
Usai mendapatkan laporan peristiwa tersebut, jajaran Polres TTS yang dipimpin Wakapolres, Kompol Bambang Kusnariyanto, S.Ik mendatangi tempat kejadian perkara. Tak lama kemudian, Kanit Identifikasi Reskrim Polres TTS, Bripka Don Rena bersama tiga stafnya, Brigpol Lorens Jehau, Bripda Arifin Kasim dan Briptu Yandri Tlonaen masuk ke kamar kos.
Di ruang itu tergeletak sosok mayat Mahmud dalam kondisi tidur dengan dua tangan terlentang di lantai kamar. Mahmud yang mengenakan baju kaos biru muda dipadu celana jeans biru tua bersimbah darah nyaris pada seluruh tubuhnya. Setelah melakukan olah TKP sekitar pukul 15.20, anggota Polres TTS mengeluarkan mayat Mahmud dari kamar kos. Mayat Mahmud kemudian diangkut dengan ambulans dan dibawa ke RSUD SoE untuk divisum.
Informasi yang dihimpun di RSUD SoE, dokter dan perawat melakukan upaya medis menjahit leher korban yang terobek sepanjang 28 cm dan lebar 3,5 cm. Diduga robekan itu terjadi setelah pisau mampir di leher korban. Tak hanya itu terdapat sayatan panjang di perut korban.
Sekitar pukul 16.30 Wita, mayat korban dibawa ke Kupang ke rumah orangtua korban. Rencananya, jenazah Mahmud akan dibawa ke kampung halamannya di Adonara, Kabupaten Flores Timur dengan kapal feri, Minggu (23/11/2008) malam.
Kapolres TTS, AKBP Suprianto yang dikonfirmasi melalui Kasat Reskrim, AKP Sandy Sinurat, S.Ik, Minggu (23/11/2008) malam, mengatakan, polisi masih menyelidiki motif dan penyebab bunuh diri hingga tewasnya Briptu Syafrudin Mahmud. Penyelidikan dilakukan dengan memeriksa sejumlah saksi yang mengetahui, mendengar dan melihat saat peristiwa itu berlangsung.
Dirawat di RSB
Ny. Inang Belawa, korban penikaman suaminya sejak Minggu kemarin dirawat di RSB Kupang. Korban diantar tiga petugas medis RSUD SoE tanpa pengawalan anggota Polres TTS. Sejumlah anggota keluarga, termasuk ayah korban, telah menunggu di RSB Kupang. Korban tiba di RSB Kupang pukul 17.45 Wita.
Disaksikan Pos Kupang, kondisi korban sangat mengenaskan. Pada pipi bagian kiri dipenuhi perban, diduga luka akibat benda tajam. Sementara pada lehernya juga terdapat perban menutupi luka.
Ken Belawa, salah seorang anggota keluarganya, kepada wartawan di RSB Kupang, menjelaskan, pihak keluarga belum mengetahui motif kejadian yang menyebabkan Briptu Mahmud Syafrudin meninggal dan istrinya menderita luka-luka. "Kami belum tahu persis tentang kasus ini," ujar Ken, didampingi sejumlah anggota keluarga lainnya. (aly/ben)


Mengeluh Tak Cocok Kerja di Polen

INANG Belawa masih menangis tersedu-sedu saat ditemui di salah satu tempat tidur, Instalasi Rawat Darurat Rumah Sakit Umum Daerah (IRD RSUD) SoE, Minggu (23/11/2008) sore. Dengan balutan kain kasa di pipi kiri, telinga kiri dan telapak tangan kiri, Inang masih tidak percaya dengan ulah nekat suaminya yang menggorok lehernya dari belakang.
Inang mengatakan, ia tidak pernah mendapati suaminya marah sehebat itu sampai menggunakan senjata tajam menggorok lehernya. Bila terjadi perkelahian antara dirinya dan suaminya, paling keras hanya tempeleng saja.
"Kalau pakai senjata tajam baru kali ini saja. Dan, seingat saya dia gunakan pisau dapur motif sabu," kata Inang sambil menanyakan kondisi suami dan anaknya kepada salah satu perawat di RSUD SoE. Saat diwawancara, Inang tidak mengetahui kalau suaminya sudah tewas.
Tentang kemungkinan adanya persoalan, Inang mengatakan, suaminya pernah mengatakan banyak pikiran. Namun, ia tidak mengetahui berbagai persoalan yang menggelayuti pikiran suaminya.
"Sejak di Polsek Polen dua tahun lalu, ia sering mengeluh sakit. Ia pernah mengatakan sudah tidak cocok lagi tugas di Polsek Polen, dan mau cari suasana kerja di tempat lain. Tapi tidak ada orang percaya ia diganggu sesuatu yang tidak kelihatan," tutur Inang.
Di mata teman-teman seangkatannya, korban tidak pernah menunjukkan perilaku aneh saat berada di Polres TTS. Korban juga tidak pernah mengeluhkan masalah yang membelit dalam kehidupan keluarganya. "Tidak ada tanda-tanda dan pengeluhan dari korban," ujar salah satu anggota Polres TTS yang namanya enggan dikorankan.
Sementara ketika ditemui di RSB Kupang, tak ada kata-kata yang terucap dari mulut Inang. Bibirnya hanya terkatup rapat. Terlihat butiran air mata jatuh dari kelopak matanya tatkala melihat sejumlah saudaranya mengangkat tubuhnya dari tandu mobil ambulans ke atas salah satu tempat tidur di ruangan IRD RSB Kupang, Minggu (23/11/2008) pukul 17.45.00 Wita.
Ibu satu anak ini terlihat hanya bisa pasrah di tempat tidur. Tubuhnya diselimuti kain putih. Sesekali ia menarik napas panjang. Matanya sempat terbuka beberapa saat, namun dipejamkan kembali setelah ibu dari Encis (3) asal Lohayong, Kabupaten Flores Timur itu melihat saudara-saudaranya ada di sisinya saat itu.
Beberapa bekas luka terkena benda tajam yang diduga dilakukan suaminya asal Lamahala-Adonara, Flores Timur, telah ditutupi verban. Demikian pula bekas luka akibat sabetan benda tajam pada leher korban telah ditutupi dengan verban. Sementara pada tangan kanannya masih diberi cairan infus.
Ayahnya, Wahidin Awanda yang sudah berusia lanjut hanya bisa duduk terpekur di salah satu bangku putih di luar ruangan IRD RSB Kupang. Pria itu hanya bisa merenung tanpa kata mengenang nasib anak keduanya itu. Sambil menggendong salah seorang cucunya yang tertidur pulas di pangkuannya, pria itu hanya bisa tertunduk.
Ken Belawa, salah seorang anggota keluarga korban, kepada wartawan di RSB Kupang, mengaku, Briptu Syafrudin Mahmud yang tamat pendidikan SPN Kupang tahun 2004 itu baru dua pekan lalu keluar dari RSB Kupang setelah menjalani perawatan medis.
Briptu Syafrudin Mahmud bersama istri dan anaknya pulang ke tempat tugasnya di Polsek Polen, TTS, setelah menjalani operasi apendiks di RSB Kupang. Selama dirawat di RSB Kupang, Briptu Syafrudin Mahmud selalu didampingi istrinya, Ny. Inang dan buah hati mereka, Encis (3). Tidak terlihat ada sesuatu masalah di antara suami istri yang menikah tiga tahun lalu itu.
"Kami berpikir mungkin Syafrudin meninggal akibat operasi usus buntu itu. Tetapi ternyata lain. Kami sendiri belum tahu persis apa masalahnya sehingga keduanya bisa jadi begini," kata Ken. (aly/ben)

Tidak ada komentar: