Rabu, 05 Maret 2008

DPRD NTT gamang gunakan aturan

KUPANG, PK -- Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Propinsi NTT dinilai gamang menggunakan aturan sebagai dasar pembentukan panitia pengawas (Panwas) pemilu gubernur (pilgub) dan wakil gubernur NTT.
Demikian pandangan praktisi hukum, Frans Tulung, S. H saat ditemui di kediamannya di Oebufu, Kupang, Sabtu (1/3/2008). Ia dimintai tanggapannya mengenai proses pembentukan panwas pilgub oleh DPRD NTT dengan berpijak pada dua dasar hukum, yang justru membingungkan.
DPRD NTT menggunakan Undang-Undang (UU) No. 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Pemilu untuk membatasi jumlah keanggotaan panwas, sementara mekanisme perekrutannya mengacu pada UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.
"Jangan kita bergerilya dengan undang-undang. Jangan membuang badan kepada undang-undang hanya mencari legitimasi. Kalau ada dikotomi seperti itu, semestinya mencari penegasan, misalnya berkonsultasi ke Mendagri. Tidak bisa buat penafsiran bebas terhadap aturan. Sehingga, jangan sampai panwas bekerja dengan suatu dasar yang gamang dan kontradiktif," kata Frans Tulung.
UU 22/2007 mengatur jumlah anggota panwas tiga orang. Ketiganya dari kalangan profesional. Aturan itu juga mengatur anggota panwas pemilu tingkat propinsi direkrut oleh Badan Pengawas Pemilu (Banwaslu) pusat, jika Banwaslu sudah terbentuk. Pada UU 22/2007 tidak menyatakan kewenangan membentuk panwas ada pada DPRD. Dengan demikian, DPRD NTT tidak berwenang membentuk panwas jika menggunakan rujukan UU 22/2007.
Pada ketentuan peralihan, pasal 129 UU 22/2007 menyatakan bahwa : dalam hal penyelenggaraan pemilu kepala daerah dan wakil kepala daerah, yang akan berlangsung sebelum terbentuknya Banwaslu berdasarkan UU ini, pembentukan panwas pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah berpedoman kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku sebelum UU diundangkan.
Fakta menunjukkan bahwa di tingkat pusat, Banwaslu belum terbentuk. Itu artinya proses pembentukan panwas mengacu pada UU 32/2004 tentang Pemerintah Daerah, beserta petunjuk pelaksanaannya, yaitu Peraturan Pemerintah No 6 Tahun 2005.
UU 32/2004 mengatur anggota panwas lima orang, terdiri dari unsur kepolisian, kejaksaan, tokoh masyarakat, pers dan akademisi. Unsur kepolisian dan kejaksaan ditunjuk langsung, sementara tiga unsur lainnya direkrut. Kewenangan perekrutan ada pada DPRD.
Karena ada kegamangan dalam penggunaan aturan, Frans Tulung mengusulkan agar proses perekrutan anggota Panwas Pilgub dihentikan sementara.
"Proses dihentikan dulu. Jangan bernapsu dulu. Kita perlu mencari format yang melegitimasi panwas layaknya seperti apa. Jangan sampai nanti dalam perjalanan kita kehilangan dasar pijak. Segala macam. Bergerak di dua alur. Nanti kalau ada perubahan, baru kita berakrobat lagi," kata Frans Tulung.
Ia juga menyatakan keheranannya karena panwas pemilu bupati dan wakil bupati Sikka lima orang, sementara panwas pilgub NTT hanya beranggota tiga orang. "Di kabupaten lain, propinsi lain. Mau pegang apa?" katanya.
Beberapa anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Propinsi NTT juga menilai langkah yang diambil DPRD NTT memproses pembentukan panwas pilgub keliru.
"UU No 22/2007 itu memang mengatur anggota panwas tiga orang dan kewenangan pembentukannya oleh Banwaslu, bukan DPRD. Karena sampai sekarang Banwaslu belum terbentuk, maka proses pembentukan panwas mengacu pada UU 32/2004, sebagaimana diatur dalam ketentuan peralihan pasal 129 UU 22/2007. Dengan mengacu pada UU 32/2004, itu artinya, kewenangan membentuk panwas ada pada DPRD. Kalau merujuk pada UU 22/2007, DPRD tidak berwenang membentuk panwas," kata Hans Louk, anggota KPU NTT, saat ditemui di Sekretariat KPU NTT, Sabtu (1/3/2008).
"DPRD jangan ambil separuh-separuh dari undang 22/2007 dan separuh dari UU 32/2004. Kalau bingung, sebaiknya berkonsultasi ke Mendagri," katanya.
Hans Louk mengakui bahwa Permendagri No 44/2007 itu mengatur pembiayaan hanya untuk tiga anggota panwas, yang dibentuk oleh Banwaslu. Bukan panwas yang dibentuk oleh DPRD dengan mengacu pada UU 32/2004.
"Apa hanya dengan dasar Permendagri No 44/2007 lantas DPRD ambil alih kewenangan Banwaslu untuk membentuk panwas? Apa Permendagri bisa mengalahkan UU," ujar Hans Louk. (aca)

Tidak ada komentar: