Senin, 27 Oktober 2008

Yeni Emilia Mengaku 17 Kali SPPD Fiktif

 



Laporan Yosep Sudarso

KUPANG, PK -- Terdakwa perkara perjalanan dinas (SPPD) fiktif pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Nakertrans) Propinsi NTT, yang juga menjabat Kepala Sub Bagian Keuangan pada dinas ini, Yeni Emilia, S.H mengaku melakukan SPPD fiktif sebanyak 17 kali selama periode Januari-Juli 2007. Total dana 17 kali perjalanan dinas fiktif ini senilai Rp 62.339.000, 00. Dan dari nilai ini, terdakwa menerima Rp 5.415.000 untuk kepentingan pribadinya.
Pengakuan Yeni Emilia ini disampaikannya dalam sidang lanjutan dengan agenda mendengarkan keterangannya sebagai terdakwa. Sidang ini berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Kupang, Jumat (5/9/2008), dan dipimpin Ketua Majelis Hakim, FX Sugiharto, S.H, yang didampingi dua hakim anggota, Asiadi Sembiring, S.H dan Parhaenan Silitonga, S.H. Jaksa Penuntut Umum (JPU) kasus ini adalah Martinus Suluh, S.H dan Tejo Sunarno, S.H. Sementara terdakwa Yeni Emilia hadir bersama penasehat hukumnya, Philipus Fernandes, S.H dan Philipus Djaha, S.H.
Terdakwa Yeni Emilia menyampaikan keterangannya setelah sebelumnya majelis hakim mendengarkan kesaksian tiga orang saksi, yaitu Yeheskiel Boro, bendahara pembantu pada Subdin Hubin Syaker Dinas Nakertrans NTT, Prisilia Parera, seorang staf yang dalam persidangan sebelumnya beberapa saksi menyebutnya sebagai sekretaris mantan Kadis Nakertrans NTT, Drs. IN Conterius dan saksi ahli dari BPKP, Damagus.
Ketika memberikan keterangannya, terdakwa Yeni Emilia secara jujur mengakui bahwa dirinya pernah melaksanakan SPPD fiktif. Saat ditanya Hakim Sembiring berapa kali ia melakukan perjalanan dinas fiktif, terdakwa langsung menjawab, "Saya melakukan perjalanan dinas fiktif sebanyak 17 kali". Ia juga mengakui kalau di antara SPPD fiktif itu ada yang dobel atau tumpang tindih.
Dimintai rincian tujuan perjalanan dinas fiktif ini, terdakwa Yeni Emilia antara lain menyebut, Jakarta, Kalimantan Timur, Sumba Barat, Sikka, Ende, dan Alor. Ia menerangkan, total dana yang dikeluarkan akibat 17 kali perjalanan dinas fiktifnya ini sebanyak Rp 62.339.000,00.
"Apakah semua dana ini terdakwa ambil untuk dirimu atau berapa yang kau ambil?" taya Hakim Sembiring.
"Dari tota dana Rp 62 juta lebih yang saya sampaikan tadi, saya mendapat Rp 5.415.000,00," jawab terdakwa Yeni Emilia.
"Lalu kemana uang-uang yang lain itu?" lanjut Sembiring.
"Sebagiannya langsung dikelola bendahara penerimaan APBN dan APBD dan yang lain untuk menutup pengeluaran kantor yang sudah digunakan sebelumnya," jawab Yeni Emilia yang juga menerangkan, ada SPPD fiktif yang ia hanya tanda tangan saja tetapi tidak menerima sesenpun karena untuk menutup pengeluaran sebelumnya.
Beberapa jenis kegiatan yang ditanggulangi oleh SPPD fiktif ini, menurut terdakwa, antara lain urusan aset Dinas Nakertrans NTT di Jakarta oleh KTU, Elsye Pandie, bantuan bencana alam di Manggarai, pembuatan papan narkoba, sumbangan untuk orang mati, biaya pemeriksaan irjen, biaya pemeriksaan Banwas NTT, sumbangan untuk gereja, tamu dari Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, biaya pembuatan taman bagian dalam kantor dan honor delapan tenaga kontrak.
Keterangan terdakwa tentang pengelolaan sebagian dana hasil SPPD fiktif oleh bendahara penerimaan APBN dan APBD langsung dikonfrontir majelis hakim kepada kedua bendahara ini. Baik bendahara pengeluaran APBN, Prilisa Rimba Wangge maupun bendahara pengeluaran APBD, Apolonya Jacoba Nalle, membenarkan keterangan terdakwa ini.
Ditanya majelis hakim tentang biaya pemeriksaan oleh Banwas NTT, terdakwa menerangkan, pemeriksaan ini dilakukan sehubungan dengan anggaran tahun 2006 dengan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) waktu itu adalah KTU Dinas Nakertrans NTT, Elsye Pandie. "Pemeriksaan itu sekitar bulan Juni dan waktu itu KTU minta Rp 5 juta lebih untuk biaya operasional Banwas," ujar terdakwa Yeni Emilia. (dar)

Tidak ada komentar: