Rabu, 12 Maret 2008

Dana gizi buruk Rp 1 miliar

Edisi 11 Maret 2008

BA'A, PK--Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Rote Ndao menetapkan anggaran senilai Rp 1 miliar dalam APBD 2008 untuk menanggulangi kejadian luar biasa (KLB) gizi buruk di wilayah itu. Pemerintah juga menunjuk pustu dan puskesmas menjadi posko penanggulangan KLB gizi buruk.
Sekretaris Kabupaten (Sekab) Rote Ndao, Drs. Joel IH Jacob yang dihubungi Pos Kupang, Senin (10/3/2008) di ruang kerjanya mengatakan, penetapan anggaran senilai Rp 1 miliar baru dikomunikasikan dengan DPRD Rote Ndao, belum dibicarakan secara resmi.
"Dana Rp 1 miliar ini berasal dari APBD Kabupaten Rote Ndao yang saat ini sedang dibahas. Dana ini untuk menangani penderita gizi buruk yang sesuai data dari dinas kesehatan sebanyak 138 balita, termasuk 940 penderita yang mengalami gizi kurang," kata Joel.
Ditanya penanganan KLB gizi buruk, apakah menunggu DPRD mengetuk palu menyetujui anggaran karena pembahasan anggaran hingga saat ini belum selesai, Joel mengatakan, untuk penanganan darurat menggunakan anggaran yang saat ini masih tersedia pada dinas dan unit masing-masing.
"Kita tidak menunggu sampai ketuk palu APBD 2008, tapi kita menggunakan anggaran yang ada pada dinas dan unit terkait. Dan, sudah diperintahkan kepada semua kepala puskesmas, camat, kades, luran dan bidan untuk menangani anak-anak penderta gizi buruk. Ini tidak mesti harus pemerintah daerah kasih dana karena pada dinas dan unit sudah tersedia dana teknis operasional," kata Joel.
Dikatakannya, hari Senin (10/2/2008), Asisten II berkoordinasi dengan Asisten III memonitor para petugas yang disiagakan di delapan kecamatan dan 80 desa agar membawa para balita dan anak-anak gizi buruk. "Manfaatkan semua ambulans yang ada pada masing-masing kecamatan untuk mengantar pasien yang dianggap parah ke RSUD Ba'a," tegasnya.
Ditanya jumlah penderita gizi buruk, Joel menyebutkan, sementara ini penderita gizi buruk sebanyak 200 lebih anak. Data tersebut diterima dari masyarakat, sedangkan data dari dinas kesehatan jumlah penderita gizi buruk dengan kelainan klinis sebanyak 15 balita, dan empat diantarnya meninggal dunia. Jumlah penderita gizi buruk tanpa kelainan klinis sebanyak 138 balita dan gisi kurang sebanyak 940 balita.
Dikatakannya, pola penanganan oleh pemerintah menjemput langsung para balita pendrita gizi buruk dari rumah ke rumah, walaupun orang tuanya tidak mengizinkan. "Kami jemput dari rumah ke rumah, walau orang tua balita gizi buruk tidak menghendaki. Kami sedikit memaksa karena budaya orang Rote kadang malu mengatakan anak mereka gizi buruk, padahal fakta mereka gizi buruk. Dan, saya juga sesalkan kepada orang tua yang jarang bawa anak ke posyandu. Padahal, kalau terus ke posyandu bisa mencegah kasus gizi buruk ini. Sebab, kasus ini bukan hanya karena lapar tapi karena ada kelainan klinis yang perlu ditangani serius," jelas Joel.
Menurut dia, penyebab tingginya balita penerita gizi buruk karena gagal panen dan gagal tanam tahun 2007 sehingga hasil panen rendah. Gagal tanam disebabkan curah hujan yang rendah dan langkanya pupuk yang berdampak langsung pada menurunnya hasil panen. "Hal inilah yang mengganggu perekonomian masyarakat," ujarnya.
Siapkan obat
Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Ba'a, dr. Delly Pasande, M.M, yang dihubungi hari Senin (10/3/2008) mengakui, RSUD Ba'a dapat menampung 50 pasien balita. Ia mengakui, obat-obatan termasuk makanan untuk balita dan satu orang ibu yang menjaga balita disiapkan. "Kondisi saat ini obat-obatan dan konsumsi balita, termasuk satu orang ibu sudah kami siapkan,"katanya.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Rote Ndao ketika dihubungi sedang berada di lapangan. "Pak Kadis sedang berada di lapangan, kalau mau kooodinas tunggu pak kadis pulang,"kata KTU Dinas Kesehatan, Herman Lilo.
Wakil Bupati Rote Ndao, Bernard Pelle, yang dihubungi LKBN Antara Kupang, Senin kemarin mengatakan, petugas kesehatan di Rote Ndao, secara intensif menangani korban gizi buruk dengan memberikan makanan tambahan dan pengobatan serta perawatan bagi anak-anak balita yang sudah dalam kondisi memrihatinkan. "Kami berupaya semaksimal mungkin untuk mencegah adanya korban jiwa," kata Bernard Pelle.
Ia mengakui sejumlah wilayah pedesaan masih sulit dijangkau oleh petugas kesehatan dari puskesmas dan posyandu untuk memberikan pelayanan. Karena itu, Bernard Pelle memerintahkan para camat dan kepala desa untuk mendata anak-anak yang menderita gizi buruk agar secepatnya mendapat pertolongan.
"Jika kondisi wilayah memungkinkan, petugas kesehatan akan langsung terjun ke lokasi bersangkutan. Jika sulit, kepala desa dan camat wajib membawa anak-anak ke puskesmas atau kepada petugas kesehatan di daerah pelayanan terdekat," katanya.
Sementara dari SoE, Ibu kota Kabupaten Timor Tengah Sekatan(TTS), Program Unit Manager Plan Internasional Indoensia Program Unit SoE, Onesimus YM Lauata, dalam keterangan persnya yang dikirim ke Pos Kupang mengatakan, untuk mengatasi kekurangan gizi di TTS pihak Plan Internasional mengembangkan Micro Enterprice Development Program (MED Program).
Onesimus menjelaskan, terus melonjaknya masalah gizi buruk yang dialami anak-anak di TTS, sebenarnya berakar dari rendahnya tingkat pendapatan keluarga dan terbatasnya pengetahuan masyarakat dalam pengolahan lahan serta pengolahan makanan bergizi.
Oleh karena itu, demikian Onesimus, Plan Indonesia sebagai lembaga internasional yang menitikberatkan programnya kepada pengembangan anak-anak dan tidak berafliasi dengan suku, agama, politik atau sistem pemerintahan tertentu dan mensponsori anak adalah dasar dari lembaga ini, akan mengembangkan suatu program peningkatan pendapatan keluarga masyarakat desa dengan pendekatan micro enterprice development program.
Program ini merupakan salah satu pokok pembicaraan dalam pertemuan Plan Internasional Indonesia yang diwakili Program Support Manager (PSM), Mr. Pol De Greve, Micro Enterprise Development Specialist, Sheliagus Suyadi dan Program Unit Manager (PUM) SoE, Onesimus Y.M Lauata dengan Bupati TTS, Drs. D. A. Banunaek, MA di ruang kerja Bupati TTS, Rabu (5/3/2008). (iva/ant)

Tidak ada komentar: