Kamis, 21 Februari 2008

Inovasi dan siapkan stek baru

LABUAN BAJO, PK -- Kepala Dinas Tanaman Pangan, Perkebunan dan Peternakan (TP3) Kabupaten Manggarai Barat ( Mabar), Ir. Matheus Janing mengatakan, pengembangan ubi kayu asal Lumajang di daerah itu selain untuk menyiapkan stek-stek baru untuk kebutuhan ke depan, juga sebagai bentuk inovasi dalam menangkap peluang mengembangkan tanaman penghasil bahan baku ethanol.
Ditemui di ruang kerjanya, Sabtu (9/2/2008), Janing mengatakan, pengembangan ubi kayu tersebut bertujuan untuk memperoleh stek (bibit) bagi terlaksananya perluasan areal tanam di masa yang akan datang hingga mencapai sekitar 5.000 hektar (ha). Selain itu juga, katanya, pengembangan ubi kayu itu untuk memenuhi ketersediaan umbi segar atau dalam
bentuk gaplek untuk bahan baku etanol.
"Jadi ini sebenarnya bukan proyek tetapi program. Kenapa saya katakan
program, sebab pengembangan ubi kayu ini bertujuan memenuhi kebutuhan
pasar, selain untuk memproduksi bibit ataus tek sendiri demi pengembangan
selanjutnya tanpa mengeluarkan biaya lagi untuk pengadaan stek," kata Janing.
Diakatakan, kebijakan umum pengembangan program ini menindaklanjuti Peraturan Presiden (Perpres) No. 5 Tahun 2006 tentang
Kebijakan Energi Nasional dan Instruksi Presiden (Inpres) No. 1 Tahun 2006
tentang Penyediaan, Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (Biofuel) sebagai Bahan Bakar.
Minta maaf
Ketua DPC PDIPKabupaten Manggarai Barat, Melkiades Sam Surya mengatakan, Pemkab dan DPRD setempat perlu menyampaikan permohonan
maaf secara terbuka kepada petani. Sebab pengembangan ubi kayu mengalami kegagalan.
Dia mengakui, apa yang dilakukan pemerintah itu adalah hal
yang baik karena berdampak pada peningkatan pendapatan petani. Namun demi melihat kenyataan dimana banyak stek yang gagal tanam dan yang lain tidak ada hasil yang maksimal, kata dia, Pemkab dan Dewan setempat perlu meminta maaf kepada para petani.
"Ini jelas, perlu adanya pilot project atau perlu uji coba dengan alokasi anggaran yang tidak begitu besar sehingga kita bisa menilai apakah cocok dikembangkan secara besar-besaran di daerah ini atau tidak. Ke depan perlu ada kajian-kajian jika pemerintah sebelum melakukan suatu terobosan baru," jelasnya.
Untuk diketahui pula, Pansus DPRD Kabupaten Mabar menemukan bahwa pengembangan ubi kayu tersebut pada 17 desa sasaran hanya berhasil 5,75 persen. Kondisi karena di beberapa daerah yang dilaporkan pemerintah sebagai lokasi proyek ternyata nihil atau tidak ada sama sekali, selain ada yang sudah mati.
Sementara itu, Sekretaris Yayasan Lembaga Pengkajian dan Penelitian Demokrasi Masyarakat (LPPDM), Aventus Jalut, Minggu (10/2/2008), mengatakan, harga jual ubi kayu sangat merugikan petani. Harga yang semula dijanjikan adalah Rp 300,00/kg namun pada kenyataannya hanya Rp 250,00/kg.
"Kita bisa bayangkan bagaiamana petani itu meluangkan waktu, bahkan korbankan waktu untuk menuai padi hanya karena mau tanam ubi. Dan sini jelas petani sangat dirugikan," kata Jalut.
Jalut juga mempertanyakan pernyataan Bupati Mabar, Drs. Fidelis Pranda bahwa stek yang tidak lolos seleksi atau tidak layak tidak dibayar. "Kenapa seleksinya di lokasi sehingga stek yang tidak layak itu terbuang saja dan kenapa tidak seleksi waktu stek-stek itu tiba di Labuan Bajo? Sekarang stek-stek itu kan sudah diangkut ke lokasi dan gunakan juga uang rakyat kemudian stek-stek itu katanya tidak dibayar. Saya pertanyakan mekanisme penilaian stek itu terutama tim pemeriksa barang, dalam hal ini stek," tegasnya.
Jalut juga mempertanyakan sebagian besar stek yang diangkut aparat kejaksaan apakah stek yang tidak layak atau tidak lolos seleksi, ataukah stek yang tidak ditanam petani. "Kalau ada yang tidak ditanam petani, itu karena
tidak tepat musim. Dan apakah semua stek yang tercecer itu dikategorikan tidak layak? Jadi saya pikir semua sudah tahu, stek ubi kayu yang dulunya tercecer di pingggir jalan itu bahkan yang diangkut pihak jaksa itu adalah stek yang layak. Hanya saja petani tidak mau menanam dengan alasan sudah lewat musim tanam," katanya. (yel)

Tidak ada komentar: