Rabu, 05 Maret 2008

Felix Fernandez divonis 1 tahun penjara

LARANTUKA, PK -- Setelah menjalani proses hukum selama tujuh bulan di Kejaksaan Negeri (Kejari) Larantuka dan Pengadilan Negeri (PN) Larantuka, Bupati Flotim periode 2000-2005, Felix Fernandez, S.H,CN, akhirnya divonis satu tahun penjara oleh Majelis Hakim PN Larantuka.
Majelis hakim dalam amar putusannya menyatakan, terdakwa Felix Fernandez tidak terbukti dalam dakwaan primer, yakni melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam pasal 2 ayat (1) UU No.31/1999 yang telah diubah dengan UU No.20/2001, yaitu melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, atau orang lain, atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian Negara. Karena itu, mejelis hakim membebaskan Felix Fernandez dari dakwaan tersebut.
Namun, terdakwa Felix Fernandez tetap diganjar pidana satu tahun penjara tanpa denda dikurangi masa tahanan selama terdakwa berada dalam tahanan sementara. Menurut majelis hakim, Felix Fernandez terbukti dalam dakwaan subsidair, yakni melakukan tindak pidana korupsi yang diatur dalam pasal 3 UU No.31/1999 yang diperbaharui dengan UU No.20/2001, yakni menguntungkan orang lain atau suatu korporasi (terdakwa Herdian Muis Lamanepa/pemilik tanah dalam berkas terpisah, Red) dengan menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Majelis hakim juga menegaskan, barang bukti dalam perkara tersebut tetap terlampir dalam berkas perkara serta membebankan biaya perkara tersebut kepada terdakwa Felix Fernandez sebesar Rp 7.500,00.
Putusan majelis hakim ini dibacakan dalam sidang terbuka di PN Larantuka, Senin (3/3/2008). Sidang dipimpin Ketua Majelis Hakim, Frans Arkadius Ruwe, S.H, didampingi Ida Bagus B Patiputra, S.H dan I Wayan Suarta, S.H serta Panitera Pengganti, Seprianus Belplay, S.H.
Hadir dalam sidang putusan perkara korupsi yang merugikan negara senilai Rp 209 juta itu terdakwa Felix Fernandez didampingi dua penasihat hukumnya, Philipus Fernandez, S.H dan Yoseph Daton, S.H. Sedangkan tim JPU dihadiri Gerson A Saudila, S.H, Anton Londa, S.H, Chandra A Wijaya, S.H dan Godlief Hae, S.H.
Dalam pertimbangan hukumnya, majelis hakim menguraikan bahwa fakta hukum membuktikan terdakwa Felix Fernandez dengan jabatan sebagai Bupati Flotim yang ada padanya terlihat berperan aktif memenuhi permintaan pemilik tanah, Herdian Muis Lamanepa, untuk penambahan uang ganti rugi tanah Rp 109 juta. Peran terdakwa terbukti menindaklanjuti permohonan pemilik tanah kepada DPRD Flotim untuk mendapatkan persetujuan. Dan terbukti adanya persetujuan DPRD Flotim setelah melewati mekanisme yang berlaku di Dewan berhasil mengeluarkan keputusan persetujuan melalui pimpinan Dewan, Anton Mado Tupen. Padahal, menurut majelis hakim, keputusan pimpinan Dewan menyetujui pembayaran ganti rugi tambahan senilai Rp 109 juta itu tidak berkekuatan hukum karena hanyalah keputusan pribadi Anton Mado Tupen sebagai ketua tanpa dihadiri dua Wakil Ketua Dewan, Lambertus Tulen Hadjon dan Sepri Mean.
Demikian pula, berdasarkan kesaksian saksi Petrus Paulus Tadon Kedang (anggota DPRD Flotim), keputusan pimpinan Dewan hanya diakui kalau bukan menyangkut hal keuangan. Karena itu, keputusan pimpinan Dewan terkait hal keuangan untuk penambahan ganti rugi tanah Weri dari kesepakatan semula Rp 561.250.000,00, kemudian disetujui pimpinan Dewan untuk ditambah lagi Rp 109 juta adalah cacat atau tidak berkekuatan hukum.
Majelis hakim juga menguraikan dalam pertimbangan hukum bahwa meskipun pembayaran ganti rugi tambahan Rp 109 juta tersebut telah mendapatkan kekuatan hukum dengan adanya produk hukum berupa Perda No.11/2001 dan Perda No.26/2001, namun kedua perda tersebut terbukti bertentangan dengan ketentuan peraturan di atasnya sebagaimana diatur dalam Tap MPRS No.XX tentang tata urutan per-UU-an di Indonesia yang berlaku, sehingga kedua perda tersebut patut dikesampingkan.
Banding
Terhadap putusan majelis hakim tersebut, terdakwa Felix Fernandez, menyatakan menolak putusan Majelis Hakim PN Larantuka dan menggunakan haknya untuk menempuh upaya hukum banding.
"Secara profesional kami akan mempelajari putusan ini dan siap banding. Menurut kami, ada pertimbangan-pertimbangan hukum oleh majelis hakim yang keliru atau tidak pas. Contohnya, ada keterangan sejumlah saksi yang sudah dengan tegas ditarik oleh saksi pada saat diperiksa di depan persidangan, tetapi tetap dimasukkan dalam berita acara pemeriksaan perkara dan digunakan sebagai bahan pertimbangan hukum majelis. Saya mohon agar majelis hakim memperbaikinya," pinta Felix sambil berdiri di depan kursi terdakwa.
Usai persidangan, penasihat hukum terdakwa, Philipus Fernandez, S.H, yang ditemui para wartawan mengatakan, tim penasihat hukum terdakwa bingung menanggapi putusan majelis hakim terhadap kliennya, Felix Fernandez, yang diganjar pidana satu tahun penjara. "Konstruksi putusan mejelis hakim membingungkan dan banyak yang bertentangan dengan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan. Meski demikian, kami tim penasihat hukum dan klien kami tetap menghormati putusan majelis hakim dengan menempuh upaya hukum lain yang tersedia," kata Philipus Fernandez.
Sementara tim jaksa penuntut umum (JPU) melalui Gerson Saudilla, S.H ketika dimintai komentarnya mengatakan tim JPU masih pikir-pikir. (art)

Tidak ada komentar: