Rabu, 12 Maret 2008

Warga tinggalkan Kolilanang

Edisi 12 Maret 2008

LARANTUKA, PK -- Sejumlah warga Desa Kolilanang khususnya yang berdomisili di lokasi bencana dan sekitarnya, mulai meninggalkan lokasi tempat tinggalnya. Para korban bencana sibuk membongkar rumahnya dan memindahkan seluruh hartanya ke tempat yang aman.
Saat ini tanah longsor dan lokasi pemukiman yang terancam "tenggelam" itu, tidak menunjukkan tanda-tanda akan terjadinya bencana susulan. Ini karena terhentinya hujan dalam beberapa hari terakhir.
Disaksikan Pos Kupang, Selasa (11/3/2008), empat rumah yang diterjang tanah longsor, satu diantaranya sedang dibongkar oleh pemiliknya, Thomas Ola Rotok. Sedangkan tiga rumah lainnya masing-masing milik Lodo Mean Tupen, Masan Ama dan fondasi rumah milik Hada Making, yang sudah "tenggelam", belum dibongkar. Meski demikian, seluruh harta benda milik korban, termasuk ternak peliharaan, seperti babi, sudah diungsikan ke rumah keluarga.
Sedangkan tanaman perkebunan seperti kakao, kopi, kelapa, pinang dan kemiri, tumbang tak beraturan di atas hamparan lokasi kejadian seluas tiga hektar lebih itu. Di dekat rumah Lodo Mean Tupen, tujuh pria dewasa menggunakan dua mesin sensor sedang memotong batang pohon kelapa dan kemiri untuk dijadikan papan dan balok sebagai persiapan untuk membuat rumah baru.
"Kami ini keluarga Bapak Mean Tupen. Kami sensor pohon kelapa dan kemiri ini untuk persiapan membuat rumah baru," ujar Lasarus Kopong (46) didampingi Robert Doni (40) dan Mangu Koli (18), seraya mengungkapkan bahwa bencana tanah longsor itu terjadi sejak Sabtu (23/2/2008).
Istri Thomas Ola Rotok, Ny. Prada Sabon (60) yang ditemui mengungsi di rumah Arnol Ara, menjelaskan, rumah permanen yang ikut "tenggelam" dibangun 41 tahun silam. "Rumah ini kami bangun waktu kami baru tiga tahun menikah. Sekarang harus dibongkar karena tempat itu tidak mungkin kami tempati lagi. Kami juga tidak mungkin terus menumpang di rumah orang. Makanya, kami bongkar rumah itu supaya bahan-bahan yang masih bisa dipakai kami gunakan untuk bangun rumah baru," ujarnya.
Warga mulai resah
Kepala Desa Kolilanang, Ferdinand B Bain (39), menuturkan, kejadian yang menimpa desa itu, membuat 287 kepala keluarga (KK) atau 1.137 jiwa mulai resah. Warga takut jangan-jangan terjadi bencana yang lebih dahsyat lagi. Saat ini bila terjadi mendung dan turun hujan, warga selalu memantau lokasi tanah longsor itu.
Pantauan Pos Kupang, Selasa kemarin, warga berjubel mengitari lokasi tanah longsor di lereng perkampungan yang memanjang dari perbatasan wilayah Desa Tika Tukan ke Desa Kolilanang.
Lokasi tanah longsor kini bak obyek wisata baru. Tak sedikit warga desa tetangga datang dan menyaksikan pemandangan yang tak lumrah di Desa Kolilanang. Ina Webe (22) dan tantanya, Siti Sara Kasi yang berdomisili di Desa Tika Tukan, misalnya, ketika ditemui Pos Kupang di lokasi bencana, menuturkan, mereka meluangkan waktu datang ke lokasi itu hanya untuk melihat musibah tersebut. Pasalnya, selama ini mereka tak pernah melihat pemandangan seperti itu. (art)
Mimpi banjir di sekitar lokasi
TIADA satu tanda alam pun yang menjadi sinyal bagi warga Desa Kolilanang bahwa desanya akan tertimpa bencana tanah longsor. Yang ada hanyalah mimpi Rety, anak perempuan Thomas Ola Rotok, tiga hari sebelum kejadian itu.
"Tiga hari sebelum kejadian itu saya mimpi terjadi banjir dan lumpur sepanjang lokasi bencana sekarang ini. Saat itu saya takut sekali sehingga sempat berteriak. Dalam mimpi itu, adik saya laki-laki bernama Brints, hendak lari meninggalkan saya. Itu mimpi sebelum kejadian ini," tuturnya.
Ternyata, lanjut Rety, mimpi itu menjadi kenyataan. Di lokasi yang itu kini tertimpa bencana tanah longsor dan lokasinya kini terancam "tenggelam" sekitar dua meter hingga tiga meter dari permukaanm tanah. Saat menuturkan mimpinya itu, ia didampingi ibu kandungnya, Ny.Prada Sabon (60). Mereka sedang berada di rumah Arnol Ara di desa itu.
Kepala Desa Kolilanang, Ferdinand B Bain yang didampingi Kabid Kemasyarakatan, Gode Fridus Pepe dan Kabid Pemerintahan, Thomas Lewo Muda, saat ditemui terpisah di Kantor Desa Kolilanang, sekitar dua kilometer dari lokasi bencana, mengaku, telah melaporkan peristiwa itu kepada Bupati Flotim, Drs. Simon Hayon, tanggal 25 Februari 2008.
Bupati Simon Hayon dan Wakil Bupati Yoseph Lagadoni Herin, S.Sos, serta Kadis PU Flotim Ir. Sastradi, sudah turun ke lokasi bencana. "Tapi sampai sekarang tidak ada tindak lanjutnya. Mungkin karena masyarakat maupun pemerintah sama-sama awam dalam peristiwa alam ini," tuturnya.
Tapi, lanjut dia, menurut Bupati Simon Hayon, yang terjadi saat ini bukan bencana alam, tetapi suatu gejala alam saja. "Jadi, kami dan masyarakat juga pasrah karena sama-sama tidak mengerti. Cuma saya sudah ingatkan warga agar tetap waspada. Segera mengungsi bila terjadi longsor susulan. Hal itu untuk menghindari jatuhnya korban jiwa," ungkap Kades Bain.
Disinggung tentang rencana pemerintah desa mengungsikan masyarakat ke pemukiman baru, Bain mengatakan, pihaknya bisa menyiapkan lahan dan tenaga, hanya tidak memiliki uang. Karena itu, kata Bain, kalau masyarakat mau direlokasi ke pemukiman baru, Pemkab Flotim harus membantu uang untuk pembangunan perumahan baru. Desa Kolilanang yang terkenal sebagai salah satu desa surplus komoditi kopi, kakao dan kelapa itu, memiliki satu SDK yakni SDK Kolilanang dan satu Pustu.
Hingga terjadinya bencana alam tanah longsor itu, menurut Bain, belum satupun diantara 30 anggota DPRD Flotim yang mengunjungi masyarakat setempat. "Masyarakat saya sedih karena 30 anggota DPRD Flotim hanya turun ke Kolilanang kalau dekat pemilu legislatif. Kami tunggu mereka untuk 2009 nanti," kata Bain. (art)

Tidak ada komentar: