Jumat, 26 Desember 2008

Lagi, Istri Tewas Dipukul Suami

KALABAHI, PK -- Tepat pada Hari Ibu, Senin 22 Desember 2008, Ny. Relly Ida Fransina Klomang, S.Pd (23) meregang nyawa setelah dipukul suaminya, Marten Mausing (25) di rumah mereka di Kelurahan Wetabua, Kecamatan Teluk Mutiara, Kabupaten Alor. Pemicunya masalah sepele, yakni korban tidak segera bangun dari tidur setelah dipanggil suaminya untuk masak.
Kapolres Alor, AKBP Edy Yudianto melalui Kanit II Reskrim Polres Alor, Aipda John Sedu Dore dan Kanit III, Bripka Ibrahim, Selasa (23/12/2008), mengatakan, polisi sudah menangkap dan menahan Mausing untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya secara hukum.
Berdasarkan pemeriksaan saksi-saksi, kata Dore dan Ibrahim, pada Senin itu Mausing berteriak memanggil istrinya agar bangun dari tidurnya untuk masak buat anak. Tak lama berselang terdengar suara perempuan berteriak "Yesus Tolong". Mendengar suara itu tetangga langsung berdatangan dan mendapatkan korban Ny. Klomang sudah menggelepar bersimbah darah. Warga segera melarikan korban ke RSUD Kalabahi. Beberapa saat setelah tiba di rumah sakit, korban meninggal dunia.
Menurut Ibrahim, sesuai data yang dikumpulkan polisi di tempat kejadian peristiwa (TKP), korban mengalami luka di bagian belakang kepala. Dari telinga dan hidungnya mengeluarkan darah. Diduga akibat luka dalam yang serius setelah dipukul di bagian kepala.
Polisi mengamankan sebatang kayu asam yang diduga dipergunakan Mausing untuk menghabisi istrinya.
Dikonfirmasi soal informasi bahwa korban sedang hamil lima bulan, Ibrahim mengatakan bahwa polisi pun mendengar informasi tersebut. Namun untuk memastikannya harus melalui hasil pemeriksaan medis.
Tersangka Mausing yang sehari-hari bekerja sebagai tukang ojek itu dijerat dengan ancaman pidana Pasal 338 (pembunuhan) subsider 351 ayat 3 KUHP yakni penganiayaan yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia.
Ditanya apakah Mausing bisa dijerat dengan ancaman pidana dalam UU tentang kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), Ibrahim mengatakan, polisi masih harus memastikan status perkawinan antara tersangka dengan korban. Sebab, ada informasi yang menyebutkan bahwa pasangan ini baru menikah secara adat namun belum resmi sesuai hukum nasional.
Penyidik, imbuh Ibrahim, terus memeriksa saksi-saksi dan diperkirakan dalam pekan ini BAP tersangka Mausing sudah rampung.
Informasi yang dihimpun Pos Kupang, menyebutkan, jenazah Ny. Klomang sudah dibawa pulang keluarganya ke kampung halamanhya di Pulau Pantar untuk dimakamkan di sana.
Sesuai catatan Pos Kupang, kasus suami bunuh istri ini merupakan yang ke-enam dalam tahun ini, di NTT. Sehari sebelum kejadian menimpa Klomang, yakni 21 Desember 2008, Ny. Veronika Ngeta Tali (31), warga Karawatu, Desa Palakahembi, Kecamatan Pandawai di Kabupaten Sumba Timur, tewas dibunuh suaminya, Huru Rihi.
Sepanjang bulan November 2008, tercatat tiga kasus suami bunuh istri, satu di Kabupaten TTS dan dua lainnya di Kabupaten Sikka. Satu kasus lainnya terjadi pada bulan April 2008 di Bajawa, Kabupaten Ngada (Pos Kupang, 23 Desember 2008). (oma)

Veronika Tewas di Tangan Suami

WAINGAPU, PK -- Kasus suami bunuh istri kembali terjadi. Kali ini kasus yang sama terjadi di Karawatu, Desa Palakahembi, Kecamatan Pandawai, Kabupaten Sumba Timur (Sumtim) dengan korban Veronika Ngeta Tali (31). Veronika diduga tewas akibat dibunuh suaminya, Huru Rihi, Minggu (21/12/2008) sekitar pukul 03.00 Wita.
Kapolres Sumtim, AKBP Tetra M Putra, S.H, yang dikonfirmasi Pos Kupang, Senin (22/2/2008), mengatakan, Veronika pertama kali ditemukan oleh tetangganya, Mariana Bangu. Mariana yang juga Ketua RT 16/ RW 07, Desa Palakahembi, Kecamatan Pandawai, menemukan tubuh korban bersimbah darah di ruang tamu rumahnya saat hendak membeli mie instan di kios milik korban.
"Saat itu, saksi hendak membeli mie instan di kios korban. Sampai di rumah korban, saksi memanggil nama korban. Namun tidak ada jawaban. Saksi kemudian mengintip dari lubang pintu. Saat itu saksi melihat bercak darah di lantai ruang tamu. Saksi lalu kembali ke rumah dan memberitahu suaminya. Bersama suami, saksi kemudian melaporkan hal tersebut ke Polsek Kadumbul. Berdasarkan laporan tersebut, sekitar pukul 06.30 Wita anggota Polsek Kadumbul bersama saksi menuju rumah korban. Polisi kemudian membongkar paksa pintu rumah korban dan menemukan tubuh korban yang sudah tak bernyawa tergeletak bersimbah darah di ruang tamu," jelas Tetra.
Pada tubuh korban, terang Tetra, ditemukan luka tusuk di bagian rusuk kanan dan luka potong selebar 10 cm dan dalam enam centimeter di bagian leher. Diduga korban ditusuk dan dipotong menggunakan pisau.
Tetra mengatakan, dugaan sementara tersangka pembunuhan terhadap korban adalah suami korban. Alasannya, saat korban ditemukan, suami korban tidak berada di tempat dan hingga kini masih buron. Berdasarkan keterangan saksi, kata Tetra, korban bersama suaminya baru dua bulan terakhir kembali hidup bersama setelah bertahun-tahun berpisah.
Masih menurut keterangan saksi, kata Tetra, pada sore hari sebelum kejadian, korban dan suaminya terlibat pertengkaran hebat. "Dugaan sementara motifnya masalah rumah tangga. Kita masih mengejar suaminya. Sesuai informasi, pelaku melarikan diri menggunakan sepeda motor Revo yang masih dalam masa kredit. Karena itu kita sudah blokir semua pintu keluar dan kerahkan buser untuk melakukan pengejaran. Kita juga minta bantuan masyarakat, terutama penjual bensin untuk melaporkan ke polisi jika pelaku membeli bensin, karena bagaimanapun pelaku membutuhkan bensin," kata Tetra. (dea)

Sabtu, 20 Desember 2008

Delapan Imigran Gelap Ditangkap di Rote

BA'A, PK -- Delapan orang imigran gelap asal Myanmar ditangkap aparat Polres Rote Ndao di Pantai Metina, Kelurahan Metina, Kecamatan Lobalain, Kabupaten Rote Ndao, Jumat (19/12/2008) sore. Para imigran gelap itu ditangkap saat sedang memperbaiki perahu layar mereka yang sedang rusak di pantai itu.
Selain delapan warga Myanmar, polisi juga menangkap nakhoda kapal dan dua anak buah kapal (ABK). Delapan orang imigran gelap itu telah dikirim ke Polda NTT, Sabtu (20/12/2008) siang, menggunakan kapal feri cepat untuk diproses di Polda NTT dan selanjutnya dideportase ke negara asalnya.
Kapolres Rote Ndao, Kompol Juventus Seran, yang ditemui di ruang kerjanya, Sabtu (20/12/2008), mengatakan, penangkapan delapan imigran gelap itu berawal dari informasi masyarakat. Berdasarkan informasi itu aparatnya langsung bergerak. Saat ditangkap, delapan orang imigran bersama nakhoda dan ABK sedang memperbaiki baling-baling mesin yang patah akibat pelayaran selama beberapa hari dari Sulawesi Tenggara.
"Karena baling-baling rusak, nakhoda kapal menyandarkan kapalnya di Pantai Metina. Namun saat sedang memperbaiki kapal, warga di sekitarnya mencurigai mereka. Karena mereka warga asing sehingga warga langsung melaporkan ke polisi," kata Seran.
Seran mengakui, depalan warga asing itu tidak memiliki surat-surat. Mereka hanya memiliki kartu dari UNHCR sehingga polisi harus mengirim mereka ke Polda NTT untuk diproses lebih lanjut.
"Mereka hendak ke Australia tapi tidak punya surat lengkap. Administrasi yang mereka miliki hanya kartu UNHCR sehingga kami kirim mereka kembali ke Polda NTT untuk diperiksa. Sesuai hasil keterangan mereka bahwa mereka hendak ke Australia melalui perairan Rote Ndao setelah sepekan dalam perjalanan dari Malaysia dan singgah di Sulawesi Tenggara baru ke Rote," jelas Seran.
Tujuan keberangkatan warga Myanmar tersebut, kata Seran, untuk mencari suaka karena di negara asalnya mereka tidak aman. "Pengakuan mereka bahwa mereka ingin cari suaka, cari pekerjaan karena di negara mereka sedang dalam peperangan," kata Seran.
Salah satu warga Myanmar, Umar Faruk, yang ditemui di ruangan Intelkam Polres Rote Ndao, Sabtu (20/12/2008), mengakui, keberangkatan mereka ke Australia hanya untuk mencari pekerjaan. Karena itu, mereka tidak mau kembali ke Myanmar.
"Kami ini mau cari kerja di Australia. Saya penjual pakaian, teman-teman saya ada yang tukang kayu, tukang bangunan dan semuanya ingin cari kerja. Karena itu, kami tidak mau kembali ke negara kami. Tapi, kami akan berbicara dengan pihak UNHCR agar membantu kami ke Australia," kata Umar Faruk dengan bahasa melayu dialeg Malaysia.
Sebelumnya (Pos Kupang, 6/12/2008), 13 orang warga negara asing (WNA) asal Afghanistan, Pakistan dan Saudi Arabia, diamankan aparat Polda NTT, karena diduga hendak menyelundup secara ilegal ke Australia. Ke-13 WNA itu diamankan aparat kepolisian di Pelabuhan Tenau-Kupang, setelah turun dari Kapal Sirimau. (iva)


Warga Myanmar yang ditangkap, Jumat (19/12/2008):
1. Syaed Ahmad bin Nasiruddin (23)
2. Muh Ayub bin Hasibullah (26)
3. Kabir Alam bin Abdul Rasyid (29)
4. Umar Faruk bin Usman (25)
5. Abdul Hasyim bin Abdul (34)
6. Nazir Ahmad bin Abdul Syukur (28)
7. Dil Muhammad bin Faruk (36)
8. Abdul Kalam (26).
Nakhoda kapal : Laodeh Samsah (50), dan dua ABK, yakni Lazalu (25) dan Hasam (25). Ketiganya warga Desa Hangkunawe, Kecamatan Tiovoru, Kabupaten Muna, Propinsi Sulawesi Tenggara.

Hendak ke Australia, 13 WNA Diamankan

KUPANG, PK -- Sebanyak 13 orang warga negara asing (WNA) asal Afghanistan, Pakistan dan Saudi Arabia, diamankan aparat Polda NTT, karena diduga hendak menyelundup secara ilegal ke Australia.
Kapolda NTT, Brigjen Polisi Antonius Bambang Suedi dan Dir Reskrim Polda NTT, Kombes Polisi Musa Ginting, yang ditemui wartawan, Jumat (5/12/2008), membenarkan adanya penangkapan 13 orang WNA itu.
Para WNA itu, demikian Bambang Suedi dan Ginting, diamankan aparat kepolisian di Pelabuhan Tenau-Kupang, setelah turun dari Kapal Sirimau.
Setelah turun dari kapal itu, ke-13 orang termasuk tiga anak-anak, yaitu Moneer Ahmad Iqbal (9), Rouhhallah Najecballah (15) dan Masihaullah (16) diduga hendak menaiki sebuah perahu milik Ali, warga Rote yang diduga akan mengantar para WNA itu menuju Pulau Pasir, Australia.
"Kita baru mengamankan 13 orang WNA yang hendak ke Australia. Mereka sedang kita mintai keterangan," kata Bambang Suedi.
Sementara Dir Reskrim Polda NTT, Kombes Polisi Musa Ginting menjelaskan, penyidik Polda NTT sedang melakukan koordinasi dengan Imigrasi Kupang soal sikap terhadap para WNA ini.
"Untuk sementara mereka mengaku akan ke Australia. Mereka memiliki paspor. Dalam paspornya datang ke Indonesia untuk kunjungan wisata," kata Ginting.
Dikatakannya, ikut diamankan pihak kepolisian pemilik perahu bernama Ali. "Dia (Ali, Red) sedang dimintai keterangan dan perahunya sudah kita amankan di Pelabuhan Dit Polair NTT di Bolok," ujarnya.
Informasi yang diperoleh Pos Kupang di Mapolda NTT, menyebutkan, 13 WNA itu akan menginap di Hotel Dewata sambil menunggu deportasi ke negara asalnya. (ben)



WNA yang diamankan:
1. Mohammed Akbar Goldad (20/Afghanistan)
2. Nasser Rajaby (24/Afghanistan )
3. Mohammed Hashim (21/Afghanistan)
4. Masihaullah (16/Afghanistan)
5. Zakariah Mohammed Tessa (28/Afghanistan)
6. Mohammed Jawid Rahim Dad (27/Afghanistan)
7. Najeebullah Ali Ahmed (42/Afghanistan)
8. Rouhallah Najecballah (15/Afghanistan)
9. Iqbal Nawrooy Ali (33/Afghanistan)
10. Moneer Ahmad Iqbal (9/Afghanistan)
11. Ghullam Rajabi (25/Afghanistan)
12. Mohammed Farid (29/Saudi Arabia)
13. Mohammed Younas Ali Shier (38/Pakistan).

Jumat, 05 Desember 2008

Buruk, Kinerja Pemkab/Pemkot di NTT

KUPANG, PK -- Kinerja pemerintah kabupaten/kota di Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) selama tahun 2008, dikategorikan buruk. Kinerja tersebut diukur dari penggunakan APBD yang rata-rata baru mencapai 41,32 persen, bahkan ada kabupaten yang hanya 19,17 persen, padahal tahun anggaran 2008 sudah hampir habis.
Dari 20 kabupaten/kota, hanya lima kabupaten yang berkinerja baik, 10 berkinerja sedang dan empat kabupaten lainnya masuk dalam kategori rendah. Ada satu kabupaten lagi, memasukkan laporan penggunaan APBD sejak Juni 2008.
Hal itu disampaikan Kepala Biro (Karo) Penyusunan Program (Sunpro), Setda NTT, Ir. Andre W Koreh, M.T, dalam jumpa pers di ruang Biro Sunpro, Kamis (4/12/2008) sekitar pukul 12.30 Wita.
"Dari rapat evaluasi akhir tahun tentang pelaksanaan kegiatan yang didanai APBD kabupaten/kota di NTT tahun anggaran 2008, kami membuat ranking kinerja pemkab/pemkot dalam memanfaatkan dana APBD. Dari 20 kabupaten/kota di NTT, kami klasifikasikan dalam tiga kategori. Tapi secara keseluruhan, penyerapan dana APBD masih rendah, yakni rata-rata realisasi keuangan 41,32 persen," paparnya.
Dikatakannya, penyerapan dana APBD di tiap kabupaten/kota berbeda antara satu dengan yang lain. Ada kabupaten yang tinggi penyerapan dana APBD-nya, ada yang sedang dan ada yang sangat rendah.
Kabupaten yang paling tinggi menyerap dana APBD-nya, lanjut Koreh, yakni Alor, disusul Lembata, Sumba Barat Daya, Sumba Barat dan Kabupaten Manggarai Barat. Alor, lanjut dia, dana yang terserap mencapai 71,51 persen atau Rp 128.365.419.338,00 dari total APBD Rp 179.518.657.384,00.
Kabupaten Lembata, penyerapan dananya mencapai 64,97 persen atau 110.740.071.900,00 dari jumlah dana Rp 170.454.854.377,30, Sumba Barat Daya, dana yang terserap 70,92 persen atau Rp 74.135.466.648,00 dari total dana Rp 104.527.983.199,00.
Sementara Kabupaten Sumba Barat, dana yang terserap Rp 45.191.614.263,00 (36,15 persen) dari total dana Rp 125.023.881.392,00. Kabupaten Manggarai Barat, dana yang terserap Rp 151.506.358.957,00 (61,86 persen) dari dana Rp 244.914.639.248,00.
Sedangkan kabupaten yang paling rendah penyerapan dana APBD-nya, yakni Kabupaten Kupang, Sikka, Nagekeo dan Kabupaten Flores Timur (Flotim). "Kabupaten Flores Timur itu penyerapan dananya paling rendah, yakni 19,17 persen atau Rp 39.214.998.723,00 dari jumlah dana belanja langsung Rp 204.552.294.178,00," ujar Koreh.
Sementara 10 kabupaten/kota lainnya, seperti Ngada, Manggarai, Rote Ndao, Belu, Timor Tengah Utara (TTU), Timor Tengah Selatan (TTS) Sumba Timur, Ende, Sumba Tengah dan Kota Kupang, masuk dalam kategori sedang. Kabupaten Manggarai Timur, memberikan laporan penggunaan anggaran periode sejak Juni 2008.
"Dari evaluasi yang kami lakukan, ada tiga masalah pokok yang dihadapi pemerintah kabupaten/kota, sehingga mengakibatkan penyerapan dana APBD-nya rendah. Tiga masalah itu, yakni komitmen antara eksekutif dan legislatif masih rendah, SDM aparatur juga masih rendah serta regulasi yang terlalu cepat berubah sehingga penerapan di tingkat lapangan pun rendah," tutur Koreh.
Menurut dia, rendahnya komitmen pemerintah dan legislatif melalui satuan kerja perangkat daerah (SKPD), rendahnya SDM dan regulasi yang begitu cepat berubah, mengakibatkan penyerapan dana di kabupaten/kota juga rendah. Hal itu berdampak pada lambatnya pelaksanaan pembangunan.
"Rendahnya kinerja ini merupakan fenomena yang terjadi di kabupaten/kota selama tahun 2008. Tapi jangan digeneralisir bahwa kegagalan itu merupakan kegagalan pemerintah propinsi. Pemerintah propinsi punya kinerja yang terpisah dari kabupaten/kota," tandasnya.
Dia menambahkan, jika fakta memperlihatkan bahwa kinerja pemerintah kabupaten/kota, ada yang masih jauh dari harapan, maka ada konsekuensinya, yakni bisa berupa peringatan atau sanksi yang menjadi kewenangan pemerintah pusat.
"Saya perlu sampaikan bahwa pemerintah pusat sudah sering memberikan sanksi kepada daerah yang penyerapan dananya rendah. Sanksi itu bisa berupa pengalokasian dana DAU dan DAK yang rendah," ujarnya.
Artinya, lanjut Koreh, bagaimana mungkin pemerintah pusat memberikan dana yang besar kepada daerah, kalau dana yang ada di daerah saja penyerapannya sangat minim. Jadi kalau ada sanksi seperti pengurangan dana DAU atau DAK, maka itu wajar, karena penyerapan dana di tingkat kabupaten/kota juga rendah.
Pihaknya memaklumi bahwa pada masa reformasi seperti sekarang pemerintah di setiap jenjang termasuk kabupaten/kota, sangat hati-hati menggunakan dana. Tapi sikap kehati-hatian yang berlebihan justeru berakibat pada rendahnya penyerapan dana bagi pembangunan.
Dalam konteks pembangunan NTT dengan paradigma Anggur Merah (Anggaran Untuk Rakyat Menuju Sejahtera), kata dia, sikap pemerintah kabupaten/kota seperti yang ditunjukkan melalui kinerja di tahun 2008 ini, tentunya sangat merugikan masyarakat. Padahal, sosialisasi tentang paradigma pembangunan itu telah dilakukan di seluruh kabupaten/kota di daerah ini.
"Perlu saya tambahkan bahwa kepatuhan pemerintah kabupaten/kota dalam memberikan laporan kepada propinsi juga masih harus diperbaiki lagi. Hingga Desember 2008 ini, ada daerah yang baru memasukkan laporan keuangan penggunaan APBD periode Juni 2008," ujarnya. (kro)

Realisasi Belanja Langsung APBD
Kabupaten/Kota Tahun 2008

No Kabupaten/Kota Belanja Langsung
------------------------------------------------------------------------------ -------
Jumlah Dana Realisasi Keuangan
------------------------------------------------------------------------------ -------
1. Alor 179.518.657.384,00 128.365.419.338,00
2. Lembata 170.454.854.377,30 110.740.071.900,00
3. Sumba Barat Daya 104.527.983.199,00 74.135.466.648,00
4. Sumba Barat 125.023.881.392,00 45.191.614.263,00
5. Manggarai Barat 244.914.639.248,00 151.506.358.957,00
6. Ngada 181.096.803.303,00 42.082.118.648,00
7. Manggarai 301.254.473.731,00 156.261.161.371,00
8. Rote Ndao 221.397.385.714,00 55.884.160.981,00
9. Belu 321.880.023.433,00 143.900.793.105,00
10. TTU 247.167.508.513,94 130.184.731.992,96
11. TTS 264.980.996,370,00 92.262.900.549,00
12. Sumba Timur 249.064.852.650,00 93.024.883.809,00
13. Ende 234.784.138.014,00 98.384.578.031,00
14. Sumba Tengah 71.464.101.904,00 29.659.636.969,00
15. Kota Kupang 153.079.965.850,00 57.175.394.329,00
16. Kupang 317.634.233.408,00 69.715.902.676,00
17. Sikka 209.560.469.683,91 65.862.497.806,00
18. Nagekeo 103.583.821.311,00 31.631.910.564,00
19. Flores Timur 204.552.294.178,00 39.214.998.723,00
20. Manggarai Timur 9.668.493.145,00 2.786.070.123,00
---------------------------------------------------------------------------------------- --
Jumlah 3.915.609.576.809,15 1.617.970.670.782,00
---------------------------------------------------------------------------------------- --
Sumber : Biro Penyusunan Program Setda NTT


Progres Penggunaan APBD 2008
Kabupaten/Kota se-NTT

5 Kabupaten Terbaik
-------------------------------------------------
No Kabupaten/Kota Prosentase
----------------------------------
Fisik Keuangan
------------------------------------------------------------------

1. Alor 84,39 % 71,51 %
2. Lembata 80,11 % 64,97 %
3. Sumba Barat Daya 76,22 % 70,92 %
4. Sumba Barat 73,53 % 36,15 %
5 Manggarai Barat 70 % 61,86 %
-------------------------------------------------------------------

10 Kabupaten Sedang

----------------------------------------------------------------------
No. Kabupaten/Kota Prosentase
--------------------------------------
Fisik Keuangan
----------------------------------------------------------------------
1. Ngada 67,33 % 23,24 %
2. Manggarai 67 % 51,87 %
3. Rote Ndao 63,81 % 25,24 %
4. Belu 61,50 % 44,71 %
5. TTU 58,66 % 52,67 %
6. TTS 55,54 % 34,82 %
7. Sumba Timur 50,31 % 37,35 %
8. Ende 44,65 % 41,90 %
9. Sumba Tengah 41,50 41,50 %
10. Kota Kupang 41 % 37,35 %
----------------------------------------------------------------------
Sumber: Biro Penyusunan Program Setda NTT


4 Kabupaten Terendah
-----------------------------------------------------------------------
No Kabupaten/Kota Prosentase
------------------------------
Fisik Keuangan
-----------------------------------------------------------------------

1. Kupang 33,40 % 21,95 %
2. Sikka 31,43 % 31,43 %
3. Nagekeo 30,54 % 30,54 %
4. Flores Timur 19,17 % 19,17 %
------------------------------------------------------------------------
Sumber: Biro Penyusunan Program Setda NTT

Kamis, 04 Desember 2008

Kasus Polisi Aniaya Tahanan: Kapolda Tindak Tegas Pelaku

KUPANG, PK -- Kapolda NTT, Brigjen Polisi Drs. Antonius Bambang Suedi, berjanji akan menindak tegas para anggota Polsek Lewa, Kabupaten Sumba Timur (Sumtim), yang terlibat dalam penganiayaan hingga menewaskan Lu Kamangi.
"Memang korban meninggal akibat penganiayaan anggota Polsek Lewa. Saya sudah perintahkan Kapolres Sumtim agar tindak tegas anggota tersebut. Apa yang dilakukan para anggota itu dikategorikan sebagai tindak pidana sehingga pelaku harus diproses secara pidana," kata Bambang Suedi.
Dijelaskannya, perbuatan para anggota kepolisian di Polsek Lewa sudah tidak dapat ditolerir. Seharusnya, kata Bambang Suedi, apabila seorang tahanan sudah diamankan maka keamanan yang bersangkutan harus dijamin aparat kepolisian.
"Apalagi kalau sudah di kantor polisi harus dijamin keamanannya, tidak boleh dipukul. Apalagi dianiaya tidak diperbolehkan. Sejak saya bertugas sebagai Kapolda NTT tahun lalu, saya sudah peringatkan kepada semua anggota jangan main hakim sendiri. Bagi anggota polisi yang bersalah tentunya diproses secara hukum," kata Bambang Suedi.
Dikatakannya, apabila dalam pelaksanaan tugas, ternyata ada perlawanan yang dilakukan tersangka, seharusnya anggota polisi mundur sambil meminta bantuan. "Jangan main hakim sendiri," katanya.
Terhadap Kapolsek Lewa, Bambang mengatakan, yang bersangkutan telah dicopot dari jabatannya dan diproses secara hukum. "Yang bersangkutan masih dalam proses pemeriksaan di Polres Sumtim," jelas Bambang Suedi.
Dikatakannya, dirinya telah memerintahkan Kapolres Sumtim untuk menunda pemindahan Kapolsek Lewa ke Jakarta sampai proses penyidikan kasus ini tuntas dan diproses secara hukum.
Untuk diketahui, Lu Kamangi, tahanan Polsek Lewa, Kabupaten Sumtim, tewas di RSUD Umbu Rara Meha, Waingapu. Tewasnya korban diduga akibat penganiayaan yang dilakukan anggota dan Kapolsek Lewa, Senin (1/12/2008). (ben)

Ongge Ditahan Jaksa

RUTENG, PK -- Ketua DPRD Kabupaten Manggarai, Ongge Yohanes, B.A resmi ditahan penyidik Kejaksaan Negeri (Kajari) Ruteng, Kamis (4/12/2008). Ongge ditahan di Rutan Lapas Carep, Kecamatan Langke Rembong, sebagai tersangka kasus korupsi dana asuransi kesehatan DPRD Manggarai yang merugikan negara Rp 380.000.000.
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Ruteng, Timbul Tamba, S.H.M.H, kepada wartawan di Ruteng, mengatakan, penahanan Ongge berdasarkan pasal 21 ayat 2 dan 4 KUHAP. Penahanan tersebut, katanya, berdasarkan alasan obyektif dan alasan subyektif.
Alasan obyektif, jelasnya, perbuatan Ongge melanggar pasal 2 ayat 1 UU No. 31 Tahun 1999 dan Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999, jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dengan ancaman pidana penjara di atas lima tahun. Sementara alasan subyektif, yakni tersangka dikhawatirkan mengulangi perbuatannya, menghilangkan barang bukti dan melarikan diri.
"Tadi penasihat hukum Ongge, Lorens Mega Man, minta agar kliennya tidak ditahan dengan pertimbangan kemanusiaan. Tapi bagi kami ada aspek yanag lebih penting sehingga Ongge harus ditahan selama 20 hari," katan Tamba.
Dia menjelaskan, modus operandi korupsi yang dilakukan Ongge bersama Kepala Asuransi Kumpulan (Askum), Jafar Abdullah, S.H yakni, mengalihkan dana asuransi rawat inap dan rawat jalan anggota DPRD Manggarai. Selain itu nota kesepakatan atau memmorandum of understanding (MoU) dilakukan pada bulan Mei 2006, tetapi pembayaran dana kesehatan Dewan dihitung mulai Januari. Berdasarkan audit yang dilakukan BPKP Perwakilan NTT, ditemukan kerugian negara sebesar Rp 380.000.000.
Pantauan Pos Kupang di Ruteng, Ongge Yohanes, tiba di kantor Kejari Ruteng pukul 09.15 Wita dengan Mobil dinas bernomor polisi EB 4. Dia bersama penasihat hukumnya, Lorens Mega Man, S.H, Wakil Ketua DPRD Manggarai, Jack Mut Naur, Lodovitus Bagus dan sejumlah anggota DPRD Manggarai. Hadir juga Sekwan DPRD Manggarai, Drs. Primus Parman.
Sebelum Ongge dan rombongannya tiba, anggota Polres Manggarai dipimpin Kabag OPS, Kompol Agus Nggana sudah berada di kantor Kejari Ruteng.
Beberapa saat setelah tiba, Ongge bersama Mega Man masuk ruang kerja Kasi Pidsus. Jaksa penyidik, Eka Darmawan Nugraha, S.H dan Emirensiana MFJ, S.H langsung memeriksa Ongge.
Beberapa anggota Dewan sempat masuk ke ruang kerja Kasi Pidsus. Sementara dua orang pimpinan Dewan, Jack Mut Naur dan Lodovitus Bagus berada di ruang kerja Kajari Ruteng.
Sekitar pukul 11.44 Wita, Jack Mut Naut dan Lodovitus Bagus keluar dari ruan kerja Kajari Ruteng. Beberapa menit kemudian, Mega Man masuk ruang kerja Kajari Ruteng.
Selang beberapa saat, Ongge memanggil Jack Mut Naur dan Lodovitus Bagus dan para ketua komisi Dewan. Kepada mereka Ongge berpesan agar tidak mengambil alih pimpinan sidang untuk membahas perubahan anggaran induk.
Pukul 12.15 Wita, Mega Man keluar dari ruang kerja Kajari dan masuk ke ruang kerja Kasi Pidsus menyerahkan satu lembar map berisi surat. Ongge sempat membaca surat tersebut.
Tepat pukul 12.35, Ongge masuk mobil tahanan menuju LP Carep. Beberapa anggota keluarga ada yang menangis. Ongge didampingi anggota Polres Manggarai bersama beberapa jaksa yakni Maria Febriana, S.H, Eka Dharmawan, S.H, Soleman Bolla, S.H dan Junaidi Tandi, S.H.
Setibanya di LP Carep, pegawai LP, Yosep Wasi menanyakan kesehatan Ongge dan selanjutnya dilakukan pemeriksaan kesehatan. Hasil pemeriksaan tim medis, Ongge dinyatakan tidak mengalami kelalaian apapun.
Usai memenuhi seluruh persyaratan dan pemeriksaan awal di LP, tepat pukul 13.30 Wita, Ongge yang mengenakan stelan jas garis-garis biru dan dasi putih biru, serta peci kenegaraan, digiring ke ruang sel tahanan di kamar Nomor 5 Blok Karantina.
Kepala LP carep Ruteng, M Hanafi, S.H, kepada wartawan, menjelaskan, selama tujuh hari Ongge menjalami masa orientasi. Tidak ada perlakuan istimewa terhadap pimpinan Dewan itu. Semua tahanan diperlakukan sesuai aturan dan norma yang berlaku termasuk tidak bisa satu ruang tahanan bersama istrinya, Rofina Dina yang sudah lebih dulu ditahan di LP yang sama. (lyn)

Disambut Tangisan Isteri

UJIAN sungguh berat bagi Ongge Yohanes. Dia resmi menjadi penghuni Rutan di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Carep, Kamis (4/12/2008). Di LP yang sama, sang istri, Ny. Rofina Dina sudah mendekam selama beberapa bulan terakhir. Istri Ongge itu divonis satu tahun dan enam bulan penjara dalam kasus pemuatan kayu illegal.
Usai menjalani pemeriksaan kesehatan dan sebelum masuk ruang tahanan, Ongge berjalan pelan di teras depan kantor LP. Tiba-tiba di ujung timur bangunan itu pecah tangisan. Suara tangisan kian meninggi. Itulah suara tangisan Rofina Dina, istri Ongge yang sudah menjadi penghuni LP sambil menanti proses banding perkara yang menimpanya.
Melihat istrinya yang menangis histeris itu, Ongge meminta petugas medis LP untuk menenangkannya. Petugas medis bersama pegawai LP berhasil menenangkan, Rofina Dina.
Penasihat hukum, Ongge, Lorens Mega Man, S.H, mengatakan, terlepas dari aspek hukum, siapa pun dia pasti terpukul karena suami istri harus mendekam dalam tahanan. Mereka pasti memikirkan kondisi anak- anak mereka di rumah.
Hendrikus Ginta, sopir kendaraan dinas Ketua DPRD Manggarai, mengatakan, Ongge tidak memberi pesan apa pun kepadanya. Namun dia akan selalu memperhatikan anak-anak Ongge, terutama mengantar mereka ke sekolah dan menjemput mereka di sekolah untuk pulang ke rumah.
"Memang tidak ada pesan dari Pak Ketua, tetapi saya akan bantu anak-anak Pa Ketua," kata Ginta. (lyn)

Jaksa Ungkap Korupsi di DPRD Sikka

MAUMERE, PK -- Para jaksa di Kejaksaan Negeri (Kejari) Maumere berhasil mengungkap dugaan korupsi dana pengadaan 30 sepeda motor dan satu mobil dinas senilai Rp 589.500.000 (Rp 0,5 miliar lebih) di DPRD Sikka pada tahun 2000 lalu.
Pengadaan kendaraan dinas itu dilakukan pada masa kepemimpinan Bupati Paulus Moa. Selanjutnya pada masa kepemimpinan Bupati Alexander Longginus, 30 sepeda motor dan satu unit mobil itu dihibahkan kepada para anggota dan pimpinan DPRD Sikka periode 1999- 2004.
Jaksa setempat menemukan adanya penyimpangan dalam proses pengadaan kendaraan tersebut karena nilai proyeknya Rp 0,5 miliar lebih dari APBD setempat namun di-PL-kan. Selain itu, kendaraan-kendaraan dinas itu sudah dihibahkan meski belum berusia 5-10 tahun. Lagipula kendaraan-kendaraan itu tidak memiliki STNK dan BPKB.
Penyelidikan kasus ini dipimpin Jaksa Ahmad Jubair, S.H dibantu jaksa Henderina Malo, SH, Kharisma Handiyani, S.H dan Lusi, SH. Sudah delapan anggota DPRD Sikka periode 1999-2004 yang dimintai keterangannya.
"Kami menemukan proses pengadaan kedaaran dinas sebanyak 30 unit kendaraan roda dua dan satu unit kendaraan roda empat di tahun 2000 itu bermasalah," kata Jubair.
Dia menjelaskan, pengadaan satu unit mobil (roda empat) menelan dana Rp 188.650.000 dan 30 unit kendaraan roda dua Rp 393.275.000. Proyek ini dikelola Bagian Umum Sekab Sikka. Saat itu Kabag Umumnya, Drs. Yanuarius M Nong. Pimpronya, Jhon MJN Hatu dan panitia pemeriksa barang, Alexia Martina Meso, SE.
"Semua kendaraan tidak punya BPKB, hanya sebagian yang punya STNK," jelas Jubair.
Jaksa, katanya, sudah memeriksa beberapa saksi yakni Januarius Ase (panitia pemeriksa barang), Drs. Julius Lawotan (panitia pembelian/ pengadaan) dan Nikodemus Pelle (mantan anggota Dewan," kata Jubair.
Belum sampai lima tahun sejak dibeli, katanya, kendaraan-kendaraan dinas itu dihibahkan kepada 30 anggota DPRD Sikka periode 1999/2004. Sebanyak 27 anggota Dewan periode itu menerima sepeda motor yakni Drs. Alexander Longginus, Nikodemus Pele, Urip Prayogo, Paulus Silewe, Gabriel P Mako S.Pd, Anton Stefanus, S.H. Jhon Sogebuli, Thomas Noang, Drs, Ignatius Marthin, Ardnoldus Donde Conterius, Hendrikus Hengky, Dra. Maria Konsili, Marselus Djagong, Anton Sina Tebu, Agustinus Proklamasi, Melkior Mbomba,
Drs. Hendrikus Soba, Nong Pas Ferdinandus, Yoseph Hibron, Vitus Modestus Nidi, Eustakhius Elvidius, Thobias Iku dan Arnoldo D Duli Uran.
Sementara kepada tiga pimpinan Dewan periode tersebut masing-masing dihibahkan satu mobil dinas, namun Stefanus Wula yang menolak menerimanya. Dua pimpinan Dewan lainnya, Drs. AM Keupung dan OLM Gudipung masing-masing menerima satu buah mobil.
Lebih lanjut Jaksa Jubair menjelaskan, hibah kendaraan dinas tersebut dilakukan pada masa kepemimpinan Bupati Alexander Longginus.
Dalam waktu dekat, katanya, jaksa akan memeriksa pihak-pihak terkait hibah kendaraan dinas tersebut, di antaranya M Viany Daga, S.H (Bagian Hukum Sekab Sikka), Leonilda G da Cunha (Bagian Hukum), Konstantinus Tupen (Sekwan Sikka) dan Frans Saverius (Kabag Umum dan Perlengkapan Sekab Sikka).
Sampai kemarin, sudah delapan dari 30 anggota DPRD Sikka periode 1999-2004 yang diperiksa, yakni OLM Gudipung, Stefanus Wula, Alexander Longginus, Gabriela P Mako, Dra. Maria Konsili, Anton Stefanus, S.H, Thomas Noang, Drs. Ignatius Marthin dan Vitus Modestus Nidi. (vel)

Dua Pejabat di Ngada Ditahan

BAJAWA, PK -- Penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Bajawa menahan dua orang pejabat Pemkab Ngada, Rabu (3/12/2008). Keduanya ditahan sebagai tersangka dalam kasus yang berbeda, yaitu korupsi dana proyek dan pungutan liar dalam penerimaan calon PNS.
Dua pejabat yang ditahan itu adalah Hironimus Reba Watu, S.Ip (Kabid Pengadaan dan Mutasi pada Badan Kepegawaian Daerah Ngada) dan Fransisco Pea Djone, S.E, (Kasubdin Geologi dan Sumber Daya Mineral pada Dinas Pertambangan Ngada).
Reba Watu ditahan sebagai tersangka yang melakukan pungutan liar saat memroses pengangkatan tenaga honor daerah (Honda) menjadi PNS. Sedangkan Pea Djone ditahan sebagai tersangka kasus korupsi dana proyek pengembangan pembangunan Pasar Bajawa tahun 2002-2003. BAP Djone segera dilimpahkan ke PN Bajawa untuk disidangkan.
Fransisco saat pelaksanaan proyek tersebut berkedudukan sebagai pemimpin proyek pada kantor Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Ngada.
Sebagaimana pantauan Pos Kupang di kantor Kejari Bajawa, kemarin siang, Reba Watu dan Pea Djone datang ke Kejari Bajawa sekitar pukul 09.00 Wita. Reba Watu ditemani beberapa anggota keluarganya. Sedangkan Pea Djone didampingi penasehat hukumnya, Lorens Mega Man, S.H.
Setelah keduanya diperiksa, sekitar pukul 12.20 Wita jaksa membawa dua tersangka itu ke Rutan Bajawa menggunakan mobil tahanan. Reba Watu sempat protes saat hendak ditahan. "Ada yang 'makan' miliaran rupiah tidak ditahan. Kita yang hanya melaksanakan tugas, masa dijadikan tersangka dan ditahan? Kalian tunggu saja," demikian kata-kata Reba Watu saat digiring menuju mobil tahanan.
Keluarga Reba yang mengetahui proses penahanan pun protes dan mengatakan, semua pegawai yang lulus menjadi PNS, semuanya menggunakan uang. Namun protes tersebut tidak digubris oleh jaksa. Pukul 12.20 Wita, Reba Watu dan Pea Djone dikawal tiga staf Kejari Bajawa menuju Rutan Bajawa.
"Kami menghormati proses hukum yang ada. Kami juga menghormati kewenangan jaksa. Namun kami mengharapkan kejaksaan bisa secepatnya melimpahkan kasus ini ke PN Bajawa. Klien saya dtahan karena berkasnya akan dilimpahkan ke pengadilan sehingga kami meminta jaksa bisa segera melimpahkan berkasnya," kata Mega Man, penasehat hukum Pea Djone.
Kajari Bajawa, Semuel Say, S.H, yang ditemui terpisah, kemarin, mengatakan, penahanan kedua tersangka itu sesuai pengembangan penyidikan. Reba Watu ditahan karena melakukan pungli dalam proses pengangkatan tenaga Honda menjadi PNS. Dalam kasus yang sama, katanya, jaksa sudah menahan Petrus Kanisius Noka, staf Dinas PPO Ngada.
Sedangkan penahanan terhadap Pea Djone karena berkasnya sudah lengkap dan segera dilimpahkan ke pengadilan untuk disidangkan. "BAP yang bersangkutan segera kami limpahkan ke PN Bajawa sehingga dia kami tahan," kata Semuel didampingi Kasi Pidsus, Robert Jimi Lambila, S.H dan Jaksa Indi. (ris)

Rabu, 03 Desember 2008

Kasus Tewasnya Tahanan: Kapolsek Lewa Ikut Menganiaya

WAINGAPU, PK -- Salah satu tahanan yang ikut menjadi korban kebrutalan anggota Polsek Lewa, Jama Landutana, mengaku dirinya bersama korban, Lu Kamangi dan dua teman lainnya, disiksa selama dalam perjalanan dari Desa Padamu hingga ke Mapolsek Lewa. Kapolsek Lewa, Ipda Rony Wijaya disebutnya ikut menganiaya korban, Lu Kamangi hingga darah segar keluar dari telinga korban.
Landutana mengatakan hal itu ketika ditemui Pos Kupang di salah satu rumah keluarganya di Waingapu, Rabu (3/12/2008). Landutana mengatakan, ada delapan anggota, termasuk Kapolsek Lewa yang memukul mereka.
"Kita tidak bisa hitung lagi berapakali mereka memukul kita. Pak Agus dan Pak Damu yang paling banyak pukul kita. Kalau korban, Lu Kamangi, Kapolsek yang pukul pertama sampai telinganya mengeluarkan darah. Saat telinga almarhum sudah darah pun Kapolsek masih pukul. Sementara anggota bernama Agus yang melanjutkan pemukulan sampai almarhum jatuh dan sekarat. Saya memang tidak ingat semua nama-nama anggota yang pukul kami. Namun saya ingat muka mereka," kata Landutana.
Ia mengatakan, setelah melihat almarhum Lu Kamangi dan ketiganya tak berdaya, mereka kemudian diantar anggota Polsek Lewa ke Puskesmas Lewa. "Saat antar ke Polsek Lewa almarhum sudah sekarat, napas tinggal satu-satu. Saya masih bisa bertahan. Sementara teman kita yang lain, Diki Takanjanji Rinja akhirnya mampu melarikan diri pada pukul 14.00 Wita dari Puskesmas Lewa. Panik dengan kondisi almarhum yang sudah sekarat, Senin (1/12/2008) malam, tiga anggota Polsek Lewa mengantarkan almarhum ke Waingapu. Saya sempat minta ikut tetapi dilarang tiga anggota tersebut," kata Landutana yang mengaku tidak tahu nama ketiga anggota tersebut tetapi mengenal wajah mereka.
Landutana mengungkapkan, sangat mengenal wajah anggota yang melakukan pemukulan kepada mereka karena ketiganya dipukul satu tempat. "Saya dirawat di Puskesmas Lewa 12 jam dari Senin (1/12/2008) pukul 17.00 Wita sampai Selasa (2/12/2008) pukul 05.00 Wita. Saya kemudian dilepas. Saya tidak tahu alasan saya dilepas. Soal ada informasi korban meninggal dunia karena TBC itu tidak benar karena selama ini korban tidak pernah sakit. Kondisi fisik korban juga sehat, tidak ada gejala apapun kalau lagi sakit. Kalau beliau TBC paling tidak beliau sering batuk dan kondisi fisiknya kurus dan lemah," kata Landutana.
Landutana mengungkapkan, almarhum Lu Kamangi bukan termasuk salah satu yang dilaporkan Pindi Njdola Meha (Isteri Talu Meha, Red) sebagai pelaku penganiayaan. "Almarhum ikut ditangkap mungkin karena polisi marah ketika pada malam sebelumnya saat menangkap para pelaku dugaan penganiayaan diteriakan perampok dan dikejar oleh warga," terang Landutana.
Dikatakannya, aksi penangkapan terhadap mereka pada Senin pagi dipimpin Kapolsek Lewa, Ipda Rony Wijaya. Mereka yang tangkap dan ditahan, yakni Jama Landutana, Luka Takandanu Yan, Nggala Tolarihi, Lu Kamangi dan Tay Hambandima. Padahal, katanya, yang dilaporkan Pindi sebagai pelaku penganiayaan itu hanya dirinya, Luka Takandanu Yan, Nggal Tolarihi dan Tay Hambandima.
Landutana mengatakan, laporan Pindi tentang kasus penganiayaan tersebut tidak benar karena mereka memang tidak pernah melakukan tindakan penganiayaan terhadap siapapun, termasuk kepada Pindi.
"Dalam laporan ke Polsek Lewa, kita menganiaya Pindi pada Minggu (29/11/2008) pukul 11.00 Wita. Padahal pada jam itu kita, termasuk suami pelapor, Pindi sedang minum kopi di rumah Karipi Haru. Sebelumnya juga kita tidak pernah bertemu pelapor yang mengaku korban penganiayaan tersebut. Rumah kita juga berjauhan sekitar empat kilometer," katanya.
Landutana menduga, laporan penganiayaan itu palsu dan hanya sebagai aksi balas dendam karena sebelumnya mereka pernah mencurigai pelapor sebagai pencuri kerbau almarhum yang hilang. "Kerbau milik almarhum empat ekor hilang. Pada tanggal 15 November kita ke Pospol Nggoa untuk mengadukan kasus tersebut. Di sana tidak ada petugas. Kita datang lagi berikutnya tidak ada. Untuk ketiga kali baru kita bertemu petugas Pak Damu dan temannya. Saat kita melapor mereka tidak menulis di buku. Kita hanya omong-omong di bangku yang ada di luar, Pak Damu kemudian menyuruh kita untuk pergi intip siapa yang mencuri dan melaporkan kepada mereka supaya ditangkap. Laporan kita itu tidak ada tindaklanjutnya," kata Landutana.
Ia menuturkan sesuai saksi mata, Djara Deku dan Nggala Meleu, mereka melihat kerbau almarhum digiring masuk ke kandang Talu Meha dan Pindi Njdola Meha. Kesaksian itu, katanya, dikuatkan dengan jejak kerbau yang mengarah masuk dan keluar kandang Talu Meha. Talu menduga, berawal dari kasus itu, Pindi kemudian sakit hati dan membuat laporan palsu tentang penganiayaan ke
Polsek Lewa.
Untuk lebih jelas sampai terjadinya kasus penahanan dan tewasnya almarhum, Landutana dan keluarag meminta Polres Sumba Timur memanggil dan memeriksa Pindi, perempuan yang melaporkan mereka ke polisi dalam kasus penganiyaan.
Sementara dokter yang melakukan visum dan otopsi terhadap jenazah korban Lu Kamangi, dr. Made Mekel, menolak memberitahu hasil visum dan otopsi dengan alasan kode etik. Made mengatakan, hasil visum dan otopsi itu hanya bisa diberitahu kepada polisi karena polisi sebagai pihak yang meminta melakukan visum. "Hasilnya seperti apa nanti polisi yang beritahukan. Saya hanya bisa memberikan hasil visum ke polisi," kata Made.
Made mengaku, hasil visum luar sudah ada. Sedangkan hasil otopsi akan diselesaikan Rabu sore. "Kalau tidak sibuk, sore ini juga saya selesaikan hasil otopsi. Setelah itu polisi sudah bisa
ambil hasil otopsinya," tambah Made.
Lapor polisi
Para korban penahanan dan penganiayaan anggota Polsek Lewa akhirnya memutuskan melaporkan kapolsek dan anggota Polsek Lewa ke Polres Sumba Timur. Kapolsek dan anggota Polsek Lewa dilaporkan dengan tuduhan melakukan tindakan penganiayaan terhadap mereka.
Laporan para korban penganiayaan anggota Polsek Lewa ini diterima Bagian RSPK Polres Sumba Timur. Para korban langsung diambil keterangan oleh penyidik. Selain para korban, penyidik Polres Sumba Timur juga memeriksa tahanan lain yang saat itu ikut menyaksikan peristiwa penganiayaan tersebut. Korban yang diperiksa, yakni Diki Takanjanji Ranji, salah satu korban yang sempat lari ketika dirawat di Puskesmas Lewa. Sementara saksi lain yang ikut diambil keterangan, yakni Farida Banja Uru.
Farida yang saat kejadian menjadi tahanan Polsek Lewa mengaku menyaksikan langsung aksi kebrutalan para anggota polisi terhadap para korban. "Saya tidak tega melihatnya. Saya sampai menangis. Mereka ditampar, ditendang. Kalau di tahanan, anggota yang paling banyak melakukan pemukulan bernama Agus dan Basri. Saat itu almarhum sempat mengatakan bahwa dia tidak terlibat dalam aksi pengejaran terhadap polisi malam itu. Bahkan korban, Lu Kamangi sempat bilang biar Tuhan yang tau. Basri dan Agus yang memukul korban sampai jatuh. Korban jatuh, karena ditendang di kemaluan," kata Farida.
Ia mengatakan, saat jatuh kaki tangan korban langsung meregang. Dua anggota kemudian mengambil air dan menyiram korban. Namun karena korban belum juga siuman, anggota polisi kemudian membawa keluar korban dari tahanan. Setelah itu, Farida mengaku tidak mengetahui lagi korban dibawa ke mana.
Pantauan Pos Kupang di Mapolres Sumba Timur, sampai Rabu (3/12/2008) malam, penyidik Polres Sumba Timur masih memeriksa anggota-anggota yang diduga terlibat dalam kasus tersebut. (dea)

Bapa, kami bagaimana?

SETIAP kematian pasti menimbulkan duka yang dalam bagi keluarga yang ditinggalkan. Begitu pula yang dirasakan anak-anak, isteri dan keluarga besar Lu Kamangi, korban yang tewas dianiaya polisi di tahanan Polsek Lewa. Siapapun yang masih bernurani pasti akan tersayat hatinya menyaksikan pemandangan siang itu di RSUD Umbu Rara Meha- Waingapu. Dua remaja dengan wajah muram ada di antara kerumunan orang di depan ruang mayat RSUD Umbu Rara Meha. Seorang anak lelaki bertubuh ceking mengenakan baju kaos hijau daun dengan celana jeans biru. Anak yang usinya menginjak remaja ini duduk di lantai bersandar tiang rumah sakit. Wajahnya tertunduk lesu. Sesekali ia menyeka air matanya. Terkadang ia mengangkat muka dengan pandangan kosong. Tak mampu berkata-kata.
Ketika diajak bicara, responnya hanya berupa gerakan mengangguk dan menggeleng. Sementara seorang anak remaja perempuan, usianya sekitar 13 tahun. Gadis kecil ini berdiri di antara kaum ibu dengan bersandar pada satu tiang rumah sakit. Air matanya terus mengalir membasahi kedua pipinya. Dia menatap setiap orang yang ada di tempat itu satu per satu. Kedua remaja lelaki dan perempuan tadi bernama Domi dan Ana Hambu.
Selang beberapa jam kemudian, seorang lelaki paruh baya membawa tiga orang bocah. Ketiga bocah berwajah polos ini juga hanya memandang orang-orang di sekeliling mereka. Dua orang remaja dan tiga bocah tersebut adalah putera-puteri almarhum, Lu Kamangi.
Ketiga bocah mungkin belum begitu paham tentang apa yang terjadi dengan ayah mereka. Namun bagi Domi dan Hambu, kematian sang ayah merupakan pukulan berat bagi mereka. Betapa tidak, Domi yang saat ini berada di kelas III SMP Kristen Payeti dan Hambu yang duduk di Kelas I SMPN 4 Kawangu merasa kehilangan sandaran hidup. Satu-satunya tumpuan hidup mereka telah pergi. Sementara perjalanan mereka masih begitu panjang.
Domi yang tak kuasa menahan tangis ketika ditanya soal ayahnya, mengatakan, almarhum orangnya pendiam dan tak banyak bicara. "Sehari-hari bapak hanya kerja di kebun. Saya tidak percaya bapak mati. Sudah dua bulan saya tidak pulang ke kampung di Pulo Panjang. Saya tidak tahu kalau saya harus ketemu bapak saat dia sudah mati," kata Domi sambil terisak.
Domi yang sekolah di SMP Kristen Payeti dengan difasilitasi WFI itu mengaku, meski sekolahnya dibiayai oleh WFI, namun sang ayah tidak pernah melupakan kewajibannya. "Kalau saya libur ke kampung, bapak pasti kasi saya uang. Sekarang nasib kami bagaimana. Bapak sudah mati," Domi kembali terisak.
Nasib serupa juga dialami sang adik yang masih duduk di kelas I SMP. Lebih berat lagi, sekolah sang adik sepenuhnya dibiayai orangtua. Belum lagi keempat adiknya yang masih kecil serta nasib si bungsu yang masih ada dalam kandungan sang bunda.
Almarhum Lu Kamangi meninggalkan dua orang istri , Kaita Kamba Humba dan Mora Lambu serta enam orang anak. Salah satu dari isteri korban bahkan sedang hamil sembilan bulan.
Keluarga korban tak kuasa menahan rasa haru ketika membicarakan nasib anak-anak korban. Kakak Korban, Nyonggar Pekuali mengaku anak-anak korban akan terlantar karena selama ini korban merupakan satu-satunya pencari nafkah dalam keluarga. "Anak-anaknya itu masih kecil. Saya tidak bisa bayangkan bagaiman nasib mereka," kata Nyonggar lirih.
Karena itu ia berharap pihak kepolisian secara lembaga mengusut tuntas kasus ini dan anggota yang terlibat harus ditindak tegas. Ia juga meminta Kapolres jujur, transparan dan tidak melindungi anggota yang bersalah. "Kami hanya berharap ada keadilan. Kalau balas dendam tidak mungkin, toh tidak mengembalikan nyawa adik kami," katanya. (dea)

Usai Ditangkap Polisi, Tahanan Tewas

WAINGAPU, PK -- Lu Kamangi (43), tahanan Polsek Lewa, meninggal dunia di RSUD Umbu Rara Meha Sumba Timur, Senin (1/12/2008), beberapa jam setelah dia ditangkap dan ditahan di Mapolsek Lewa. Tewasnya Kamangi diduga kuat akibat penganiayaan oleh anggota polisi, sebab saat ditangkap, Kamangi dipukul oleh beberapa polisi sampai darah keluar dari hidung dan telinganya.
Sejauh ini sudah lima orang anggota Polsek Lewa yang diperiksa Paminal Polres Sumba Timur. Kapolsek Lewa, Ipda Roni Wijaya diduga terlibat dalam kasus penganiayaan tahanan tersebut. Diduga, Kamangi tidak hanya dipukuli saat ditangkap tetapi sampai di Mapolsek Lewa, yang bersangkutan masih dipukuli.
Menurut petugas medis RSUD Umu Rara Meha, Kamangi diantar ke rumah sakit itu sekitar pukul 18.00 Wita, Senin, oleh beberapa orang polisi. Setelah mengantar Kamangi di tempat tidur Unit Gawat Darurat (UDG) rumah sakit, polisi yang mengantar langsung pergi sehingga petugas medis tidak mengetahui identitas mereka. Beberapa saat setelah dirawat, Kamangi menghembuskan nafasnya yang terakhir. Mayat Kamangi langsung diotopsi dan proses otopsinya baru berakhir kemarin petang.
Kakak kandung Kamangi, Nyonggar Pekuali yang ditemui di RSUD Umbu Rara Meha, kemarin mengatakan, Kamangi ditangkap oleh 12 anggota Polsek Lewa sekitar pukul 10.00 Wita, Senin. Penangkapan ini dilakukan setelah polisi menerima laporan dari seorang ibu yang mengaku menjadi korban penganiayaan.
Saat polisi datang ke rumah Kamangi, kata Nyonggar, yang bersangkutan dan tiga orang temannya yang dicurigai sebagai pelaku penganiayaan terhadap seorang ibu, sedang berada di kantor desa. Polisi menuju ke kantor desa. Namun saat itu, Kamangi justeru kembali ke rumahnya karena mendengar ada polisi yang mencarinya ke rumah. Sampai di rumah, Kamangi tidak bertemu polisi karena polisi sudah kembali ke kantor desa. Pria itu kembali lagi ke kantor desa dan saat itu dia bertemu polisi di jalan. Dia langsung ditangkap dan dipukul sampai tidak berdaya.
"Polisi pukul, tendang dia sampai keluar darah dari hidung dan telinga. Dia sampai tidak bisa jalan dan harus dipapah. Sampai di persimpangan jalan, dia dimuat dengan sepeda motor dan dibawa ke Polsek Lewa. Bagaimana kondisi dia selanjutnya kami tidak tahu, sampai kami dapat kabar bahwa dia sudah meninggal di rumah sakit," tutur Nyonggar.
Dia mengatakan bahwa penangkapan itu berawal dari laporan seorang ibu ke Polsek Lewa yang mengaku dianiaya. Mendapat laporan ibu itu, Minggu (30/11/2008) sekitar pukul 22.00 Wita, suami pelapor dan anggota Polsek Lewa menangkap Yanto, keponakan Kamangi.
"Saat itu, anggota Polsek Lewa borgol dan bawa Yanto ke kantor polisi, padalah dia tidak tahu apa-apa. Saat Yanto dibawa dari rumah saya ikut. Saat itu, Talu Meha (suami pelapor, Red) yang datang bersama polisi, tiba-tiba pukul saya. Setelah itu, Yanto dan saya dibawa polisi ke kantor desa. Sebelum sampai di kantor desa, saat kami berada di atas bukit, keluarga saya berteriak 'Rampok!'. Keluarga berpikir yang membawa kami itu perampok, sehingga tetangga dan warga desa datang bawa benda tajam, batu kejar polisi yang bawa saya dan Yanto. Mereka pikir yang bawa kami itu perampok, sebab malam itu gelap. Tapi setelah mereka tahu bahwa yang bawa kami itu polisi, mereka pulang," kata Nyonggar.
Sampai di kantor desa, katanya, Yanto dan Nyonggar dilepas. "Kami berpikir masalahnya sudah selesai. Ternyata esok pagi, Senin (1/12/2008), turun lagi 12 anggota Polsek Lewa menangkap Lu Kamangi," tutur Nyonggar. Dia menambahkan bahwa selain Kamangi, polisi juga menangkap tiga orang lagi yakni, Tay Hambandima, Jama Landu Tana, dan Rinja Tanjanji. Empat orang itu ditangkap terkait laporan seorang ibu yang mengaku dianiaya.
"Tapi waktu keluarga meminta ibu itu sebut siapa saksi yang melihat dia dianiaya oleh Kamangi dan teman- temannya itu, ibu itu tidak bisa sebut," ungkap Nyonggar.

Tindak Tegas Aggota
Kapolres Sumba Timur, AKBP Tetra M Putra langsung mengambil tindakan. Anggota polisi yang diduga terlibat dipanggil dan diperiksa di Mapolres Sumba Timur. Sementara untuk mengantisipasi reaksi warga yang tidak menerima kematian Kamangi, Polres Sumba Timur sudah menurunkan sekitar 30 anggota dipimpin Kasat Samapta, Abdullah Paoh untuk ke Polsek Lewa.
Personel yang diturunkan ke Mapolsek Lewa, kata Kapolres Tetra, dilengkapi dengan surat perintah sehingga mereka tidak ragu dalam mengambil tindakan.
Tetra mengatakan bahwa sudah lima anggota Polsek Lewa yang diperiksa Paminal Polres setempat.
"Kami masih periksa saksi-saksi untuk mengarah ke pihak-pihak yang terlibat. Siapa pun yang terlibat, termasuk anggota akan ditindak tegas karena anggota polisi tidak kebal hukum. Kami tidak akan tebang pilih. Itu perintah langsung Kapolda," tegasnya.
Sementara itu, untuk memastikan sebab-sebab kematian Kamangi, jenazahnya sudah diotopsi. Otopsi dipimpin dr. Made Mekel. Saat diotopsi, dari telinga korban masih mengeluarkan darah segar dan dari mulutnya keluar buih. Terdapat memar di pipi kiri dan kanan serta satu benjolan di bagian tengkuk. Setelah diotopsi, jenazah korban dibawah pulang oleh keluarga. (dea)

PDAM Kota Kupang Terbentuk

KUPANG, PK -- Walikota Kupang Drs. Daniel Adoe mengatakan, Gubernur NTT, Drs. Frans Lebu Raya sudah mengesahkan Perda tentang Pembentukan PDAM Kota Kupang. Dengan disahkan Perda tersebut maka secara resmi PDAM Kota Kupang, telah terbentuk.
Walikota Adoe mengatakan hal ini saat ditemui usai membuka acara lokakarya tentang penyampaian hasil draf study kelayakan analisis pembentukan PDAM Kota Kupang, di Aula Hotel Silvia, Senin (01/12/2008).
Dia menjelaskan, banyak warga kota Kupang yang belum terlayani air PDAM. Pemkot, katanya, mempersilahkan warga untuk memilih apakah dilayani PDAM Kabupaten Kupang atau PDAM Kota Kupang. Untuk pelanggan PDAM Kota Kupang, katanya, akan diupayakan air mengalir 24 jam.
Adoe menambahkan, PDAM Kota Kupang akan memanfaatkan sembilan mata air yang ada di wilayah Kota Kupang. Pemkot akan memasang meteran air di sembilan mata air yang ada. Bila PDAM Kabupaten Kupang memanfaatkan sumber mata air itu, maka mereka harus membayar ke Pemkot Kupang. "Kalau tidak bayar kami akan tutup, karena sumber mata air itu berada di wilayah Kota Kupang," tegasnya sambil menambahkan bahwa dalam waktu dekat Pemkot dan Pemkab Kupang akan membicarakannya.
Dari hasil survai yang dilakukan Departemen Cipta Karya Pusat, ungkapnya, diperoleh kesimpulan bahwa dalam satu wilayah sebaiknya hanya ada satu PDAM agar PDAM dapat dikelola dengan baik. Hasil survai itu juga menyimpulkan bahwa PDAM Kota Kupang ditetapkan sebagai pengelola sembilan sumber mata air yang ada di wilayah Kota Kupang.
Walikota Adoe juga menyampaikan apresiasi kepada pemerintah Jerman yang membantu Pemkot Kupang dalam mengatasi problematika pelayanan air bersih bagi warga kota. (den)

Minggu, 30 November 2008

Rp 97 Juta Digasak Maling

n Dana Beasiswa dan Bana BOS

KUPANG, PK---Sekelompok pencuri yang membawa senjata rakitan dan parang melakukan aksi pencurian di SMP Negeri 2 Kupang Tengah, Baumata, Kabupaten Kupang, Jumat (28/11/2008) pukul 02.00 Wita. Para pencuri yang berjumlah sekitar enam orang itu berhasil menggasak uang sekitar Rp 97 juta dari dua brankas di ruangan kepala sekolah.
Kepala SMP Negeri 2 Kupang Tengah, Baumata Ny. Rika A Ahab, kepada wartawan di ruang kerjanya, Jumat (28/11/2008), membenarkan aksi pencurian itu. Ny. Rika mengatakan, para pencuri yang berjumlah sekitar enam orang itu datang dengan membawa senjata tumbuk dan benda tajam lainnya. Mereka masuk ke dalam ruangan guru melalui salah satu jendela yang pecah. Padahal, malam itu penjaga sekolah bernama Dance bersama dua orang buruh bangunan yang mengerjakan gedung baru di sekolah itu tidur di ruangan guru.
Ny. Rika menjelaskan, para pencuri sempat mengikat penjaga sekolah bersama dua buruh bangunan lainnya. "Ketiganya diikat di kursi dalam kondisi muka ditutup kain oleh para pencuri," ujarnya.
Dalam kejadian itu, kata Ny. Rika, para pencuri membongkar paksa dua buah brankas. Masing-masing brankas kecil berisi uang beasiswa bagi siswa miskin untuk 75 orang senilai Rp 21 juta. Uang tersebut rencananya dibagikan kepada para orangtua siswa, Sabtu (29/11/2008) hari ini.
Di brankas itu juga terdapat uang pembelian meubeler sekitar puluhan juta. "Uang pembelian meubeler cukup besar," ujarnya.
Sementara di brankas yang besar terdapat uang pembangunan ruang kelas baru senilai Rp 28 juta, uang titipan dua orang guru Rp 2.600.000,00 serta dana bos Rp 2.700.000,00.
Dikatakannya, para pencuri berhasil masuk ke dalam ruangan kepala sekolah tanpa merusak pintu ataupun jendela ruang kerja kepala sekolah. "Saya tidak tahu dari mana para pencuri itu bisa mendapatkan kunci ruangan kerja saya. Saya memang memberi satu kunci ruangan cadangan kepada Dance untuk memudahkan yang bersangkutan membersihkan ruangan," kata Ny. Rika.
Menurut Ny. Rika, peristiwa itu terjadi pada saat hujan lebat. Para pencuri itu meninggalkan brankas kecil dalam keadaan kosong di hutan tidak jauh dari sekolah itu. Surat-surat penting yang disimpan dalam brankas itu dibiarkan tercecer di tempat itu. "Tidak hanya uang sekolah yang diambil. Para pencuri juga mengambil HP dan uang milik penjaga sekolah dan uang milik dua orang buruh bangunan itu," kata Ny. Rika.
Para pencuri, kata Ny. Rika, juga sempat mengacak-acak meja kerjanya. Kasus tersebut kini telah ditangani aparat Polsek Kupang Tengah.
Dalam bulan ini sudah tiga kasus pencurian yang terjadi di Kecamatan Kupang Tengah. Kasus pertama terjadi tanggal 3 November 2008. Saat itu, uang Rp 52 juta yang disimpan dalam brankas di SMA Negeri 2 Kupang Tengah, Baumata, ludes digasak maling. Selain itu, pada Rabu (26/11/2008) malam, terjadi kasus pencurian di Kantor Kecamatan Kupang Tengah. Saat itu, uang Rp 5 juta raib dicuri gerombolan pencuri yang hingga kini belum teridentifikasi aparat kepolisian. (ben)

Kasus Pencurian 2008:

16 Februari 2008: Kios Yani di RT 06/RW 03, Kelurahan Sikumana, dibobol maling. Sejumlah barang dagangan raib dengan total kerugian mencapai Rp 5 jutaan.
2 Maret 2008: Izhak Eduard (36), pegawai Bank NTT, kehilangan uang senilai Rp 5 juta serta kotak berisi perhiasan emas senilai Rp 20 juta. Pencurian terjadi pada saat korban dan keluarga ke gereja.
5 Mei 2008: Kantor Lurah Tuak Daun Merah (TDM), Kota Kupang, disatroni maling. Satu unit komputer dan tape raib.
9 Mei 2008: Toko Frenjer di Kelurahan Kambajawa, Kecamatan Kota Waingapu, disatroni maling. Akibatnya, uang tunai senilai Rp 14 juta, beberapa bungkus rokok dan satu buah handphone raib.
16 Mei 2008: Tabernakel Gereja Welonda di Kecamatan Laura, Sumba Barat Daya, dicuri.
17 Juni 2008: Majelis Hakim PN Kupang mevonis Rohi Kana
enam bulan penjara karena terbukti mencuri perhiasan emas milik Desilfa Damu. Selain mencuri perhiasan emas, Rohi Kana juga mencuri uang Rp 500,000 milik korban.
12 Juli 2008: Ruang Asisten II Sekab TTS dibobol maling, uang honor Rp 3 juta dan handphone merk Hi-Tech milik Asisten II, Drs. Salmun Tabun, dibawa kabur pencuri.
30 Agustus 2008: Tiga dari empat brankas SMPN 10 digasak maling. Beruntung, tiga brankas itu tidak berisi uang.
1 September 2008: Roytersianus Ermiwanto Panda (23), pegawai honorer di Kantor Gubernur NTT, dibekuk aparat Polresta Kupang, karena diduga hendak mencuri uang dari kotak pengumpulan dana pembangunan gereja dari Gereja Katedral Kupang.
12 September 2008: Kantor Pegadaian
Penfui dibobol maling. Untung, pencuri tidak membawa barang- barang berharga dan uang.
24 Oktober 2008: Kotak amal di Masjid Sikumana dan uang di dalamnya hilang digasak maling.
19 November 2008: Ny. Ina (35), warga RT 40/RW 13, Kelurahan Oesapa, Kecamatan Kelapa Lima, Kota Kupang, yang mengaku sebagai tim doa, mencuri uang milik pasien kelas III RSU Prof. Dr. W Z Johanes Kupang senilai Rp 5 juta ketika pelaku datang berdoa bersama seorang anaknya.
28 November 2008: Sekelompok pencuri yang membawa senjata rakitan dan parang mencuri uang sekitar Rp 97 juta dari dua buah brankas di ruanga kepala SMPN Negeri 2 Kupang Tengah.
---------------------------------
Sumber: Dokumentasi Pos Kupang/ati

KPK Usut 4 Kasus di NTT

KUPANG, PK -- Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) melakukan gelar perkara penanganan kasus-kasus korupsi di Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Empat kasus korupsi yang sebelumnya dihentikan penyidikannya oleh kepolisian di NTT bakal diusut atau dibuka kembali oleh KPK. Penyidikan empat kasus itu ditangani bersama KPK dan Polda NTT.
Hal itu dikatakan oleh Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Resese Kriminal Kepolisian Daerah (Dir Reskrim Polda) NTT, AKBP Mohamad Slamet, ketika dikonfirmasi wartawan di Markas Polda (Mapolda) NTT, Jumat (21/11/2008).
Slamet menjelaskan, dua dari empat kasus yang sempat digelar dalam pertemuan KPK dengan jajaran penyidik Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Polda NTT, Kamis (20/11/2008), terdapat di Kabupaten Kupang. Dua kasus lainnya di Kota Kupang dan Kabupaten Belu.
Dalam pertemuan yang diikuti tujuh anggota KPK, jelas Slamet, sempat membahas kasus korupsi pengadaan kapal ikan di Kabupaten Kupang yang merugikan negara Rp 294 juta lebih yang diduga melibatkan Bupati Kupang, Drs. IA Medah.
Selain itu, kata Slamet, kasus korupsi dana operasional di DPRD Kabupaten Kupang tahun 1999-2004 yang merugikan negara Rp 1 miliar, kasus korupsi dana operasional di DPRD Kota Kupang TA 1999-2004 senilai Rp 2,5 miliar, dan kasus korupsi dana tunjangan anggota DPRD Belu TA 1999-2004 senilai Rp 954.683.382.
"Beberapa kasus itu sempat dibahas dalam pertemuan KPK dengan tim Tipikor Polda NTT. Pihak KPK memberikan beberapa catatan, di mana kasus-kasus yang sebelumnya telah di SP3 oleh penyidik kepolisian di NTT beberapa waktu lalu diteliti kembali. Kalau ada novum baru, maka segera dibuka. Peluang untuk membuka kembali kasus-kasus itu sangat terbuka lebar sepanjang ada novum baru," kata Slamet.
Ditanya kebenaran informasi bahwa KPK akan menangani langsung kasus korupsi yang melibatkan kepala daerah di NTT, Slamet mengatakan, KPK memang akan menangani sendiri proses penyelidikan kasus korupsi yang melibatkan kepala daerah untuk memperpendek birokrasi perizinan.
"Kalau KPK yang tangani langsung, maka pemeriksaan terhadap kepala daerah tidak perlu izin presiden lagi, langsung diperiksa. Beda kalau kami yang tangani, harus minta izin kepada presiden," kata Slamet.
Sumber Pos Kupang di Mapolda NTT, mengungkapkan, dalam pertemuan itu para anggota KPK secara tegas meminta agar empat kasus yang diduga melibatkan para anggota DPRD periode 1999-2004 dibuka kembali, termasuk kasus kapal ikan. "Mereka akan pantau terus. Kemungkinan empat kasus itu akan diambilalih proses penyidikannya oleh KPK," kata sumber itu.
Selain itu, lanjut sumber tersebut, mulai tahun 2009, apabila ada kepala daerah di NTT yang terseret kasus korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), proses penyidikannya langsung ditangani oleh KPK. Sementara Tipikor Polda NTT hanya menangani kasus-kasus korupsi untuk tingkat Sekda ke bawah. (ben)

Empat Kasus Bakal Dibuka Kembali
------------------------------------------------------------------------
Jenis Kasus ! Nilai Kerugian ! Keterangan
------------------------------------------------------------------------
1. Pengadaan Kapal Ikan ! Rp 294 Juta ! Kab. Kupang
2. Dana Operasional
DPRD 1999 - 2004 ! Rp 1 miliar ! Kab. Kupang
3. Dana Operasional
DPRD 1999 - 2004 ! Rp 2,5 miliar ! Kota Kupang
4. Dana Tunjangan
Anggota DPRD !
1999 - 2004 ! Rp 954 Juta ! Kab. Belu
---------------------------------------------------------------------------
Sumber : Polda NTT, Jumat (21/11/2008).

Usai Gorok Leher Istri: Briptu Mahmud Bunuh Diri

SOE, PK -- Brigadir Polisi Satu (Briptu) Syafrudin Mahmud (27), anggota Polsek Polen jajaran Polres Timor Tengah Selatan (TTS) nekat bunuh diri usai menggorok leher istrinya, Inang Belawa (25). Mahmud menggorok leher istrinya dengan sebilah pisau di salah satu kamar kos milik Haji Arsyad, di Kelurahan Kota Baru, Kota SoE, Kabupaten TTS, Minggu (23/11/2008) siang. Diduga Briptu Mahmud mengakhiri hidupnya dengan cara menggorok lehernya menggunakan sebilah pisau sabu.
Salah satu saksi di tempat kejadian perkara (TKP), Namri Ridwan mengatakan, sebelum peristiwa tragis itu ia sempat mendengar suara istri korban berteriak berkali-kali meminta pertolongan dari kamar kos korban. Mendengar teriakan Inang, ia keluar dari ruang tamu rumah yang berada persis di depan kamar korban.
Namri mengatakan, saat keluar dari ruangan ia melihat Inang sudah bersimbah darah. Namri tidak bisa mendeskripsikan asal darah yang keluar dari bagian tubuh Inang. Bahkan ia sempat pingsan setelah melihat kondisi Inang yang bersimbah darah. "Setelah saya pingsan saya tidak tahu lagi," kata Namri.
Informasi yang dihimpun di TKP, usai digorok suaminya, Inang dilarikan ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) SoE. Istri korban, Inang Belawa yang ditemui di Instalasi Rawat Darurat (IRD) RSUD SoE masih sadar untuk diajak bicara.
Menurut dokter jaga RSUD SoE, dr. Lilik, Inang mengalami luka robek di pipi sebelah kanan sepanjang 1 cm, luka robek di bawah dagu 5 x 3 cm, luka robek di leher, 7 x 2 cm, luka robek di belakang telinga kiri 3 cm tembus pipi kiri sekitar 10 cm.
Tak hanya itu, Inang juga mengalami luka robek di tangan kiri dengan rincian setiap jari tangan kiri terluka sayat berdiameter 2 x 12 cm. Selain itu, korban juga mengalami luka robek di tangan kiri. Pada bagian ibu jari mengalami luka yang serius. "Untuk mendapatkan perawatan lanjutan Inang kami rujuk ke Rumah Sakit Bhayangkara Kupang," ujar Lilik.
Inang Belawa kepada wartawan yang ditemui usai mendapatkan perawatan darurat dari dokter jaga di IRD RSUD SoE, mengakui peristiwa tragis itu terjadi begitu singkat. Dia mengaku, tidak ada keributan atau cek-cok mulut antara dia dengan suaminya.
"Tidak ada keributan antara saya dan suami. Saya hanya sampaikan ke suami, mari su bapak kita pi bayar uang kos ke mama kos. Lantaran ini hari sudah siang, besok kita harus ke Rumah Sakit Bhayangkara (RSB) Kupang bayar uang kekurangan biaya operasi usus buntu bapak. Suami saya katakan, sabar dulu. Tak berapa lama kemudian, dia langsung potong saya punya leher dan menggoroknya," ujar Inang.
Sebelum pisau sampai di lehernya, lanjut Inang, ia sempat mengatakan harus ke Kupang karena sudah berjanji dengan kepala ruang RSB Kupang untuk membayar sisa kekurangan uang pembayaran operasi usus buntu. Namun, tak dinyana usai mengatakan hal itu, korban langsung taruh pisau di lehernya dari belakang.
"Saya sempat tangkis itu pisau. Dan, badan saya tidak kuat lagi. Waktu itu anak saya bernama Amin di dalam sementara menangis. Amin berdiri di belakang dan terus menangis. Tak berapa lama saya bangun cepat-cepat dan keluar minta tolong kepada tetangga. Anak saya yang berumur tiga tahun itu lari keluar. Saya tidak tahu kondisi suami saya setelah itu," jelas Inang.
Pantauan di TKP, tewasnya salah satu anggota Polres TTS ini membuat heboh warga Kota SoE. Pasalnya, lokasi kejadian tidak jauh dari Pasar Inpres SoE. Kematian tragis yang menimpa Mahmud tersiar cepat dari mulut ke mulut dan akhirnya berdampak tumpah ruahnya ratusan warga mendatangi tempat kejadian perkara.
Usai mendapatkan laporan peristiwa tersebut, jajaran Polres TTS yang dipimpin Wakapolres, Kompol Bambang Kusnariyanto, S.Ik mendatangi tempat kejadian perkara. Tak lama kemudian, Kanit Identifikasi Reskrim Polres TTS, Bripka Don Rena bersama tiga stafnya, Brigpol Lorens Jehau, Bripda Arifin Kasim dan Briptu Yandri Tlonaen masuk ke kamar kos.
Di ruang itu tergeletak sosok mayat Mahmud dalam kondisi tidur dengan dua tangan terlentang di lantai kamar. Mahmud yang mengenakan baju kaos biru muda dipadu celana jeans biru tua bersimbah darah nyaris pada seluruh tubuhnya. Setelah melakukan olah TKP sekitar pukul 15.20, anggota Polres TTS mengeluarkan mayat Mahmud dari kamar kos. Mayat Mahmud kemudian diangkut dengan ambulans dan dibawa ke RSUD SoE untuk divisum.
Informasi yang dihimpun di RSUD SoE, dokter dan perawat melakukan upaya medis menjahit leher korban yang terobek sepanjang 28 cm dan lebar 3,5 cm. Diduga robekan itu terjadi setelah pisau mampir di leher korban. Tak hanya itu terdapat sayatan panjang di perut korban.
Sekitar pukul 16.30 Wita, mayat korban dibawa ke Kupang ke rumah orangtua korban. Rencananya, jenazah Mahmud akan dibawa ke kampung halamannya di Adonara, Kabupaten Flores Timur dengan kapal feri, Minggu (23/11/2008) malam.
Kapolres TTS, AKBP Suprianto yang dikonfirmasi melalui Kasat Reskrim, AKP Sandy Sinurat, S.Ik, Minggu (23/11/2008) malam, mengatakan, polisi masih menyelidiki motif dan penyebab bunuh diri hingga tewasnya Briptu Syafrudin Mahmud. Penyelidikan dilakukan dengan memeriksa sejumlah saksi yang mengetahui, mendengar dan melihat saat peristiwa itu berlangsung.
Dirawat di RSB
Ny. Inang Belawa, korban penikaman suaminya sejak Minggu kemarin dirawat di RSB Kupang. Korban diantar tiga petugas medis RSUD SoE tanpa pengawalan anggota Polres TTS. Sejumlah anggota keluarga, termasuk ayah korban, telah menunggu di RSB Kupang. Korban tiba di RSB Kupang pukul 17.45 Wita.
Disaksikan Pos Kupang, kondisi korban sangat mengenaskan. Pada pipi bagian kiri dipenuhi perban, diduga luka akibat benda tajam. Sementara pada lehernya juga terdapat perban menutupi luka.
Ken Belawa, salah seorang anggota keluarganya, kepada wartawan di RSB Kupang, menjelaskan, pihak keluarga belum mengetahui motif kejadian yang menyebabkan Briptu Mahmud Syafrudin meninggal dan istrinya menderita luka-luka. "Kami belum tahu persis tentang kasus ini," ujar Ken, didampingi sejumlah anggota keluarga lainnya. (aly/ben)


Mengeluh Tak Cocok Kerja di Polen

INANG Belawa masih menangis tersedu-sedu saat ditemui di salah satu tempat tidur, Instalasi Rawat Darurat Rumah Sakit Umum Daerah (IRD RSUD) SoE, Minggu (23/11/2008) sore. Dengan balutan kain kasa di pipi kiri, telinga kiri dan telapak tangan kiri, Inang masih tidak percaya dengan ulah nekat suaminya yang menggorok lehernya dari belakang.
Inang mengatakan, ia tidak pernah mendapati suaminya marah sehebat itu sampai menggunakan senjata tajam menggorok lehernya. Bila terjadi perkelahian antara dirinya dan suaminya, paling keras hanya tempeleng saja.
"Kalau pakai senjata tajam baru kali ini saja. Dan, seingat saya dia gunakan pisau dapur motif sabu," kata Inang sambil menanyakan kondisi suami dan anaknya kepada salah satu perawat di RSUD SoE. Saat diwawancara, Inang tidak mengetahui kalau suaminya sudah tewas.
Tentang kemungkinan adanya persoalan, Inang mengatakan, suaminya pernah mengatakan banyak pikiran. Namun, ia tidak mengetahui berbagai persoalan yang menggelayuti pikiran suaminya.
"Sejak di Polsek Polen dua tahun lalu, ia sering mengeluh sakit. Ia pernah mengatakan sudah tidak cocok lagi tugas di Polsek Polen, dan mau cari suasana kerja di tempat lain. Tapi tidak ada orang percaya ia diganggu sesuatu yang tidak kelihatan," tutur Inang.
Di mata teman-teman seangkatannya, korban tidak pernah menunjukkan perilaku aneh saat berada di Polres TTS. Korban juga tidak pernah mengeluhkan masalah yang membelit dalam kehidupan keluarganya. "Tidak ada tanda-tanda dan pengeluhan dari korban," ujar salah satu anggota Polres TTS yang namanya enggan dikorankan.
Sementara ketika ditemui di RSB Kupang, tak ada kata-kata yang terucap dari mulut Inang. Bibirnya hanya terkatup rapat. Terlihat butiran air mata jatuh dari kelopak matanya tatkala melihat sejumlah saudaranya mengangkat tubuhnya dari tandu mobil ambulans ke atas salah satu tempat tidur di ruangan IRD RSB Kupang, Minggu (23/11/2008) pukul 17.45.00 Wita.
Ibu satu anak ini terlihat hanya bisa pasrah di tempat tidur. Tubuhnya diselimuti kain putih. Sesekali ia menarik napas panjang. Matanya sempat terbuka beberapa saat, namun dipejamkan kembali setelah ibu dari Encis (3) asal Lohayong, Kabupaten Flores Timur itu melihat saudara-saudaranya ada di sisinya saat itu.
Beberapa bekas luka terkena benda tajam yang diduga dilakukan suaminya asal Lamahala-Adonara, Flores Timur, telah ditutupi verban. Demikian pula bekas luka akibat sabetan benda tajam pada leher korban telah ditutupi dengan verban. Sementara pada tangan kanannya masih diberi cairan infus.
Ayahnya, Wahidin Awanda yang sudah berusia lanjut hanya bisa duduk terpekur di salah satu bangku putih di luar ruangan IRD RSB Kupang. Pria itu hanya bisa merenung tanpa kata mengenang nasib anak keduanya itu. Sambil menggendong salah seorang cucunya yang tertidur pulas di pangkuannya, pria itu hanya bisa tertunduk.
Ken Belawa, salah seorang anggota keluarga korban, kepada wartawan di RSB Kupang, mengaku, Briptu Syafrudin Mahmud yang tamat pendidikan SPN Kupang tahun 2004 itu baru dua pekan lalu keluar dari RSB Kupang setelah menjalani perawatan medis.
Briptu Syafrudin Mahmud bersama istri dan anaknya pulang ke tempat tugasnya di Polsek Polen, TTS, setelah menjalani operasi apendiks di RSB Kupang. Selama dirawat di RSB Kupang, Briptu Syafrudin Mahmud selalu didampingi istrinya, Ny. Inang dan buah hati mereka, Encis (3). Tidak terlihat ada sesuatu masalah di antara suami istri yang menikah tiga tahun lalu itu.
"Kami berpikir mungkin Syafrudin meninggal akibat operasi usus buntu itu. Tetapi ternyata lain. Kami sendiri belum tahu persis apa masalahnya sehingga keduanya bisa jadi begini," kata Ken. (aly/ben)

Usai Bunuh istri, Janus Robek Perutnya

MAUMERE, PK---Kasus pembunuhan dan usaha bunuh diri terjadi lagi di NTT. Di Dusun Ili, Desa Kokowahor, Kecamatan Kangae, Kabupaten Sikka, Gaudensia Hermontina (43) tewas dibunuh suaminya, Finelius Fianus Finandy alias Janus (39), Senin (24/11/2008) pagi. Setelah membunuh istrinya, Janus mencoba bunuh diri merobek perutnya dengan parang yang digunakan membunuh istrinya. Dengan usus terburai, Janus dilarikan dan mendapat pertolongan tim medis di RSUD TC Hillers, Maumere.
Peristiwa sontak menggegerkan warga sekampung. Kejadian tragis ini terjadi di ruang tamu rumah keluarga korban, Veronika Ketik, disaksikan Stefania Dua Nona (14), anak sulung pasangan ini. Gaudensia tewas di tempat bersimbah darah. Sementara Janus yang sekarat dengan isi perut dan lemak terburai ke luar itu langsung dilarikan ke Unit Gawat Darurat (UGD) RSUD TC Hillers.
Janus yang sekarat dengan badan penuh luka tusuk dan irisan di bagian dada dan perutnya itu langsung ditolong oleh dr. Hendra dan dr. Stef serta dua perawat di UGD. Pada sekujur tubuh Janus terdapat luka-luka tikam di dada dan robek cukup besar di bagian perut. Janus tidak bisa berbicara, hanya merintih kesakitan sambil sesekali menarik nafas panjang. Karena kesulitan bernafas, tim medis memasang oksigen.
Sementara itu di tempat kejadian perkara (TKP), yakni di ruang tamu rumah Veronika Ketik (masih keluarga dengan Gaudensia), jasad Gaudensia terbaring kaku di lantai. Mata dan mulutnya terbuka, sebagian rambutnya tercabut. Darah segar menggenangi lantai ruang tamu. Darah juga terpercik di tembok ruang tamu berwarna putih itu.
Di ruang tamu itu juga tampak sebuah tempat tidur kosong, bekas dibaringkannya jenazah Maria Naeng (keluarga korban) yang baru dikuburkan beberapa hari sebelumnya. Tampak sejumlah aparat kepolisian dari Polsek dan Polres Sikka sedang mengolah TKP.
Informasi yang dihimpun Pos Kupang di TKP menyebutkan, selama ini kondisi rumah tangga Janus dan Gaudensia kerap diwanai pertengkaran. Motif pertengkaran itu diduga karena Janus mencurigai istrinya memiliki pria idaman lain (PIL).
Pada Minggu (23/11/2008), Janus, Gaudensia dan warga Dusun Ili, 'mete' malam pertama di rumah Veronika Ketik, lantaran keluarga mereka, Maria Naeng, meninggal dunia. Saat kumpul di rumah Veronika itu, Fidelis (sepupu Gaundensia) menegur dan menasehati Janus agar tidak lagi memukuli Gaudensia. Sempat terjadi keributan saat itu, sehingga Fidelis diamankan aparat Polsek Kewapante.
Entah mengapa, Senin (24/11/2008) sekitar pukul 05.00 Wita, Janus mengamuk dan membacok kepala Gaudensia dengan sebilah parang di ruang tamu rumah Veronika Ketik. Kejadian itu disaksikan langsung oleh anak sulung mereka, Stefania Dua Nona (14). Setelah membacok istrinya dengan parang hingga tewas, Janus lalu menusuk dan merobek perutnya sendiri dengan menggunakan parang yang sama yang dipakai untuk menghabisi istrinya.
Aparat kepolisian masih menyelidiki kasus ini. "Kasus ini masih dalam penyelidikan polisi," kata Kanit Reskrim 3 Polres Sikka, Aiptu Siprianus Raja. (vel)

"Saya Tidak Bisa Tolong Mama..."

STEFANIA Dua Nona (14) tak bisa menyembunyikan kesedihannya ditinggal pergi mamanya, Gaundensia Hermontina. Kesedihan itu menjadi begitu mendalam karena dia yang menyaksikan sendiri bagaimana ayahnya menghabisi mamanya tidak bisa membantu mamanya.
Stefania adalah anak sulung Finelius Finandy alias Janus membacok istrinya sendiri, Gaudensia Hermontina, hingga tewas. Ketika ditemui Pos Kupang, kemarin pagi sekitar pukul 08.30 Wita, Stefania dan dua adiknya, Eligius Ekaritus (12) dan Fortunatus Vesto (10), berada di rumah keluarganya, tak jauh dari tempat kejadian perkara (TKP) di Dusun Ili, Desa Kokowahor, Kecamatan Kangae, Kabupaten Sikka.
Stefania duduk di tanah di depan rumah keluarganya sambil menangis di pelukan tantenya, Theofila dan Maria G. Sedangkan dua adiknya Eligius (12) dan Fortunatus (10) hanya duduk termenung di depan pintu. Mungkin kedua adiknya belum terlalu paham akan kejadian tragis yang merenggut nyawa mama mereka.
Dengan menahan tangisnya, Stefania, murid kelas 2 SMP Kewapante itu menceritakan kejadian tragis yang disaksikan. Berikut penuturan Stefania.
Bapak dan mama sering bertengkar dan berkelahi setiap hari. Bapak selalu marah dan pukul mama karena bapak cemburu dengan mama. Kalau bapak sudah pukul mama, mama berteriak, menangis, tapi bapak tidak peduli. Tadi malam (Minggu 23/11/2008, Red) kami semua mete orang mati, malam pertama di rumah Tante Veronika Ketik, yang rumahnya ada di belakang rumah kami.
Tante saya, Maria Naeng meninggal dan tadi malam itu malam pertamanya. Semua keluarga ada di rumah duka. Adik saya, Eligius dan Fortunatus, tidur di rumah tante di seberang jalan. Saya dan nenek-nenek lain tidur di rumah duka. Sedangkan bapak dan mama tidur di rumah kami.
Tadi pagi sekitar pukul 05.00 Wita, saya dengar orang berteriak. Lalu saya bangun dan pergi keluar rumah. Saya lihat bapak dan mama bertengkar di belakang rumah kami. Bapak pukul-pukul mama punya kepala dengan alu. Mama lari masuk ke dalam rumah duka, lewat pintu belakang dan mama lari masuk ke ruang tamu. Terus bapak ambil parang dan kejar mama sampai ke ruang tamu. Saya juga ikut masuk ke ruang tamu.
Nenek-nenek di dalam rumah duka itu takut dan lari keluar rumah. Di dalam ruang tamu, saya lihat bapak potong mama punya kepala dengan parang sampai mama jatuh di lantai. Tapi mama tidak berteriak. Darah banyak sekali keluar, penuh di lantai.
Saya lihat mama jatuh di lantai, tapi masih bernafas. Bapak lalu keluar rumah lewat pintu depan ruang tamu. Saya langsung kunci pintu depan itu. Dari kaca jendela saya lihat di luar bapak ambil batu. Lalu bapak masuk lagi ke ruang tamu lewat pintu belakang. Kemudian bapak pukul mama punya kepala dengan batu dan parang. Waktu itu saya mau rampas parang dari bapak punya tangan, tapi tidak bisa. Tangan saya luka kena parang.
Waktu itu bapak hanya pukul mama saja. Bapak tidak pukul saya. Setelah itu bapak keluar rumah lagi. Di luar itu saya lihat bapak potong bapak punya perut dan dada sendiri dengan parang. Bapak masuk lagi ke dalam ruang tamu dan pukul mama lagi dengan batu. Bapak potong lagi bapak punya perut dan dada.
Saya takut lihat itu. Saya lari keluar rumah dan berteriak minta tolong. Saya sedih sekali lihat bapak buat mama begitu. Saya menyesal tidak bisa tolong mama saat itu. Mama ee..., saya minta maaf, saya tidak bisa tolong mama.
Bapak sudah bunuh kami punya mama. Sekarang kami tidak ada mama lagi. (novemy leo)

Di Kloangpopot-Sikka: Bunuh Istri Lalu Gorok Leher Sendiri

MAUMERE, PK--Kasus pembunuhan dalam keluarga terjadi lagi di Kabupaten Sikka. Leonardus Leo (35), warga Desa Pruda, Kecamatan Waiblama, Jumat (28/11/2008) sekitar pukul 07.30 Wita, menghabisi nyawa istri keduanya, Carolina Nona Fortun (34).
Pembunuhan itu terjadi di dapur mertua Leo, Bertania, di Desa Kloangpopot, Kecamatan Doreng. Setelah membacok kepala, tangan dan kaki istrinya hingga tewas, ayah dua orang anak itu kemudian menggorok lehernya sendiri dan membacok tangan dan kakinya. Namun Leo tidak meninggal dan kini dirawat di RSU TC Hillers Maumere. Motif pembunuhan itu masih dalam penyelidikan aparat polisi.
Kasus pembunuhan dengan modus yang sama terakhir terjadi, Senin (22/11/2008) lalu, di Dusun Ili, Desa Kokowahor, Kecamatan Kangae, Sikka. Saat itu, Finelius Fianus Finandy alias Janus, membunuh istrinya sendiri, Gaudensia Hermontina. Setelah menghabisi istrinya dengan parang, Janus merobek perutnya hingga usus terburai. Janus tidak meninggal dunia. Sekarang dia menjalani perawatan intensif di RSU TC Hillers.
Disaksikan Pos Kupang, Jumat (28/11/2008) sore, Leo yang membunuh Carolina Nona Fortu terbaring lemah di ruang UGD RSU TC Hillers Maumere. Tampak sejumlah luka robek di bagian leher, kaki kanan, kaki kiri, luka sayat di tangan kanan dan kirinya sudah dijahit dan dibaluti perban. Selang infus tampak menancap di tangan kanannya. Leo belum sadarkan diri.
Sesaat setelah tiba di UGD RSU TC Hillers, Jumat siang, Leo ditangani oleh dr. Sinaga. Sementara itu jenazah Carolina divisum oleh dr. Retno Widyawati. Carolina meninggal dengan sejumlah luka bacokan di kepala bagian belakang, luka robek di kedua tangan dan kakinya. Jenazah Carolina dititip di ruang mayat. Kemarin pagi sudah diambil keluarganya.
Ditemui kembali, Sabtu (29/11/2008) sekitar pukul 13.30 Wita, Leo sudah siuman dan dirawat di ruang Dahlia (ruang bedah). Tidak terlihat aparat kepolisan berjaga di tempat itu. Duduk di pinggir tempat tidur, Leo yang tampak sedih itu menceritakan peristiwa itu. Sesekali dia melihat luka-lukanya yang sudah tertutup perban. Sesekali dia meringis kesakitan. Terbata-bata dan suara yang bergetar, Leo menceritakan peristiwa naas yang terjadi di keluarganya itu.
Leo mengaku tidak sadar, gelap mata ketika dia membunuh istrinya dengan parang. Melihat istrinya jatuh bersimbah darah, Leo kalut dan langsung memotong, menyayat tangan dan kakinya kemudian menggorok lehernya sendiri dengan parang yang sama yang dipakainya untuk membunuh istrinya. "Kami memang ada masalah keluarga tapi saya tidak tahu kenapa saya membunuh dia (Carolina). Saya sangat menyesal buat begitu. Saya minta maaf kepada seluruh keluarga," kata Leo.
Kapolres Sikka, AKBP Agus Suryatno, dikonfirmasi melalui telepon genggamnya, Jumat siang, membenarkan kejadian itu. Menurut Suryanto, kasus ini ditangani penyidik Polsek Bola dan di-back up Polres Sikka. Korban meninggal dunia dan tersangka masih dirawat di rumah sakit. Motifnya belum diketahui," kata Suryatno.

Janus masih di ICU
Sementara itu tersangka Finelius Fianus Finandy alias Janus, tersangka pembunuh istrinya sendiri, Gaudensia Hermontina, Senin (22/11/2008) lalu, hingga kini masih terbaring di ruang ICU RSU TC Hillers Maumere. Janus sudah siuman, namun belum bisa bicara banyak.
Janus membunuh istrinya lantaran cemburu. Gaudensia dibunuh di ruang tamu rumah Veronika di Dusun Ili, Desa Kokowahor, Kecamatan Kangae. Di rumah itu sedang ada kedukaan. Setelah membunuh Gaudensia, Janus langsung menikam dan merobek perutnya sendiri dengan parang hingga isi perutnya terburai. Namun Janus tidak meninggal. Kejadian pembunuhan itu disaksikan sendiri oleh Stefania Dua Nona (14), anak sulung mereka. (vel)

Sehidup Semati

LEO duduk di pinggir tempat tidurnya di ruang Isolasi A Dahlia, RSU TC Hillers Maumere ketika ditemui, Sabtu (29/11/2008). Lengan tangan kanannya masih terpasang infus dan borgol yang dipasangkan dengan besi tempat tidur. Di leher Leo terbalut perban. Begitu juga di pergelangan tangan kanan dan kirinya. Sementara di kaki kanannya hampir semua dibalut perban hingga telapak kakinya. Betis kaki kirinya juga terlihat sejumlah perban.
Saat ditemui itu Leo tidak mengenakan baju. Hanya secarik kain selimut putih yang dipakai menutupi bagian bawah perutnya. "Saya mau kencing," kata Leo yang meminta Pos Kupang tolong memanggilkan salah seorang perawat. Setelah mengetahui maksud kedatangan Pos Kupang, Leo mengungkapkan isi hatinya.
Saya punya dua istri. Saya nikah gereja dengan istri pertama saya, Sisilia, sekitar tahun 1995. Kami dapat satu anak bernama Theresia Tiwu (6). Sisilia kemudian pergi ke Larantuka meninggalkan saya. Kemudian tahun 2005 saya hidup bersama Carolina Fortun tanpa nikah gereja. Saya dan dia (Carolina, Red) mendapat dua anak, yakni Benedikta Dua Koting (2) dan Oswaldus (1 bulan). Kami tinggal di Desa Pruda, Kecamatan Waiblama. Selama satu tahun terakhir saya dan dia bertengkar terus. Dia sering ancam saya sehingga saya takut. Pikiran saya tidak tenang.
Baru beberapa hari ini saya dan dia ke rumah orangtuanya di Desa Kloangpopot (Kecamatan Doreng) untuk berobat karena saya sakit malaria. Selama di sana saya juga tidak tenang karena saya merasa seperti ada yang mengancam saya.
Pagi itu (Jumat 28/11/2008) setelah kami makan pagi, saya dan dia di dapur bertengkar. Lalu saya ambil parang dan memotong dia. Saya lihat dia jatuh, ada darah banyak, saya langsung potong saya punya diri dengan parang tadi lalu saya tidak sadar lagi. Saya sayang dia, karena itu saat saya lihat dia mati, saya juga bunuh diri. Waktu hidup kami sudah janji sehidup semati. Saya minta maaf kepada keluarga saya dan keluarganya karena saya sudah buat tindakan yang salah. Saya menyesal. Saya siap terima hukuman atas perbuatan saya ini. Maafkan saya. (novemy leo)

Senin, 10 November 2008

Tujuh Jenazah Diterbangkan ke Surabaya

KUPANG, PK -- Tujuh Jenazah korban tenggelamnya perahu motor di perairan Pasir Panjang-Kupang, Minggu (09/11/2008), dibawa ke Surabaya. Empat jenazah diterbangkan dengan pesawat Mandala, kemarin, Senin (10/11/2008). Hari ini, Selasa (11/11/2008), tiga jenazah lagi dibawa ke Surabaya. Satu lagi jenazah sudah dibawa ke Timor Tengah Selatan (TTS).
Sedangkan dua korban lainnya, yakni Melda Nitbani (bukan Mirdan, Red) dan Agung Priyono sampai kemarin, belum ditemukan.
Empat jenazah yang dibawa ke Surabaya, kemarin, adalah Markus, Fasrul, Kristian dan Johanes. Tiga jenazah lainnya, yakni Maurent (2 tahun), Ernawati (60) dan Titinawati (28), diterbangkan hari ini ke Surabaya.
Sedangkan jenazah yang dibawa ke TTS adalah Marce Liu (bukan Mariance, Red). Jenazah Marce Liu dibawa keluarganya ke Nekmofa, Desa Nunusunu, Kecamatan Kualin, Kabupaten TTS, menggunakan mobil ambulance milik PMI Cabang Kupang.
Sebelumnya, kedelapan jenazah korban tenggelamnya perahu, disemayamkan di ruang jenazah RSU Johannes- Kupang.
Pantauan Pos Kupang, sekitar pukul 10.00 Wita kemarin, empat mobil ambulans membawa keluar empat jenazah dari rumah sakit menuju Bandara Penfui-Kupang. Mobil ambulans DH 922 KA membawa jenazah Kristian, mobil ambulans DH 1013 membawa jenazah Markus. Jenazah Johannes di mobil ambulans DH 233 BA dan jenazah Fasrul di mobil ambulans DH 9111 LQ milik PMI Cabang Kupang.
Keluarga korban, Sugiarto yang ditemui di ruang jenazah RSU Johannes, kemarin, mengatakan, jenazah dibawa ke Surabaya atas permintaan keluarga.
Yesifus Liu ayah dari Marce Liu yang ditemui terpisah, mengatakan baru mengetahui kematian anaknya pada hari Senin (10/11/2008) sekitar pukul 09.00 Wita. "Saat menerima informasi itu, kami belum tahu sebab kematian Marce. Kami baru tahu Marce mati tenggelam setelah ada di rumah sakit," katanya.
Sementara itu, tiga korban yang selamat dalam peristiwa tenggelamnya perahu tersebut, dua diantaranya masih dirawat di ruang pavilium RSU Johannes, yakni Anton dan Tasya.
Sebelumnya diberitakan, tenggelamnya perahu tanpa cadik yang dikemudi Jeri Manlea, warga RT 11 RW 04, Kelurahan Pasir Panjang, Kecamatan Kelapa Lima, Kota Kupang, hanya menyisakan sembilan orang yang selamat. Sepuluh orang, yakni delapan meninggal dunia dan dua orang lagi masih belum ditemukan.
Para korban adalah keluarga besar Toko Sentral Selular Kupang bersama pembantu rumah tangganya, yang hendak piknik ke Pulau Kera. Mereka menumpang sebuah perahu -- para nelayan di Kota Kupang menyebutnya body -- dan berangkat dari Taman Kota, Pasir Panjang. Dalam perjalanan ke pulau itu turun hujan disertai angin sehingga mereka memutuskan untuk kembali ke Kupang. Namun perahu terbalik dihantam gelombang saat perahu putar haluan kembali ke Kupang. Semua penumpang tenggelam. (den)

Mehang Diabadikan Jadi Nama Bandara

WAINGAPU, PK -- Pemerintah Kabupaten dan DPRD Sumba Timur (Sumtim) menetapkan untuk mengabadikan nama almarhum Ir. Umbu Mehang Kunda menjadi nama bandar udara di Waingapu. Dengan demikian, Bandara Mau Hau diganti namanya menjadi Bandara Umbu Mehang Kunda.
Keputusan tersebut untuk menghormati dan mengenang jasa-jasa almarhum Mehang Kunda selaku tokoh masyarakat maupun sebagai mantan Bupati Sumtim. Keputusan itu diambil Pemkab dan DPRD Sumtim dalam rapat bersama di gedung Dewan setempat, Sabtu (8/11/2008), dua hari sebelum pemakaman jenazah Mehang Kunda.
Mantan Bupati Sumtim itu dimakamkan secara adat di Prai Awang, kemarin. Gubernur NTT, Drs. Frans Lebu Raya dalam sambutannya pada upacara pemakaman, kemarin, menyatakan mendukung keputusan pemerintah setempat untuk mengabadikan nama Megang Kunda menjadi nama bandara.
"Dengan mengabadikan nama almarhum sebagai nama bandara, maka almarhum akan selalu dikenang," katanya.
Dengan mengabadikan namanya menjadi nama bandara, kata Gubernur Lebu Raya, maka masyarakat di daerah itu akan selalu meghormati perjuangan dan kerja keras almarhum membangun Sumtim.
Lebu Raya meminta Pemkab Sumtim secepatnya memroses semua persyaratan administrasi ke Departemen Perhubungan agar nama Mehang Kunda segera dipopulerkan kepada masyarakat sebagai nama bandara di Sumtim.
Menurut Lebu Raya, almarhum pantas mendapat penghargaan karena perjuangannya membangun daerah Sumba Timur cukup berhasil. Walau sebagai tokoh nasional, katanya, Mehang Kunda kembali ke daerahnya untuk membangun tanah leluhur. Sikap itu perlu dicontohi oleh pemimpin di daerah ini.
Upacara pemakaman jenazah Mehang Kunda dihadiri sekitar 2.000 pelayat. Lebu Raya mengatakan, selama masa hidup, Mehang Kunda adalah tipe pekerja keras sampai lupa memeriksa kesehatannya.
Umbu Mehang Kunda adalah Bupati Sumba Timur periode 2000-2005 dan 2005-2010, yang meninggal dunia Sabtu 2 Agustus 2008, lalu. Jenazah Umbu Mehang Kunda yang adalah keturunan Raja Rende diserahkan pemerintah kepada keluarga, lalu disimpan selama 102 hari untuk kemudian dimakamkan melalui prosesi adat pemakaman raja-raja Sumba, khususnya Rende, kemarin.
Umbu Maramba Hau, wakil keluarga Anamburung dalam sapaannya mengatakan, ketika almarhum meninggal 2 Agustus lalu, keluarga Anamburung meminta kepada pemerintah untuk memakamkan almarhum di pemakaman keluarga di Prai Awang. Atas nama keluarga Anamburung memohon maaf atas kekhilafan almarhum selama masa hidupnya.
Prosesi pemakaman jenazah almarhum diawali dengan kedatangan rombongan adat yang diundang keluarga anamburung yang membawa kain dan hewan berupa babi, kuda dan kerbau.
Sejak pagi kemarin, rombongan adat berdatangan dari berbagai penjuru memasuki tenda duka. Rombongan adat seperti Bupati Sumba Tengah, Drs. Umbu Sappi Pateduk yang membawa kerbau jantan yang dihiasi dengan pucuk kelapa, diterima tua adat dengan melempar kain ke punggung hewan sebagai tanda pengharagaan dan ketulusan hati menerima tamu. Demikian juga rombongan adat dari Bupati Sumba Barat, Drs. Julianus Pote Leba, Bupati terpilih, dr. Kornelius Kodi Mete, Ir. Eman Babu Eha, Drs. Umbu Djima dan Umbu K Anagoga, Kapolres Sumba Timur, AKBP Tetra M. Putra,S.H, Ir. Umbu Manggana, dan berbagai pihak. Penerimaan yang sama dilakukan untuk ana kawini (saudari perempuan) dan yera (besan) atau mertua dari anak perempuan yang membawa babi.
Prosesi pemakaman baru dimulai sesaat setelah rombongan Gubernur dan Wakil Gubernur NTT, didampingi Bupati Sumba Timur, Drs. Gidion Mbilijora, yang tiba di rumah duka sekitar pukul 13.00 Wita. Kehadiran rombongan ini disambut dengan upacara adat. Selanjutnya mulai dilakukan persiapan pemakaman secara adat setelah makan siang. Pukul 15.30 Wita, tua-tua adat mulai mendaraskan syair-syair adat. Prosesi adat pemakaman itu diawali dengan pemotongan seekor kerbau jantan kecil sebagai simbol persiapan penurunan jenazah almarhum dari uma bokul (rumah besar atau rumah adat). Keluarga kemudian menyiapkan seekor kuda jantan berbulu merah yang diyakini sebagai kuda tunggangan almarhum di alam baka. Kuda tersebut dihiasi dengan emas, kelana dari kain tenun Sumba disertai sebuah payung yang manik-naiknya dari emas. Kuda ini kemudian ditunggangi seorang papanggang (hamba) yang berbusana kebesaran raja seperti gading di tangan, perhiasan emas pada kepala dan kelengkapan lainnya. Papanggang itu dipapah oleh petugas yang telah disiapkan ke punggung kuda menuju ke batu kubur.
Dilanjutkan dengan syair-syair adat kemudian pemotongan delapan ekor hewan yang terdiri dari empat ekor kerbau dan empat ekor kuda untuk mengantar jenazah ke liang lahat. Setelah jenazah dimasukkan ke liang lahat dan ditutup, dilakukan pemotongan lagi hewan sebanyak delapan ekor terdiri dari empat ekor kerbau dan empat ekor kuda. Prosesi pemakaman itu juga diselingi dengan tembakan salvo oleh satu regu polisi seebelum jenazah diturunkan dari uma bokul dan setelah dimakamkan masing-masing tiga kali.
Hadir dalam acara pemakaman tersebut, Bupati Alor, Ir. Ans Takalapeta, Wakil Bupati Flores Timur, Yoseph Lagadoni Herin, Sekda Kabupaten Kupang, Bernabas nDjurumana,S.H, Walikota Kupang, Drs. Daniel Adoe,rombongan DPP Golkar yang dipimpin Viktor B Laiskodat,S.H. (gem/dea)

Lima Dibawa ke Surabaya

LIMA dari delapan korban yang tewas dalam kecelakaan laut di perairan Pasir Panjang, direncanakan akan dibawa ke Surabaya, Senin (10/11/2008) hari ini. Lima jenazah itu antara lain Ny. Titinawati (28), Markus (43), Fasrul (45) Erawati (60) dan Christian (23).
Informasi yang diperoleh wartawan dari Jeri Manafe di ruang Instalasi Rawat Darurat (IRD) Rumah Sakit Umum (RSU) Prof. Dr. W Z Johannes-Kupang menyebutkan, kelima jenazah itu atas permintaan keluarga dibawa ke Surabaya. "Lima jenazah akan dibawa ke Surabaya," kata Jeri Manafe.
Belum diketahui jenis pesawat yang akan mengangkut kelima jenasah itu ke Surabaya, namun sudah dapat dipastikan jenazah korban yang meninggal dalam peristiwa kecelakan laut di Kupang akan dibawa ke Surabaya, setelah sebelumnya disemayamkan di rumah duka di Pasir Panjang.
Chihong, salah seorang penumpang yang selamat, ketika ditemui secara terpisah di Rumah Sakit Umum (RSU) Kupang, menjelaskan, kecelakaan itu terjadi ketika perahu yang ditumpangi 15 orang serta ditambah empat Anak Buah Kapal (ABK) termasuk juru mudi perahu, Jeri Manlea, itu hendak mencari perlindungan ke Pulau Kera setelah perahu yang ditumpangi itu dihempas gelombang dan angin kencang.
"Ketika juru mudi perahu hendak mengarahkan perahu menuju Pulau Kera, tiba-tiba datang gelombang dan angin yang sangat kencang disertai hujan lebat, sehingga kami sempat jatuh ke dalam laut. Kami sempat berpegangan tangan beberapa saat. Beberapa orang lain memegang bodi perahu, tetapi karena arus laut yang terlalu kencang kami sempat terpisah," kata Chihong sambil menangis. Dia mengakui, kepergian keluarganya ke laut untuk berwisata.
Bar, warga RT 11/RW 04 Kelurahan Pasir Panjang, menjelaskan, anggota keluarga itu ingin ke Pulau Kera menumpang perahu milik Jeri Manlea pukul 12.00 wita. "Waktu itu Jeri lewat di depan rumah saya di Pasir Panjang membawa sebuah hamar. Katanya untuk memperbaiki cool box. Dia sempat ajak saya turun laut, tetapi saya tolak," kata Bar kepada wartawan di kamar jenazah.
Dia menjelaskan, perahu yang ditumpangi para korban itu merupakan perahu yang sering digunakan Jeri Manlea untuk mencari ikan di laut. (ben/den/mas/dar)

Perahu Tenggelam, 8 Tewas, 2 Hilang

KUPANG, PK -- Perahu tanpa cadik yang dikemudi Jeri Manlea, warga RT 11 RW 04, Kelurahan Pasir Panjang, Kecamatan Kelapa Lima, Kota Kupang, tenggelam di perairan Pasir Panjang, Minggu (9/11/2008). Akibatnya, delapan dari 19 orang orang tewas dan dua orang hingga hingga pukul 22.00 Wita belum ditemukan, yakni Mirdan (seorang pembantu pada Toko Central Seluler) dan Agung Prayitno (pembantu juru mudi).
Informasi yang dihimpun Pos Kupang dari berbagai sumber menyebutkan, delapan orang yang tewas dan Mirdan yang hilang adalah anggota keluarga Toko Central Seluler di Kelurahan LLBK. Siang kemarin, sekitar pukul 12.00 Wita, keluarga besar Toko Sentral Selular ini hendak piknik ke Pulau Kera. Mereka menumpang perahu -- para nelayan di Kota Kupang menyebutnya body -- dan berangkat dari Taman Kota, Pasir Panjang. Namun dalam perjalanan ke pulau ini, sekitar dua jam kemudian, karena hujan yang disertai angin, mereka memutuskan untuk kembali ke Kupang.
Chi Hong, salah seorang yang selamat ketika ditemui di RSU Kupang, Minggu malam, hanya mengatakan, mereka panik dan melompat ke laut ketika datang hujan dan angin. "Puji Tuhan. Terima kasih Tuhan. Waktu ada hujan dan angin, kami panik, lalu mau pulang ke Kupang. Tiba-tiba saja, perahu terbalik dan kami lompat," katanya sambil terus menangis.
Salah seorang keluarga Novri (korban selamat yang sedang dirawat di RSU Kupang) menduga, pada saat mereka berbalik haluan itulah perahu diterjang ombak sehingga terbalik. Dari cerita Chi Hong, ia mengatakan, setelah melompat ke laut mereka masih sempat berpegangan tangan, tetapi akhirnya dipisahkan karena hantaman ombak.
John, warga Kelurahan Pasir Panjang yang masih bersaudara dengan Jeri Manlea, di Polsekta Kelapa Lima menuturkan, pada siang hari kemarin, Toko Sentral Seluler menyewa perahu saudaranya yang setiap harinya ditambatkan di Taman Kota, Pasir Panjang. Ia menjadi saksi mata ketika perahu ini berangkat dari Taman Kota menuju Pulau Kera. Namun, ia tidak menyaksikan peristiwa naas tenggelamnya perahu itu.
Informasi yang beredar di lokasi evakuasi di Pantai Kupang, Kelurahan LLBK, orang pertama yang menemukan korban adalah seorang warga dari Kelurahan Kampung Solor. Warga yang belum diketahui namanya ini, rencananya pergi ke bagan miliknya di wilayah perairan Pasir Panjang. Namun setibanya di sana, yang ia dapati justru korban yang sudah meninggal. Ia lalu pulang dan meminta bantuan nelayan lainnya untuk mengevakuasi korban.
Delapan korban yang tewas kemudian dievakusi ke ruang jenazah RSU Kupang sekitar pukul 18.30 Wita. Sementara korban yang selamat sudah terlebih dahulu dibawa ke RSU Kupang dan RS Bhayangkara untuk mendapat pertolongan medis. Korban yang mendapat pertolongan medis di RSU Kupang adalah Novi, Antonius dan Ci Hong.
Pdt. Yacoba Kissek Nuban, S.Th dari Gereja Agape Kupang yang ditemui di RSU Kupang bersama sejumlah anggota jemaatnya, mengatakan, sebagian besar korban adalah jemaat gereja tersebut. Dimintai informasi tentang para korban yang meninggal, ia enggan menjelaskan dan hanya mengatakan, kehadirannya hanya untuk meneguhkan korban yang selamat dan keluarga korban yang meninggal.
Ditemui terpisah, Kapolresta Kupang, AKBP Marsudi Wahyono, menerangkan, kasus ini murni kecelakaan akibat cuaca. Sekalipun demikian, ia menegaskan, pihaknya tetap melakukan penyelidikan.
Sementara hingga pukul 21.30 Wita, juru mudi perahu yang tenggelam, Jeri Manlea, dan dua pembantunya, Falentino Manlea dan Bernadus Kono alias Ramos (ketiganya warga Pasir Panjang) masih didengarkan keterangannya di Polsekta Kelapa Lima. (ben/dar/den/mas)

Korban Tewas
-----------------------

1. Mariance (20)
2. Titina Wati (28)
3. Mourin (2)
4. Markus (43)
5. Fasrul (45)
6. Erawaty (60)
7. Christian (23)
8. Yohanes (30)

Korban Hilang
---------------------
1. Mirdan (Hilang)
2. Agung Prayitno (Hilang)

Korban Selamat
----------------------
1. Wahyu
2. Mikael
3. Novi
4. Chi Hong
5. Antonius
6. Tassa
7. Jeri Manlea
8. Falentino Manlea
9. Bernadus Kono alias Ramos

Dikubur Hari Ini: 4 Papanggang Hantar Mehang

WAINGAPU, PK---Empat orang papanggang (hamba) menghantar jenazah almarhum Umbu Mehang Kunda ke liang lahat. Sebelum itu, dilakukan upacara adat marapu pemakaman raja-raja Sumba. Upacara dengan pemotongan delapan ekor hewan yang terdiri dari empat ekor kerbau dan empat ekor kuda itu sebagai tanda penghormatan kepada almarhum yang adalah keturunan Raja Rende.
Pemakaman yang berlangsung hari ini, Senin (10/11/2008), di pemakaman keluarga Kampung Praiawang, Rende, Kecamatan Rindi, Sumba Timur, akan dihadiri Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT), Drs. Frans Lebu Raya, Wakil Gubernur NTT, Ir. Esthon Foenay, M.Si dan sejumlah bupati di antaranya Bupati Sikka, Drs. Sosimus Mitang, Walikota Kupang, Drs. Daniel Adoe, Bupati Kupang, Drs. Ibrahim Agustinus Medah, dan beberapa undangan lain. Sementara dari DPP Partai Golkar hadir sejumlah pengurus inti yang dipimpin Viktor Bungtilu Laiskodat, SH.
Bupati Sumba Timur, Drs. Gidion Mbilijora, M.Si, yang dihubungi pertelepon, Minggu (9/11/2008), mengatakan, upacara pemakaman sepenuhnya diselenggarakan oleh keluarga, tapi pemerintah daerah tetap memfasilitasi, termasuk menerima dan melayani tamu-tamu pemerintah.
Minggu kemarin, kata Gidion, Wakil Gubernur NTT, Ir. Esthon Foenay, sudah berada di Waingapu sekaligus memimpin upacara renungan Hari Pahlawan. "Pak Esthon hadir sekaligus memimpin renungan suci Hari Pahlawan di Waingapu," kata Gidion.
Umbu Maramba Hau alias Umbu Maramba Meha yang ditemui di Rende, Minggu (9/10/2008), menjelaskan, sebelum dihantar ke liang lahat, dilakukan upacara dan doa persiapan di uma bokul (rumah besar) milik almarhum. Doa itu diawali dengan penikaman seekor babi dan lima ekor ayam. Pemotongan babi dan ayam dilakukan oleh ama bokol hama (pendeta marapu) dan hati babi akan dilihat untuk mengetahui apakah almarhum tidak marah terhadap sanak keluarga yang ditinggalkan. Jika almarhum marah, hati babi menunjukkan bekas atau tanda-tanda khusus. Jika hati babinya mulus pertanda almarhum 'pergi' dengan senang hati dan tidak meninggalkan amarah kepada sanak keluarga yang ditinggalkan.
Khusus lima ekor ayam masing-masing seekor untuk almarhum, seekor untuk umbu tamo (nenek almarhum yang nama marapunya digunakan almarhum), seekor untuk nenek moyang dalam kabisu yang telah meninggal, seekor untuk hambanya dan seekor untuk marapu (Tuhan).
Ayam itu, kata Umbu Maramba Hau, bisa betina semua, bisa jantan semua bisa juga campuran. Khusus untuk almarhum harus ayam berwarna merah. Tali perut ayam tersebut akan dilihat oleh ama bokol hama untuk mengetahui hati atau jiwa almarhum kepada keluarga yang ditinggalkan. Jika ada hal-hal yang tidak menyenangkan, tali perut ayam akan memberikan tanda-tanda khusus. Jika hati babi dan tali perut ayam terdapat tanda, babi dan ayam itu akan diganti. Jika yang diganti juga memberikan tanda khusus, akan dibuat upacara permohonan maaf lalu dilangsungkan upacara pemakaman, tapi doa khusus permohonan maaf itu akan dilakukan kemudian setelah pemakaman selesai.
Dijelaskan, untuk penurunan jenazah ke liang lahat hari ini, dipotong delapan ekor hewan, terdiri dari empat ekor kerbau dan empat ekor kuda. Untuk kerbau terdiri dari jantan kebiri dua ekor dan betina induk dua ekor, kuda jantan besar dua ekor dan betina induk dua ekor. Sampai masuk ke batu kubur dipotong lagi delapan ekor dengan jenis kelamin yang sama seperti saat penurunan jenazah dari uma bokul. Hewan itu dibuang begitu saja dan dipilih oleh masyarakat umum, sanak keluarga almarhum tidak boleh makan.
Pantauan Pos Kupang, rombongan adat sudah memadati rumah duka dengan membawa kain, mamoli, hewan berupa kerbau dan babi. Rombongan adat ini disuguhkan makan dan minum oleh anggota kabisu yang telah dibagi tugas masing-masing. Umbu Mehang Kunda meninggal 2 Agustus 2008 lalu. (gem/dea)