Rabu, 05 Maret 2008

Pemimpin harus punya hati

WACANA tentang usia pemimpin NTT masa bakti lima tahun ke depan kini makin gencar dikampanyekan seiring bergulirnya Pemilu Gubernur dan Wakil Gubernur NTT. Wacana ini tidak hanya digelinding oleh parpol pengusung paket bersama tim suksesnya, tapi juga oleh berbagai pihak yang menamakan diri sebagai orang yang cukup perduli terhadap kemajuan pembangunan di NTT.
Tak terkecuali, Gubernur NTT periode 1993-1998, Herman Musakabe pun, menyampaikan pandangannya tentang usia pemimpin NTT (baca Gubernur NTT) lima tahun ke depan. Musakabe mengatakan, sebaiknya Gubernur NTT adalah figur muda yang enerjik dan masih kuat. Generasi tua yang sudah di atas usia enam puluh tahun sebaiknya berpikir ulang untuk maju dalam Pilgub NTT periode 2008 - 2013.
Alasan yang dikemukakan Musakabe ini sangat sederhana tapi realistis. Bahwa NTT ini punya banyak masalah, seperti kemiskinan dan kesejahteraan yang masih jauh dari harapan. Dan, menghadapi masalah tersebut dibutuhkan figur muda yang masih enerjik. Sedangkan yang kepala enam tidak usah lagi. Biar urus yang rohani-rohani saja, siap investasi untuk dunia akhirat.
Tapi kelompok lain -- tentu yang tidak pro figur muda -- berpendapat lain. Menurut mereka, Gubernur NTT periode lima tahun ke depan bukan soal muda atau tuanya. Tapi yang penting adalah visinya membangun NTT. Sekalipun muda, tapi jika tidak punya visi -- atau visinya ada tapi belum teruji-- maka akan sia-sia juga. Sebaliknya, meskipun sudah tua, tapi masih enerjik dan punya visi jelas dan sudah teruji, maka figur bersangkutan juga pantas membangun NTT lima tahun ke depan.
Sudah jelas bahwa pro kontra mengenai usia Gubernur NTT masa bakti lima tahun ke depan itu lebih merupakan bagian dari trik-trik politik dari golongan atau kelompok tertentu untuk mempengaruhi hati rakyat guna memenangkan paketnya. Sebab, secara yuridis formal memang tidak mengatur tentang batas maksimum usia seorang calon gubernur atau wakil gubernur. Pasal 38 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6 Tahun 2005 hanya menyebutkan bahwa usia calon kepala daerah minimal 30 tahun pada saat calon bersangkutan mendaftarkan diri di KPUD. Selain itu calon bersangkutan sehat jasmani dan rohani serta tidak pernah dipidana yang berkekuatan hukum tetap. Itu artinya, calon yang sudah berusia tua juga diberi ruang yang sangat lebar untuk ikut dalam Pemilu Gubernur, asalkan yang bersangkutan sehat jasmani dan rohani, bersih serta belum tersandung kasus pidana.
Pro kontra pandangan dari dua kelompok berbeda tentang usia Gubernur NTT lima tahun ke depan bisa dimengerti. Dan dalam alam demokrasi, perbedaan pandangan itu merupakan suatu hal yang wajar-wajar saja. Hanya saja, dari pandangan dua kelompok ini, mereka melupakan sifat-sifat prinsip dan penting yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin ini. Faktor usia tentu bukan merupakan hal yang paling prinsip.
Berbagai teori tentang organisasi dan kepemimpinan menyebut beberapa kemampuan dan sifat dasar yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin organisasi, baik organisasi swasta maupun organisasi pemerintah. Kemampuan konseptual, yaitu kemampuan untuk merencanakan apa yang akan dikerjakan; kemampuan manajerial, yaitu kemampuan menggerakkan orang-orang yang dipimpin sehingga dapat melaksanakan apa yang direncanakan pimpinannya.
Selain memiliki kemampuan konseptual dan manajerial, seorang pemimpin juga dituntut harus punya mata, telinga dan 'hati.' Ketiga hal ini merupakan persoalan prinsip yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin organisasi. Punya mata maksudnya seorang pemimpin harus mampu melihat penderitaan rakyatnya; punya telinga maksudnya seorang pemimpin mampu mendengar keluhan, tangisan dan rintihan rakyatnya; dan punya hati maksudnya seorang pemimpin mampu berbuat sesuatu yang baik berdasarkan apa yang dilihat dan didengarnya demi kemakmuran dan kesejahteraan rakyatnya.
Tiga hal inilah yang menjadi hakekat serta ukuran keberhasilan dan kepuasan seorang pemimpin organisasi. Seorang pemimpin ada tidak untuk pemimpin itu sendiri tapi ada untuk orang yang dipimpinnya. Keberhasilan seorang pemimpin organisasi tidak diukur dengan kondisi yang ada padanya atau yang dirasakannya, misalnya memiliki dua atau lebih mobil pribadi di rumah, punya rumah mewah, punya deposito/tabungan yang banyak dan sebagainya, tapi sejauhmana orang yang dipimpinnya mampu memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. *

Tidak ada komentar: